App herunterladen
84.06% I don't know you, but I Married you / Chapter 438: Mengantri susu

Kapitel 438: Mengantri susu

Ara sedang mandi dikamar sementara Dariel diruangan tengah atasnya mengajak ngobrol ketiga anak-anaknya. Vivi dan Resa sudah pulang duluan tinggallah Deby yang ikut menunggu akibat jemputannya yang tak kunjung datang.

"Siapa yang jemput?" Tanya Dariel.

"Temen satu kos bang.."

"Emang kerjanya dimana?"

"Kerjanya di minimarket depan bang.."

"Oh Deket dong."

"Iya bang makannya suka bareng.."

"Davin...Davin...sini sayang jangan jauh-jauh ngerangkaknya.." Mata Dariel melihat kearah Davin yang terus menjauh dari perkumpulan kembaran yang lainnya.

"Dari mereka bertiga siapa yang paling lincah?" Tanya Dariel lagi.

"Ravin bang, paling lincah, paling aktif, paling-paling pokoknya."

"Iya si Abang jago ini.." Dariel membuat Ravin yang duduk menggerakkan tangannya riang.

"Kalo Karin sedikit manja..." Tambah Dariel seakan tahu karakter anaknya.

"Bang..Jumat nanti boleh saya kerja setengah hari?"

"Setengah hari?kenapa?"

"Anak katanya sakit, saya pingin kesana."

"Ya ampun. Ya udah...pulang aja. Kenapa ga dari pagi aja?"

"Saya nunggu dijemput sama paman."

"Ya udah ga papa nanti biar saya yang bilang sama Ara. Vivi sama Resa juga paling bisa kok ngehandle."

"Makasih bang. Senin saya udah masuk lagi kok."

"Kalo anaknya masih sakit jangan dipaksain. Senin ga masuk juga ga papa Deb.."

"Iya liat nanti bang.."

"Anaknya tuh perempuan atau laki-laki sih?"

"Perempuan bang.."

"Siapa namanya?"

"Hani..."

"Rasanya jauh dari anak pasti ga enak ya?"

"Ya...gitulah bang tapi harus gimana lagi."

"Saya cuman ninggalin Triplets 8 jam kepikiran terus apalagi ini berhari-hari, berminggu-minggu ga ketemu."

"Awalnya emang berat tapi kesini-kesini udah biasa bukan berarti ngelupain.."

"Iyalah, ga ada orang tua lupa anaknya kecuali....orang tuanya jahat." Dariel sedikit mengingat tentang dirinya yang justru diawal-awal sangat dibenci oleh keluarganya.

"Iya, kadang ga habis pikir sama orang yang buang bayinya gara-gara MBA. Dulu meskipun saya salah ga ada sedikitpun niat buat gugurin kandungannya."

"Ya janganlah, udah dosa tambah dosa lagi. Ngomong-ngomong dulu kenal Ara ga dikampus?"

"Siapa sih yang ga kenal kak Ara?satu kampus juga pasti tahu."

"Saking terkenalnya?"

"Awal terkenalnya gara-gara pacaran sama ketua BEM bang. Banyak yang bilang couple goals dulu."

"Siapa namanya?"

"Chiko.."

"Baru denger tuh Abang..."

"Jadi mereka pacaran setelah masa ospek selesai. Cinlok ceritanya."

"Kok kamu tahu?kan kamu belum masuk."

"Diceritain aja sama kakak tingkat yang lain."

"Ara playgirls ya?mantannya banyak. saya tahu dari adiknya Kay."

"Lumayan sih kak cuman yang paling bikin heboh ya...sama David."

"Oh...itu sih dia kurang ajar."

"Abang tahu ceritanya?"

"Tahu. Ara yang cerita."

"Sampe diomelin sama pak Kenan waktu wisuda kak Ara."

"Jelaslah ga mungkin Daddy diem kalo udah menyangkut Ara. Hm...kamu ga ada niat cari pasangan?"

"Ah...itu nanti aja deh bang. Mending kerja dulu yang bener, nafkahin anak."

"Kalo ada pasangankan juga bisa nafkahin anak."

"Gimana pun saya janda namanya bang. Kalo nyari pasangan sekarang ga sebebas dulu, harus yang bisa nerima anak juga."

"Iya sih, justru itu yang jadi tantangannya. Nerima anak yang bukan anak kandung kita. Hati-hati deh Deb." Dariel jadi ingat dirinya lagi, Karena dia bukan anak kandung ayahnya dulu dia jadi tersiksa tinggal satu rumah bersama mereka.

"Iya bang, Abang dulunya pasti banyak yang suka ya?atau jangan-jangan mantannya banyak kaya kak Ara?."

"Mana ada. Saya tuh ga pernah pacaran. Pacar pertama saya ya Ara, nikah pun langsung sama dia."

"Wah masa sih?"

"Serius. Saya juga dulu hidupnya sedikit keras jadi ga ada waktu buat mikirin pacaran. Paling kerja, kerja, kerja."

"Tapikan hasilnya jadi kaya sekarang bang."

"Alhamdulillah ketemu sama orang-orang yang baik."

"Kak Ara sama Abang juga orang baik."

"Makasih, kita juga kadang ada salahnya."

"Loh Deb masih disini?" Ara keluar kamarnya dengan handuk diatas kepala. Dia baru saja selesai keramas.

"Iya kak nunggu jemputan."

"Oh...Resa sama Vivi?"

"Udah pulang kak."

"Dari kemarin dibilangin jangan manggil kak. Panggil Ara."

"Habis ga enak.."

"Ga papa. Tenang aja kali.." Ara meraih Davin mencium pipi gembulnya dengan gemas membuat anaknya sedikit meronta karena rasa dingin yang menjalar di area pipinya.

"Temennya udah di depan. Saya pamit pulang ya."

"Ya Deb hati-hati.."

"Abang anter ke depan dulu ya sekalian kunci pintu yang.." Dariel berdiri dan mengantar Deby turun kebawah. Karin ikut bersamanya. Dia benar-benar anak papi.

"Kalo naik motor hati-hati, pake Jaket supaya ga dingin." Dariel perhatian sementara Deby hanya senyum-senyum.

"Iya bang, saya pamit."

"Iya hati-hati.." Dariel langsung menutup pintunya sesudah melihat Deby berlalu pergi dari kediamannya.

"Belum ngantuk sayang?mau makan ga?ngambil cemilan yuk..." Dariel mencoba mencari sesuatu yang bisa dimakan didapur. Dia melihat ada keripik singkong yang terlihat enak.

"Ini aja ya.." Dariel memegangi toples cemilan di satu tangannya yang lain.

"Bawa apa bang?"

"Cemilan sayang.."

"Nih ada diatas meja.."

"Eh tahu gitu ga dibawa.."

"Ya udah ga papa taro aja disitu."

"Ravin...sini sayang sama mami..." Ara memanggil anaknya. Ravin yang duduk dipangkuan Ara malah menyusur ke dada ibunya seperti mencari-cari sesuatu.

"Mau apa?" Tanya Ara pada anaknya yang tak mau diam. Sepertinya dia berusaha membuka baju Ara.

"Mau mimi ya?miminya sekarangkan di dot sayang..."

"Kasih aja yang..." Dariel tak tega melihat Ravin.

"Davin sama papi dulu sana, main sama Karin.." Ara membuat Davin menoleh kearahnya sementara Ravin mulai mengemut puting ibunya. Bukannya merangkak ke arah Dariel, Davin justru pergi kearah Ara. Dia kini seakan menganggu Ravin.

"Eh..eh sayang, Ravin-nya minum dulu." Ara memegangi Davin yang ingin naik ke badan Ravin. Dia sepertinya juga ingin disusui Ara.

"Bang...ini Davin bang..." Ara meminta bantuan pada Dariel yang tengah asyik makan cemilan bersama Karin. Mata mereka hanya melihat tayangan kartun di tv.

"Davin....kenapa sih?berebut ya?Sini papi kasih makanan aja.." Dariel menggeser duduknya dekat dengan Ara. Dengan satu tangan dia meraih Davin untuk duduk dipangkuannya sama seperti Karinalu Dariel memberikan cemilan khusus bayi yang mungil-mungil.

"Ravin dulu disusuin oke?nanti Davin. Ngantri dong..." Dariel mengajak ngobrol anaknya.

"Eh senyum dia bang.."

"Ngerti nih Davin...." Dariel gemas mencium kepala anaknya. Entah sihir apa tapi Karin dan Davin kini duduk bersandar di dada ayahnya sambil menonton padahal mungkin bahasa di tv saja mereka belum mengerti.

"Kita harus budayakan mengantri, Udah Ravin selesai, Karin dulu ya minta susu, udah Karin baru Davin, udah Davin giliran Papi, kalian boba yang nyenyak..." Canda Dariel yang langsung disambut tawa kecil oleh Ara.

"Apa sih ikut-ikutan aja papinya.." Protes Ara. Dariel hanya tersenyum saja dengan wajah inginnya.

***To Be Continue


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C438
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen