App herunterladen
6.41% Amanda Mencari Cinta / Chapter 10: Bertemu lagi

Kapitel 10: Bertemu lagi

"Ayo pegang tangan saya" ucap Abi saat Amanda mencoba berjalan dengan susah payah. Dokter tampan itu mengulurkan tangannya, membantu Amanda untuk berjalan.

Tidak terasa sudah tiga minggu Amanda berada di rumah sakit. Kaki kanannya sudah bisa berdiri tegak, tapi untuk berjalan Amanda masih harus dibantu dengan kruk (¹). Tangan kanannya juga mengalami kemajuan yang pesat. Amanda sudah bisa menggerakkan lengannya, tapi dia masih kesulitan mengerjakan aktivitas seperti menggenggam alat makan, mengancingkan baju apalagi menulis. Menurut Abi, Amanda perlu melakukan fisioterapi secara rutin.

Setelah kejadian seminggu yang lalu, Abi meminta bantuan psikiater untuk ikut merawat Amanda, menurut psikiater, Amanda mengalami depresi, setelah mendapatkan sesi terapi, Amanda menjadi lebih optimis dengan kesehatannya. Dia juga lebih rajin dan semangat, tentu saja perkembangannya menjadi lebih pesat.

Amanda menjulurkan tangannya dengan ragu, dokter Abi langsung memegang tangan Amanda dan membantunya untuk latihan berjalan. Mungkin sedikit gila, tapi Amanda selalu merasakan desiran tidak biasa di jantungnya setiap kali melihat senyuman atau saat dokter itu menyentuhnya. Amanda bingung rasa apa itu. Amanda memang menyadari kalau dokter itu mempunyai wajah cukup tampan, usianya mungkin pertengahan 30an, tapi dia masih terlihat seperti berusia di akhir 20 tahunan. Dokter ini juga selalu ramah dan perhatian, wajar kalau pria ini punya banyak penggemar tidak hanya pasien, karyawan dan perawat di rumah sakit juga banyak yang tergila-gila dengan dokter Abi.

"Bu? Bu Amanda?" panggil Abi dengan sopan. Dia heran mengapa pasiennya itu terlihat melamun.

"Oh, iya, " jawab Amanda. Dia memegang tangan Abi yang sudah terjulur sedari tadi dan mulai berjalan.

"Kita coba sekali lagi ya Bu Amanda" ucap Abi. Amanda mengangguk setuju. Mereka saat ini sedang latihan untuk berjalan. Walaupun tadi pagi Amanda sudah mendapatkan sesi terapi untuk latihan motorik, tapi Abi setiap sore saat mengunjungi untuk memeriksa Amanda, selalu mengecek sejauh mana perkembangan motorik Amanda.

"Motorik Ibu, sudah baik sekali, sepertinya besok atau lusa sudah boleh pulang" ucap Abi dengan wajah berseri-seri. Lelaki itu memamerkan senyuman manisnya. Dia selalu senang kalau hasil operasinya baik. Awalnya dia sudah khawatir karena perkembangan Amanda lebih terlambat dibanding pasiennya yang lain.

Amanda justru tidak merasa senang. Hal ini berarti dia akan kehilangan semua perhatian yang biasa dia dapatkan di rumah sakit setiap hari, dan yang lebih membuat Amanda sedih, berarti dia tidak bisa bertemu dokter Abi setiap hari.

"Bu?" panggil Abi, dia heran mengapa pasien wanitanya ini senang sekali melamun akhir-akhir ini. Dia juga heran dengan perubahan raut wajah Amanda yang justru terlihat tidak senang saat mendengar sebentar lagi akan pulang.

"Oh iya, terimakasih Dok" balas Amanda. Dia mengangguk pelan, lalu berjalan pelan menuju tempat tidur. Abi masih mengawasi disisi Amanda.

"Ok, saya permisi dulu kalau begitu." pamit Abi kepada Amanda saat pasiennya sudah duduk di tempat tidur kamar perawatan. Amanda hanya mengiyakan sambil tetap menatap Abi sampai dokter itu keluar dari kamar perawatannya.

Perawat yang mendampingi juga menangkap raut kesedihan dari wajah Amanda.

"Kenapa Bu? Apa ada yang sakit?" tanya perawat itu dengan ramah.

"Enggak" jawab Amanda, menggeleng.

"Kalau ada apa-apa, silakan panggil saya ya Bu, saya tinggal dulu" pamit perawat itu. Amanda mengiyakan lagi.

Amanda melihat sekelilingnya. Sudah berminggu-minggu dia berada di rumah sakit ini. Ada banyak rekan bisnisnya yang mengirimkan bunga, buah-buahan, kartu ucapan dan barang lainnya, tapi tidak satu orang pun yang benar-benar datang mengunjungi dirinya. Karyawannya pun, hanya Latissa yang hadir, itu juga karena sekretarisnya harus melaporkan urusan pekerjaan dan perkembangan proyek-proyek yang sedang berjalan. Sisanya, sepertinya mereka tidak ada yang perduli, atau mungkin saja mereka justru merasa senang karena tidak ada lagi bos yang kejam dan angkuh seperti dirinya di kantor. Amanda tertawa sendiri mengingat semua perlakuan dirinya kepada bawahannya. Dia memang sangat keterlaluan. Wajar saja kalau memang para karyawannya justru merayakan dirinya yang mengalami kecelakaan sampai lebih satu bulan harus berada di rumah sakit.

Dua hari ini Amanda menjalani perawatan dengan tidak semangat. Kalimat dokter Abi berputar dikepalanya. Kalau dirinya sudah perbaikan dan akan segera pulang.

"Ibu, hari ini boleh pulang" ucap dokter Abi. Dokter muda itu tersenyum puas melihat kemajuan pasiennya belakangan ini, walaupun dia masih merasa bingung, mengapa raut wajah pasiennya itu bukan terlihat bahagia, justru terlihat sedih. Biasanya semua pasiennya merasa kegirangan bila dia mengatakan boleh pulang, tapi Amanda justru tidak.

"Iya Dok," balas Amanda lesu.

"Oke, sampai ketemu saat kontrol minggu depan Bu Amanda" pamit Abi lagi. Amanda mengangguk.

"Yah, setidaknya minggu depan masih bisa bertemu dokter Abi," batin Amanda dalam hati. Abi pun pamit setelah selesai memeriksa Amanda.

Latissa dan Pak Salim menjeput Amanda beberapa jam kemudian.

"Ibu mau langsung pulang?" tanya Latissa dengan sopan. Amanda hanya mengangguk mengiyakan. Dia berpamitan kepada para perawat di ruangan VVIP yang sudah terlalu sering dia repotkan, sebelum pulang.

Amanda memasuki apartemen yang sudah lama dia tinggalkan. Latissa merawat apartemennya dengan baik. Amanda memang menitipkan apartemennya pada Latissa selama dia dirawat. Sekretarisnya itu memang sangat bisa diandalkan, tidak salah Amanda memberikan gaji dan bonus yang berbeda pada Latissa.

"Apa ada yang kurang Bu?" tanya Latissa. Amanda menggeleng.

"Pengharum udara sudah saya ganti, ada banyak bahan makanan di kulkas, tadi pagi sebelum saya berangkat menjeput Ibu saya sudah belanja, semua teh yang Ibu suka juga sudah tersedia di dapur" jelas Latissa. Amanda kembali mengiyakan.

"Pulanglah" ucap Amanda. Dia tahu Latissa pasti lelah sekali, wanita itu tidak hanya mengurusi masalah kantor, tapi juga mengurusi keperluan pribadi Amanda selama sakit dan dirawat. Latissa mengangkat kedua alisnya, setengah tidak percaya, biasanya atasannya itu sudah mengecek semua hasil kerjanya dan memprotes dirinya bila ada yang tidak sesuai.

"Ya Bu?" balas Latissa, khawatir pendengarannya salah.

"Pulanglah, saya mau istirahat" ulang Amanda lagi.

"Baik Bu, saya pamit, kabari saya kalau Ibu perlu sesuatu" balas Latissa, mengangguk dengan sopan sebelum pergi meninggalkan apartemen Amanda.

Amanda mengelilingi apartemennya, dia kembali merasa kesepian. Hari sudah menjelang malam. Amanda membuka pintu yang menuju ke balkon di apartemennya. Dia ingin menikmati suasana kota di malam hari yang sudah lama tidak Amanda temukan. Betapa terkejutnya Amanda saat menemukan balkon itu sudah disulap oleh Latissa menjadi sebuah taman bunga, tidak terlalu besar, tapi indah sekali, ada sebuah kursi taman kecil berwarna putih yang sudah disiapkan Latissa. Sekretarisnya itu berpikir untuk menyiapkan kejutan kecil untuk bosnya. Dia yakin Amanda pasti tidak akan keberatan. Satu bulan lebih mengurusi apartemen Amanda, Latissa menyadari kalau apartemen ini terlalu kaku dan membosankan, makanya dia membuatkan sebuah taman kecil di balkon, setidaknya sebagai penghibur hati Amanda yang masih dalam masa penyembuhan, Latissa mengerti kalau sebenarnya bos cantiknya ini adalah wanita yang kesepian. Amanda menikmati keindahan taman itu, dia mengitari dan meneliti semua bunga yang telah disusun didalam pot cantik. Setelah selesai, Amanda duduk di bangku taman. Tidak terasa hari sudah malam. Amanda beralih ke sudut balkon. Dia memandang lampu-lampu di bawah sana yang mulai memamerkan cahaya indahnya. Amanda larut dalam lamunannya sendiri, sampai tiba-tiba dia mendengar sesuatu.

"Bu Amanda?!" sebuah suara memanggil. Amanda tersentak, dia mendengar ada seseorang yang memanggil dirinya. Hampir tidak ada yang mengenal siapa dirinya di gedung apartemen tempat tinggalnya itu. Kebanyakkan penghuni disana adalah para penggila kerja yang pergi pagi dan pulang larut malam. Amanda memutar badannya mencari sumber suara. Amanda mengenal suara itu.

"Bu Amanda, di atas sini!" teriak suara itu lagi. Amanda mendongak sedikit, dia memegang penyangga lehernya, menoleh ke arah kiri dan mendapati ada dokter Abi disana. Senyuman khas dokter tampan itu merekah, begitu pula dengan senyuman Amanda. Dia seketika merasa sangat bahagia, sedikit tidak percaya dengan pemandangan yang ada dihadapannya. Raut sedih yang baru saja dia tunjukkan, dalam sekejap menghilang.

"Dokter Abi?" panggil Amanda, seakan masih tidak percaya dengan matanya sendiri.

"Ibu tinggal disini? Kalau begitu kita tetangga" balas Abi. Amanda tersenyum mendengar kalimat Abi. Baru saja hatinya sedih karena tidak akan bertemu dengan dokter kesayangannya sampai mingggu depan, ternyata, baru beberapa jam saja mereka berpisah, Amanda sudah mendengar dan melihat sosok indah itu lagi. Mereka bertemu lagi malam ini.

Ket:

Kruk : alat bantu untuk berjalan


AUTORENGEDANKEN
rizka_hami rizka_hami

selamat tengah malam

seperti biasa lagi ga bisa tidur, mendadak dpt wangsit ide, hehe..

mohon maaf kalau up aku selalu lelet kaya siput, tp aku akan berusaha buat selalu up untuk kaka2 reader tersayang.

kalau penasaran sama aku, silakan cek Ig @webnovel.id , nanti bakal ketemu aku disana

atau bisa follow Ig yang baru aku buat @rizkaadityahami

happy reading sayang2ku

Kapitel 11: Bertemu Lagi (2)

Abi masuk ke apartemen barunya. Badannya terasa penat usai melakukan dua operasi. Baru dua minggu dia menempati apartemen ini. Abi sengaja mengambil tempat disini karena tidak terlalu jauh dari rumah sakit keduanya. Selama dua minggu pula Abi sering menikmati kesendiriannya di balkon apartemennya. Salah satu daya tarik dari apartemen ini adalah balkon yang mempunyai pemandangan lampu kota yang cantik sekali. Itu juga alasan Abi membeli apartemen ini. Satu hal yang mengusik Abi adalah taman tetangga apartemennya yang cantik sekali. Sayang apartemen tetangganya itu seperti tidak dihuni oleh siapapun. Dia selalu melihat lampu apartemen itu tidak menyala, tapi tamannya tetap tertata rapi, Abi pikir pasti ada orang yang selalu menata taman itu walaupun si empunya apartemen tidak ada di tempat. Orang kaya memang hebat, pikir Abi dalam hati.

Malam ini berbeda, apartemen itu tampak lebih terang. Abi penasaran dia ingin melihat siapa tetangga apartemennya itu. Perlahan Abi keluar menuju balkonnya. Dia melirik ke arah kanan memperhatikan seorang wanita tengah duduk di bangku taman itu, tidak terlalu jelas, Abi tidak bisa melihat wajah wanita muda itu karena terhalang oleh silaunya lampu taman. Abi menggeser posisinya berdiri. Secara bersamaan, wanita itu pun berjalan menuju balkon. Betapa terkejutnya Abi saat dia mendapati wanita itu berjalan terpincang-pincang dengan menggunakan kruk, kepalanya pun masih disangga dengan sebuah alat penyangga leher. Bukan keadaan wanita itu yang membuat Abi terkejut, tapi wajahnya. Abi kenal wanita yang menjadi tetangganya itu. Itu Amanda, pasiennya yang baru saja dia pulangkan dari rumah sakit hari ini. Abi tidak langsung memanggil, dia memperhatikan dengan seksama pasiennya itu. Abi selalu menangkap rasa sedih dan kesepian setiap kali melihat wajah Amanda. Dia seperti berkaca pada cermin saat menatap kedua mata indah Amanda, seakan Abi bisa merasakan kalau Amanda sangat kesepian, banyak kesedihan dari sorot mata itu.

"Bu Amanda!" panggil Abi, akhirnya, setelah beberapa saat hanya menatap Amanda dalam diam. Gadis yang Abi panggil mulai merasa terganggu, dia mencari sumber arah suara tapi tidak berhasil menemukannya, badannya berbalik tapi dia belum menyadari kehadiran Abi.

"Bu Amanda, di atas sini!" teriak Abi lagi. Kali ini Amanda langsung menemukan suara yang mengusik dirinya.

"Dokter Abi?" ucap Amanda. Pupil matanya melebar, seakan hatinya tidak percaya akan apa yang dia lihat. Saat menyadari suara itu memang benar berasal dari Abi, senyuman Amanda merekah. Hatinya terasa dipenuhi taman bunga, mirip dengan taman cantik yang baru di apartemennya. Setiap kali Amanda bertemu, mendengar suara Abi atau bersentuhan dengan dokter bedah sarafnya itu, Amanda merasa perasaan aneh, seperti banyak kupu-kupu yang berterbangan di perutnya. Rasa yang belum pernah Amanda alami sebelumnya. Amanda tidak mengerti sama sekali.

"Ibu tinggal disini? Kalau begitu kita tetangga" lanjut Abi. Senyuman Amanda semakin merekah. Tetangga, berarti dia bisa melihat dokternya itu setiap hari, pekik Amanda dengan riang dalam hatinya. Tapi air mukanya tetap tenang, dia mengangguk sambil tersenyum.

"Dokter tinggal disini?" Amanda mencoba memberikan pertanyaan retoris demi memastikan dirinya kalau Abi memang benar tinggal satu lantai di atasnya. Dokter itu mengiyakan.

"Taman di sana" Abi tiba-tiba menunjuk taman baru di balkon Amanda.

"Ya?" balas Amanda tidak mengerti.

"Saya suka melihat taman Ibu" lanjut Abi. Amanda tersenyum senang. Seketika itu dia ingin menaikkan gaji Latissa. Kalau bukan karena Latissa terlalu berinisiatif untuk menyenangkan bosnya, tidak akan ada taman cantik ini. Balkon Amanda dulu hanya balkon membosankan dengan sebuah kursi besi berwarna hitam dan sebuah meja kecil yang Amanda taruh disana bila dia sedang menikmati pemandangan kota dimalam hari, sama sekali tidak cantik seperti sekarang. Latissa pantas menerima kenaikkan gaji atau bonus yang besar bulan depan, pikir Amanda.

"Tamannya cantik" ucap Abi lagi.

Amanda tersipu malu mendengarnya. Wajahnya terasa panas. Dia segera mengembalikan kesadarannya. Ya ampun Amanda, sadarlah. Dokter itu memuji tamannya, bagaimana bisa Amanda merasa dirinya yang dipuji, batin Amanda, memarahi dirinya sendiri. Untung saja hari sudah malam dan jarak mereka cukup jauh, sehingga Abi tidak menyadari wajah Amanda memerah karena tersipu malu. Tiba-tiba terlintas di kepala Amanda sedikit ide gila, entah darimana datangnya, apa dia mengundang dokter Abi untuk melihat taman barunya, atau sekalian mengajak dokter itu untuk makan malam, tapi Amanda mengurungkan niatnya, sepertinya terlalu cepat, batinnya. Dia tidak ingin terlihat terlalu bersemangat. Amanda merasa malu sendiri dengan apa yang dia rasakan.

"Terimakasih Dok" akhirnya balas Amanda. Hanya itu yang bisa dia katakan.

"Ah, Ibu pasti capek karena baru pulang, silakan istirahat Bu, saya masuk dulu" balas Abi. Dia mengangguk dengan sopan, lalu masuk ke dalam. Amanda belum sempat membalas kalimat Abi, tapi lelaki itu sudah masuk kembali ke dalam apartemennya. Amanda hanya bisa menatap punggung lebar yang semakin lama semakin menjauh dan akhirnya menghilang.

"Masih ada lain waktu Manda, jangan terburu-buru" ucap Amanda pada dirinya sendiri.

Didalam apartemen, tanpa sadar Abi tersenyum sendiri. Ini benar-benar pertemuan yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Satu bulan lebih merawat Amanda, membuat Abi punya perhatian khusus pada pasiennya itu. Selain karena kondisi luka Amanda cukup serius, Abi merasa gadis itu selalu kesepian. Abi tahu ini tidak benar, tapi dia sulit mengelak dirinya untuk tidak memperhatikan Amanda.


AUTORENGEDANKEN
rizka_hami rizka_hami

up baru, selanjutnya nanti yaa, aku cari ide dulu, hehe

jgn lupa follow Ig aku rizkaadityahami

selamat membaca

Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C10
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank 200+ Macht-Rangliste
    Stone 0 Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen

    tip Kommentar absatzweise anzeigen

    Die Absatzkommentarfunktion ist jetzt im Web! Bewegen Sie den Mauszeiger über einen beliebigen Absatz und klicken Sie auf das Symbol, um Ihren Kommentar hinzuzufügen.

    Außerdem können Sie es jederzeit in den Einstellungen aus- und einschalten.

    ICH HAB ES