App herunterladen
20% KALTER BOY / Chapter 2: Roti

Kapitel 2: Roti

Bel pulang sekolah berbunyi, Elda buru-buru merapikan buku-bukunya yang berserakan, hari ini dia harus bekerja kembali di toko roti, agar dia bisa membeli peralatan sekolah dan membeli makanan untuk makan malamnya.

"El, buru-buru amat?" tanya Vika, teman sebangkunya.

"Biasa Vik, gue mau kerja lagi."

"Ohh ... semangat ya El! Gue salut sama lo deh, otak encer, rajin lagi, gak kaya gue." Vika tertawa kecil.

"Jangan gitu dong Vik. Yaudah gue duluan ya, bye bye!"

"Iya El!"

Elda memakai tasnya secepat kilat, bibirnya tersenyum-senyum mengingat hari ini dia membawa makanan ringan pemberian dari Johan, ketiga adiknya pasti sangat senang.

Di parkiran, sepeda ontel butut miliknya terlihat paling pojok, mungkin teman sekolahnya yang memindahkan sepeda Elda sampai pojok. Elda tahu, dari sebanyak siswa dan siswi di sekolah elite ini, hanya dia yang memakai sepeda butut ke sekolah.

Dengan langkah kakinya yang semangat, Elda mengambil sepeda itu, sepeda yang sudah menemaninya selama tujuh tahun ini. Sepeda itu pemberian almarhum ayahnya. Dulu ... saat Elda kelas 1 SD sampai kelas 3, ayahnya yang mengantarkan Elda ke sekolah memakai sepeda itu. Dan kejadian naas menimpa sang ayah, ayahnya meninggal saat ia pergi bekerja, ayahnya tewas karena tertabrak oleh mobil yang mengebut kencang. Itu kejadian saat tiga tahun yang lalu.

Kejadian itu, polisi menutupi kasus tabrak lari, keluarga Elda tidak tahu pelaku tabrak lari itu siapa. Ibunya Elda juga sudah melaporkan ke polisi, tapi polisi tidak memberikan informasi apapun tentang kasus tabrak lari.

Elda mengusap sayang sepeda ontelnya, walaupun sudah berkarat, tapi dia tetap bersyukur, setidaknya dia masih bisa mempunyai kendaraan untuk ke sekolah, tidak perlu membeli bensin, ataupun mengeluarkan uang, dia hanya perlu tenaga untuk mengayuh sepeda.

Baru saja Elda akan mengayuh sepeda, motor besar berwarna merah mengebut di depannya. Jantung Elda berdetak kencang, pengendara motor merah itu membuatnya jantungan.

"Ihhhhh, nyebelin banget sih itu orang! Dia kira ini jalan raya apa, udah tahu masih area sekolah!" geram Elda. Dia sibuk mengatur ritme jantungnya.

"Eldaaaaa!" suara itu membuat Elda menoleh, kekesalannya bertambah melihat Rega mendekatinya.

"Apa lo?" tanya Elda sewot.

"Ihh, marah terus deh lo, mau gue anter pulang gak?"

"Gak perlu! Lo gak lihat apa gue bawa sepeda?" tanyanya kesal, tolong siapapun juga, bawa Rega saat ini.

"Ya kali aja lo mau gue anterin ke tempat kerja lo gitu El. Kan gue juga kasihan lihat lo bolak-balik kerja pake sepeda terus, gak capek apa?"

"Kaki gue kok yang ngayuh, udah ah gue duluan!"

"Yahhh, El! Elda!" teriak Rega memanggil.

________

Sampai di toko roti, Elda bersalaman pada Ibu Haji Mia, sepuluh box sudah disiapkan, Elda tinggal mengantar roti itu kepada pemesan.

"Assalamualaikum. Bu Haji." Elda menyalami Haji Mia dengan sopan. Bu Haji Mia tersenyum, usianya memang sudah tua, tapi bisnis yang ia jalankan sangat lancar, dia sudah punya dua puluh cabang roti di Jakarta. Roti juga dijual secara offline dan online, Bu Haji menerima Elda juga dikarenakan kasihan pada Elda yang waktu itu mencari kerja tapi tidak ada yang menerima.

"Wa'alaikumussalam, itu rotinya udah ibu siapin El, ini alamatnya." Bu Haji memberikan alamat pemesan roti.

"Baik Bu, Elda ganti baju dulu ya," ucap Elda yang dibalas anggukan oleh Bu Haji. Elda bergegas mengganti bajunya ke ruang ganti. Mbak Yuni yang bekerja sebagai pembuat roti melihat Elda.

"Udah pulang dek?"

"Udah mbak, Elda mau antar roti dulu ya."

"Iya El, jangan lupa ya kalo udah balik bantuin Mbak buat roti, kamu buat roti kemarin enak juga loh, apalagi selai yang kamu buat itu sekarang jadi banyak peminat!" Mbak Yuni menceritakan selai buatan Elda dengan senang.

"Alhamdulillah Mbak, nanti Elda buat lagi, kalo gitu Elda pamit ya Mbak. Wassalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Sepuluh box sudah Elda rapikan di belakang sepedanya, untung dia berbakat juga membuat wadah roti, wadah itu ia pakai saat mengantar roti saja, kalau ke sekolah ia copot wadahnya.

Elda berhenti di rumah mewah, dia mengambil tiga box roti di sepedanya. Dia bertanya pada satpam yang berjaga. "Assalamualaikum pak."

"Wa'alaikumussalam neng, roti ya?" tanya pak satpam yang bernama Domo.

"Iya pak, ini rotinya," ucap Elda tersenyum manis, lesung pipinya terlihat. Pak satpam memberikan uang tujuh puluh lima ribu padanya. Begitupun Elda, tangannya memberikan tiga box roti itu pada Pak satpam.

"Makasih ya pak, Elda pamit dulu, jangan lupa beli rotinya lagi." Elda nyengir lebar. Pak satpam itu terkekeh kecil.

"Siap neng, 'kan ada rasa terbaru dari roti Bu Haji Mia. Saya baru nyoba kemarin, ehh bener-bener enak tenan loh neng."

Elda tertawa senang. "Alhamdulillah pak, Elda pamit ya, wassalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam neng."

Sepeda kembali Elda kayuh, peluh membasahi keningnya, rupanya topi yang dipakai Elda tak bisa memberikan keteduhan di kepalanya itu, keringat terus saja bercucuran.

Di jalan raya, Elda menepikan sepedanya, dia melihat alamat itu di kertas, itu adalah kantor terbesar di Jakarta yang mempunyai omset penjualan sebesar 500 trilun dalam sebulan. Tidak heran, perusahaan itu menjual mobil terbaru yang sangat digemari para selebritis Indonesia. Itulah kenapa omset penjualannya melejit sampai 500 triliun.

Elda mengambil lima box roti, dari kertas yang memesan roti itu adalah sekertaris kantor. Jadi dia tidak memberikan roti itu pada satpam, Pak satpam yang menyuruhnya untuk ke lantai lima belas.

Kakinya berhenti di lobi kantor, para pekerja berlalu lalang, ini bukan pertama kalinya dia datang ke perusahaan di Jakarta. Dia sudah beberapa kali mengantarkan roti ke berbagai perusahaan, tapi perusahaan ini adalah perusahaan terbesar yang pertamakali ia pijak.

"Maaf mbak." Elda mendekat ke arah resepsionis yang tampak sibuk menelpon.

"Sebentar ya mbak," ucap resepsionis itu.

Elda mengangguk, sambil menunggu resepsionis itu menelpon, Elda melihat-lihat kantor ini dengan tatapan berbinar, apa dia akan bekerja di sini suatu hari nanti? Elda tidak tahu, bekerja di toko roti saja dia sudah bersyukur. Apalagi bekerja di perusahaan besar ini.

"Iya kenapa mbak? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Resepsionis membuat Elda mengalihkan pandangan.

"Saya mau tanya, kalo Ibu Rajendra ada?"

"Ada mbak, silahkan Mbak ke lantai lima belas, nanti ada ruangan CEO. Mbak masuk aja ke sana, nanti ada Ibu Rajendra."

"Makasih Mbak," ucap Elda memberikan senyum manisnya, resepsionis itu membalas Elda dengan senyuman.

Sampai di depan lift, Elda memencet tombol lift, lift itu berhenti di depannya, Elda langsung masuk ketika lift terbuka. Matanya melihat seorang laki-laki dengan seragam sekolah yang sama dengannya.

_______________

Uyu Nuraeni

IG: Nuraeniyu784


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C2
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen