Empat mobil kini berjejer terparkir di depan rumah berpagar hitam. Kenan keluar dari mobilnya bersama Jesica. Dia memandangi sekeliling lingkungan itu. Beberapa orang yang ada diluar rumah sempat mengalihkan pandangan mereka pada keluarga Kenan. Hari ini Kenan pun sengaja membawa Triplets. Dia pikir ibu Dariel harus tahu cucunya. Kenan tak lupa membawa orang kepercayaannya Reno bersama Erik. Kenan akan membutuhkan bantuan mereka. Kenan tak peduli jika sampai pak RT datang dan mengusir mereka darisana, yang jelas dia akan merasakan akibatnya jika sampai hal itu terjadi. Dariel menekan tombol rumah itu dan tak lama Nayla muncul membukakan pagar.
"Masuk pak.." Nayla dengan tatapan sedikit ngeri. Mereka berjalan masuk. Pintu depan rumah sudah terbuka.
"Nay..bawa mommy, Ara, Tante Vani sama kamu ya. Mereka bawa anak-anak soalnya." Perintah Dariel.
"Iya kak.." Nayla menurut. Semua wanita itu kini masuk lewat jalan belakang menuju kamarnya sementara yang lainnya masuk lewat pintu depan. Jian terlihat terkejut dengan kedatang mereka.
"Kalian disini aja dulu."
"Siap bos.." Ucap Erik mematuhi perintah Kenan. Kini Reno dan Erik berdiri di depan pintu. Kenan dan yang lainnya masuk dan tanpa basa-basi Kenan duduk tanpa perlu menunggu Jian berbicara.
"Panggil ayah kamu." Kenan langsung menantang meskipun baru bertemu Jian toh Kenan sudah tahu kok wajahnya. Belum juga Jian pergi sosok Pria dengan kulit hitam itu datang. Jantung Dariel berdegup kencang. Ingatannya kembali ke masa dimana ada bapaknya itu berteriak dan menyuruh-nyuruhnya. Pria bernama ikhsan itupun duduk dengan menantang dan menatap tajam ke arah Kenan, pak Stefan terutama Dariel.
"Udah dewasa sekarang kamu." Ikhsan seolah memberikan sapaan pada Dariel.
"Udah ga usah basa-basi pak. Kita kesini mau selesain urusan kita."
"Urusan saya sama Dariel bukan sama bapak-bapak." Ikhsan tak terima dengan tamu-tamu yang secara mendadak hadir dirumahnya.
"Dariel anak saya, apapun yang terjadi sama anak saya, saya harus tahu." Pak Stefan langsung bernada tinggi.
"Oh jadi Dariel dipungut bapak?hebat juga Riel milih orang tuanya." Ikhsan menyeringai.
"Jangan asal ngomong ya?!!" Pak Stefan terpancing. Dariel menenangkannya.
"Langsung aja deh Riel, saya ga mau ada keributan. Uangnya mana." Ikhsan tanpa malu menagih uang yang dimintanya melalui Jian.
"Ada disaya pak tenang.." Kenan mulai bersuara. Dia lalu mengeluarkan sesuatu dalam sakunya.
"Nih pak saya kasih cek kosong silahkan tulis berapa yang bapak mau." Kenan menyodorkan kertas itu. Ikhsan diam.
"Oh iya lupa, ga punya pulpennya ya.." Kenan mendorong lagi sebuah bolpoint. Ikhsan masih diam.
"Ayo tulis, katanya mau minta uang." Pak Stefan gemas. Dia menggebrak meja sebentar.
"Pak..sabar pak.." Dariel menenangkan.
"Tulis aja berapapun, 100jta, 500jta, 1M, 1 Triliun pun tulis aja. Kalo engga kamu Jian. Tulisin coba kali aja ayah kamu lupa." Kenan dengan santai meminta Jian yang menulis. Kini Ikhsan mulai meraih pulpennya. Dia menulis angka disana mungkin salah satu angka yang disebutkan Kenan kini tercetak disana. Setelah selesai Ikhsan meletakkan lagi bulpointnya. Kenan mengambil Ceknya. Menaikkan alisnya. Ekspresinya benar-benar seperti orang tak percaya.
"3M, yakin pak?apa ga kekecilan?ga mau ditambah?" Kenan malah menawarkan. Ikhsan terbungkam tepatnya berpikir.
"Jadi ini biaya hidup Dariel selama 14 tahun bersama bapak?tidur di gudang bocor, makan nasi garam, baju seadanya, sepatu berlubang 3M?" Pak Stefan mengingatkan kekejaman ikhsan. Dia tersenyum jahat. Orang itu benar-benar tak tahu malu.
"Percepat aja ga usah bahas-bahas." Ikhsan menunggu Kenan menandatangi Ceknya.
"Nih ambil." Kenan tanpa ragu memberikannya. Ikhsan jelas langsung mengambilnya sementara Jian tersenyum.
"Orang yang mungut Dariel ini namanya pak Stefan pak ikhsan yang terhomat. Dia sudah menjaga, merawat Dariel hampir 20 tahun tapi ga pernah sedikitpun pak Stefan ini meminta kembali pemberiannya pada Dariel. 20 tahun pak, bayangkan selama itu bapak sendiri baru merawat Dariel 14 tahun. Mungkin kalo diuangkan akan lebih dari 3M."
"Urusan kita sudah selesai silahkan pulang." Ikhsan tak peduli dengan ucapan Kenan.
"Betul pak. Urusan bapak dengan Dariel sudah selesai tapi pak Stefan punya urusan dengan bapak."
"Maksud bapak apa?"
"Saya mau minta ganti rugi." Pak Stefan dengan tegas mengatakan hal yang sama pada orang itu.
"Ganti rugi?" Ikhsan dibuat tak percaya.
"Selama 14 tahun anak saya bapak siksa. Saya minta ganti rugi atas setiap luka yang dialami anak saya. Bapak pikir siapa yang membuat punggung anak saya terluka?bapak pikir siapa yang membuat anak saya sakit secara psikis saat itu?berapa banyak biaya pengobatan yang harus saya keluarkan?"
"Cerita dari mana itu?Bapak ga punya bukti apapun."
"Kita punya bukti fisik."
"Hal itu udah terjadi lama, orang-orang ga akan percaya."
"Memang pak orang-orang ga akan percaya soal itu, tapi mereka percaya soal ini." Kenan melempar semua dokumen yang dia bawa sejak tadi dihadapan ikhsan.
"Punya proyek tapi bangkrut, ambil proyek pemerintah tapi malah korupsi, dipake main judi sama main wanita muda, Judi kalah gali lobang tutup lobang, anaknya udah nganggur punya pinjaman online. Gimana ga pusing ya pak?makannya keinget Dariel." Kenan seolah hafal dengan semua kasus yang menimpa ikhsan. Rupanya pria itu terlilit hutang. Ikhsan melemas melihat dokumen itu.
"Oh iya saya lupa belum ngenalin diri ya pak. Saya Kenan Seazon. Anak dari pemilik Seazon Company yang merupakan perusahaan terbesar di Indonesia. Perusahaan saya menjadi salah satu perusahaan yang mendanai proyek-proyek bapak, bahkan proyek besar dimanapun." Ucap Kenan dengan sombong.
"Saya juga denger ada yang ngancam-ngancam nyebar-nyebar berita keluarga saya ke media. Media mana yang kamu maksud Jian?media adalah sahabat dekat Seazon." Kenan menatap tajam Jian dengan senyuman menyeringai puas. Ikhsan menelan ludahnya sendiri, Jian mulai bergetar ketakutan sementara pak Stefan tersenyum begitu puas. Dariel tak percaya jika mertuanya itu punya kartu As yang membuat ayah tirinya itu tak berkutik sedikitpun.
"Bagi saya gampang pak. Hitungan detik saya bisa langsung sebar data itu. Tinggal pilih mau ganti rugi atau saya sebar." Kenan tak berhenti berbicara. Dia benar-benar menunggu jawaban dari Ikhsan. Wajahnya terlihat pucat dan berkeringat.
"Lain kali pak kalo mau ngancem orang liat juga siapa orang yang terlibat didalamnya. Saya ga suka ketenangan keluarga saya diganggu sama orang yang ga penting seperti kalian berdua." Kenan sambil menunjuk kearah mereka.
"Ayo bayar!!" Pak Stefan menggebrak meja. Dia memberikan geretakan kuat.
"Pak...saya ga bermaksud menganggu Keluarga bapak." Ikhsan dengan nada melemah padahal sebelumnya dia begitu angkuh. Kenan tertawa kecil meledek.
***To be continue