Anya bisa merasakan pipinya berdenyut karena tamparan keras dari Deny. Matanya memerah karena berusaha menahan tangis. Ia tidak boleh menangis, ia tidak boleh terlihat lemah!
Melihat semua kejadian di hadapannya, Abdi sudah tidak bisa tinggal diam. Ia tidak bisa melihat Anya dipermalukan, dihina hingga ditampar di depan umum, sementara ia hanya bisa diam berdiri, menanti kedatangan Aiden.
Saat Abdi mau menghampiri Anya dan membantunya, pintu kafe tiba-tiba saja terbuka.
Aiden melangkah masuk, diikuti dengan Harris dan beberapa pengawal di belakangnya. Mereka semua menggunakan pakaian formal, membuat semua orang di sekitarnya terintimidasi dengan kedatangan mereka.
Abdi merasa sangat senang melihat Tuannya sudah datang. Rasanya, ia bisa menghembuskan napas lega setelah melihat kedatangan Tuannya itu. Semuanya akan baik-baik saja selama Tuannya datang.
Aiden bisa melihat seluruh emosi bercampur aduk di wajah Anya. Kemarahan, kesedihan, sakit hati …
"Anya," suaranya yang dalam terdengar, membangunkan Anya dari kesedihannya.
Ketika suara itu terdengar, semua orang di ruangan menoleh dan menyaksikan pemilik suara itu. Deny tampak sangat gembira ketika melihat kedatangan Aiden, wajahnya langsung terlihat berseri-seri.
"Aiden, senang bertemu lagi denganmu!" kata Deny sambil menyambut kedatangan Aiden dengan gembira.
Mata Aiden ditutupi oleh kacamata hitamnya, tetapi semua orang bisa melihat bahwa pria itu sama sekali tidak memedulikan keberadaan Deny. Di balik kacamatanya, Aiden hanya memperhatikan satu orang, yaitu Anya.
Ia mengulurkan tangannya ke arah Anya, tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Namun, Anya bisa memahaminya. Ia tahu bahwa Aiden datang untuk membantunya. Pria itu memintanya untuk mendekat ke arahnya.
Anya menatap pria itu, merasa seolah Aiden seperti malaikat yang dikirimkan untuknya saat ia berada di tengah kesulitan. Tanpa keraguan, ia langsung berjalan menuju ke arah Aiden dan meletakkan tangannya di atas tangan penolongnya itu.
Aiden menggunakan tangannya yang lain untuk memegang dagu Anya, memiringkan wajahnya dan menatap sisi wajah yang memerah karena tamparan Deny.
"Mengapa wajahmu merah?" tanya Aiden dengan dingin.
Pertanyaan itu membuat semua orang merinding, terutama Deny yang telah menampar Anya. Tubuhnya sedikit gemetaran dan bulu kuduknya berdiri. Mulutnya tertutup rapat, tidak berani mengucapkan satu patah kata pun.
Anya bisa melihat ayahnya merasa ketakutan. Ia juga tidak mau Aiden melakukan sesuatu kepada Ayahnya. Ia memegangi wajahnya yang memerah itu seolah ingin menyembunyikannya dari Aiden. "Ah, aku hanya merasa sedikit kepanasan."
Alis Aiden terangkat saat mendengar jawaban Anya. "Apa yang terjadi dengan pakaianmu?"
Setelah mendengar pertanyaan itu, Anya baru sadar. Bagaimana Aiden bisa mengetahuinya? Bukankah ia buta?
Apakah Aiden sudah bisa melihat lagi …
Atau mungkin Harris yang memberitahunya? Mungkin ia bisa mencium aroma kopi yang membekas di pakaiannya …
Anya menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menyingkirkan ide konyol di benaknya. "Aku tidak sengaja menumpahkan kopi ke pakaianku," jawabnya sambil meringis malu. "Maaf ya, aku mengotori pakaian yang kamu berikan untukku."
Tatapan Aiden melembut saat mendengar kata-kata Anya. Wanita ini masih memikirkan perasaannya karena telah mengotori hadiah darinya daripada memikirkan perasaannya sendiri.
"Siapa yang berani memperlakukan kamu seperti ini? Apakah orang itu tidak tahu bahwa kamu adalah kekasihku?" tanya Aiden dengan dingin. Berbeda dengan suaranya yang bisa membuat orang bergidik, tangannya terlihat menyentuh Anya dengan sangat lembut.
Mendengar pertanyaan itu, Anya mendapatkan sebuah ide. Ia menyayangi ayahnya sehingga ia tidak mau ayahnya terlibat masalah dengan Aiden. Namun, bukan berarti ia akan memaafkan Natali. Ia ingin Natali merasakan ganjaran atas perbuatannya. Ia akan mengadu dan menceritakan semua perbuatan Natali pada Aiden.
"Natali menuduhku telah menggodamu," kata Anya sambil memasang ekspresi memelas.
Diam-diam, Aiden tersenyum tipis. Ia tidak menyangka Anya akan mengadukan perbuatan Natali padanya secara langsung. Ia pikir, karena terlalu baik hati, Anya akan mencegahnya agar tidak menimbulkan keributan. Tetapi ternyata, istrinya itu adalah orang yang cerdas. Ia ingin Natali merasakan apa yang ia rasakan.
"Aku dan Natali dijodohkan karena urusan perusahaan. Aku rela membatalkan pertunangan itu dan melupakan kerja sama itu untukmu. Aku hanya mencintaimu …" kata Aiden sambil menatap Anya. Ia sudah melepaskan kacamatanya sehingga Anya bisa melihat kelembutan di mata pria itu, kelembutan yang seolah membuatnya tenggelam.
Cinta? Apakah Aiden hanya berpura-pura?
Apakah ini rencana Aiden? ingin membuat Natali cemburu?
Aiden tidak menyadari bahwa Anya sedang memikirkan tatapannya yang lembut. Ia memanggil Harris, membuat asistennya itu langsung menyerahkan sebuah tas kantong kepadanya. Kemudian, Aiden memberikan tas kantong itu pada Anya. "Ganti pakaianmu dengan ini. Kamu pasti tidak nyaman mengenakan pakaian itu."
Memang pakaiannya itu terasa lengket di tubuh Anya dan membuatnya tidak nyaman, tetapi ia merasa ragu untuk meninggalkan Aiden dengan ayahnya dan Natali. Ia tidak peduli apapun yang terjadi pada Natali, tetapi ayahnya juga bisa terlibat masalah.
Namun, pada akhirnya ia memutuskan untuk menuruti Aiden. Ia tahu Aiden akan membantunya dan ia percaya penuh pada pria itu.
Sebaiknya aku menuruti apa kata Aiden …
Setelah Anya pergi ke kamar mandi, Aiden kembali menghadap ke arah Deny dan Natali. Kali ini, tidak ada kelembutan dalam matanya. Matanya sekarang terlihat gelap dan menyeramkan. Kemarahan yang ia rasakan di dalam hatinya seolah meluap membuat Deny dan Natali gemetar ketakutan.
Natali menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari jalan keluar agar ia bisa kabur. Tetapi Harris dan para pengawal Aiden sudah menutupi semua jalan, membuatnya tidak bisa lari ke mana pun.
Deny memutuskan untuk angkat bicara. "Aiden, maafkan putriku sehingga menyebabkan skandal besar terjadi padamu. Aku tidak ikut merawat Anya dari kecil sehingga ia menjadi anak yang tidak disiplin dan kurang ajar seperti itu …"
Aiden tidak mengatakan apapun, tetapi matanya terlihat semakin dingin. Kemarahan yang ia rasakan di hatinya semakin meningkat ketika mendengar kata-kata Deny.
Harris yang bisa merasakan suasana hati bosnya itu langsung angkat bicara. "Tuan Deny, sepertinya Anda salah paham,"
Deny langsung berhenti berbicara meski mulutnya masih terbuka. Ia terkejut karena Harris tiba-tiba memotong perkataannya dan mengatakan bahwa ia salah paham. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi.
Aiden mengalihkan tatapannya ke arah Natali, membuat Natali tersentak. Aiden terlihat seperti orang normal yang bisa melihat, membuat Natali takut untuk sesaat.
"Natali Tedjasukmana, kalau kamu tidak ingin dijodohkan denganku, kamu bisa bilang kepadaku secara langsung. Tidak perlu mengirimkan seorang wanita ke kamarku dan menuduhku berselingkuh bahkan sebelum kita menikah. Berani sekali kamu ..." Seperti matanya yang dingin, suara Aiden juga sangat dingin, seperti es yang menusuk Natali secara langsung. "Toh, aku juga tidak mencintaimu," lanjutnya.
Natali tidak bisa berkata apa-apa saat diserang secara langsung oleh Aiden. Tanpa sadar, ia langsung bersembunyi di balik tubuh ayahnya, seolah berusaha menghindari Aiden.
"Apa maksudnya ini?" tanya Deny dengan kebingungan. "Aiden, sepertinya kamu salah paham," lanjutnya, berusaha untuk menenangkan kemarahan Aiden.