Dariel menurunkan kaosnya lalu menyisir rambutnya dengan rapi. Tidak lupa dia memakai wewangian agar Ara yakin dia sudah wanita. Selesai bersolek dia keluar dari kamarnya dan melihat Ara sedang berbaring sambil menonton tv.
"Belum masak sayang?"
"Bentar lagi, Abang udah lapar ya?" Ara segera bangkit dan memandang Dariel yang masih berdiri disana.
"Engga juga, biasanya kamu udah masak aja.."
"Kita pesen online aja ya, aku cape.."
"Ya udah mau pesen apa?"
"Pingin pizza sama ramen udon bang..."
"Coba Abang nyari dulu..." Dariel segera meraih handphonenya dan membuka aplikasi online sementara Ara langsung merapat kepadanya untuk melihat menu-menu yang tersedia.
"Rasanya baru kemarin ada yang bilang lagi seneng masak.." Sindir Dariel membuat istrinya senyum-senyum.
"Masak itu ternyata cape.."
"Nih pilih dulu mau yang mana udonnya.." Dariel memberikan Handphonenya. Kini tangan lentik Ara memilih menu makanan yang diinginkannya setelahnya giliran Dariel memilih.
"Wangi banget nih, aku paling suka cowok yang wangi..." Ara mencium Dariel.
"Iyalah makannya bawel kalo udah ngapain-ngapain ga mandi.."
"Itu tuh buat kebersihan juga bang..."
"Sekarang pilih pizzanya mau yang mana sayang?" Dariel melakukan pesanan keduanya. Ara memilih lagi. Dia benar-benar kalap hari ini.
"Kita tunggu deh pesanannya, paling Pak Nana yang nerima nanti."
"Udah packing belum buat lusa pergi?"
"Belum, biasanya juga kamu yang packingin sayang.."
"Jadi nungguin aku?"
"Nanti Abang bantuin sayang..." Dariel meralat sebelum Ara mengomel. Istrinya itu kembali fokus dengan tayangan tv-nya.
"Sayang..." Dariel meraih tangan Ara.
"Apa?"
"Abang mau jujur tapi kamu jangan langsung emosi."
"Emosi?kenapa emang?" Seketika Ara langsung menatap Dariel.
"Belum juga bilang udah nge gas.."
"Kenapa?"
"Ini liat..." Dariel menujukkan tangannya. Awalnya Ara bingung apa yang dimaksud Dariel sampai terlihat ada bekas lingkaran disana.
"Kemana?"
"Maaf sayang, kayanya hilang. Abang ga sengaja, abang ga niat hilangin sayang..."
"Apa?!!hilang?kok bisa?"
"Abang lupa waktu itu dilepas terus disimpen dimana tapi kayanya dirumah.."
"Cincin nikah kok dilepas-lepas biar apa?"
"Waktu itu ga enak aja lagian dirumah bukan di luar. Maaf sayang.." Dariel terus meminta maaf karena melihat kekesalan diwajah istrinya.
"Itukan benda penting bang, bukan masalah kecil atau besar apalagi mahal atau engganya. Masa benda yang biasanya nempel aja ga bisa dijaga."
"Iya Abang salah.."
"Ampun deh, gimana Abang aja mau gimana."
"Maaf sayang, Abang udah usaha cari-cari kok keseluruh tempat dirumah tapi emang belum ketemu. Mending...daripada marah bantuin Abang nyari yuk kali aja kalo sama kamu ketemu." Dariel meminta bantuan tapi Ara masih diam.
"Maaf ya sayang.." Dariel menciumi terus keduanya tangan Ara seakan membujuknya. Dia benar-benar kesal kenapa benda penting itu bisa sampai hilang. Itukan berarti.
"Ya udah ayo cari.." Ara langsung berdiri.
"Makasih.." Dariel mengecup pipi Ara sebentar.
"Kayanya sih dibawah sayang, beberapa bagian masih belum keperiksa.." Dariel berjalan menuju lantai pertama rumahnya. Disana hanya ada ruang tamu, dapur kotor, kamar mandi, westafel, dan semak-semak dihalaman belakang. Mereka memulai pencarian sambil menunggu pesanan mereka datang. Ara mengikat rambutnya. Dia benar-benar berusaha keras mencari benda kecil itu. Dia tak sampai hati jika cincin itu hilang dan Dariel membeli yang baru. Dia tak mau. Matanya disipit-sipitkan seolah menelusur ke daerah terpencil.
****
Makanan sudah datang dari setengah jam lalu tapi cincin belum ditemukan. Dariel sudah mengatakan agar Ara beristirahat sambil makan sebelum makanan itu menjadi dingin tapi sepertinya dia masih asyik menelusuri setiap sudut rumahnya. Katanya biar sekalian cape. Ara kini berpindah kehalaman belakang dia menyusuri area-area disana termasuk semak belukar namun tak ada juga. Dia sungguh lelah. Kini menyerah, dia duduk di teras halaman belakangnya. sepertinya cincin itu benar-benar hilang.
"Makan dulu aja yuk..." Dariel menghampiri Ara dan ikut duduk disampingnya.
"Jangan-jangan pertanda lagi bang..."
"Pertanda apa sih sayang?ga ada apa-apa."
"Terus gimana ini?aku ga ridho ih..." Ara terlihat masih kesal bahkan dia sekarang menggerakan kedua kakinya merengek seperti anak kecil.
"Udah dicari sama kamu juga ga ketemu, Abang minta maaf..."
"Ga tahu ah.." Ara dengan kesal masuk kedalam. Dia mencuci tangannya dikamar mandi area dapurnya. Saat hendak mengambil air dengan gayung matanya tertuju pada benda berkilauan dibawah bak mandi tepatnya dipaling bawah. Ara langsung menenggelamkan lengannya untuk menggapai cincin itu. Akhirnya....Kenapa sih mesti jatuh kesini?Ara langsung menyimpannya tapi tak memberitahu Dariel. Dia ingin mengetahui bagaimana respon Dariel setelah dirinya kesal. Kini dia keluar lagi dan melihat Dariel duduk termenung bingung di meja makannya bahkan makanan yang mereka beli masih terbungkus rapi.
"Udah ga usah dipikirin..."
"Ga dipikirin gimana kamunya kesel." Jawab Dariel sambil memijat-mijat kepalanya sendiri. Perkara cincin saja sampai serunyam ini. Kini Ara mendekat berdiri tepat dihadapan Dariel. Dia mengusap rambut Dariel pelan.
"Makannya Abang jangan teledor dong, bendanya kan kecil banget mana bisa keliatan kalo ga jeli-jeli amat."
"Iya Abang teledor. Maaf..."
"Ga ngasih tahu aku lagi, coba kalo dari asalkan bisa langsung dicari."
"Abang pikir bakal ketemu lagian tahu deh kamu bakalan ngamuk kaya gini."
"Terus takut?"
"Bukan takut tapi Abang ga enak. Auto ga jadi nanti ke Bali."
"Apa mau beli yang baru?coba liat tangannya."
"Kalo Abang beli kamu juga beli." Dariel mengangkat tangannya.
"Ga usahlah ya, udah ketemu.." Ara lalu memasangkan cincin pernikahan mereka dijemari Dariel membuat suaminya terkejut.
"Kamu..."
"Ada tuh di bak mandi kayanya beberapa hari ini cincinya berenang."
"Makasih sayang, maaf..."
"Iya udah dimaafin."
"Ga akan Abang lepas lagi."
"Aku ga ngerti bisa sampe jatuh kesitu.."
"Oh..Abang inget. Abang habis benerin tanaman mau bersih-bersih cincinnya dibuka karena ada tanah basah nempel, kayanya kelupaan deh udahnya."
"Aku ga mau denger ini hilang lagi."
"Iya engga, dijagain."
"Ya udah aku mau mandi dulu.."
"Ga akan makan dulu?"
"Ga enak makan keringetin gini.."
"Seksi tahu..."
"Apa sih?" Ara senyum-senyum.
"Cewek keringetan itu seksi apalagi diiket gini.." Dariel berdiri dan menyentuh kuncir rambut Ara.
"Ih banyak kuman, udah ah aku mandi.."
"Iya sayang.." Dariel yang setelah selesai berbicara langsung mencium istrinya. Ara tak menolak dia hanya mengikuti saja pergerakan bibir Dariel.
"Kamu mandi, Abang panasin kuah sama pizzanya.."
"Aku yang jadi panas sekarang.." Ara menarik pelan kaos Dariel.
"Udah-udah, mandi sana.."
"Bang...kayanya aku jadi mau adopsi anak."
"Yakin sayang?"
"Iya, gimana?"
"Ya udah ayo, nanti kita cari yayasannya. Nanti juga biasanya ada uji kalo kita layak ga jadi orang tua."
"Iya, aku udah siap.."
"Oke. Ayo kita lakuin."
"Kita bilang dulu sama bapak sama Daddy.."
"Iya sayang..."
"Makasih..." Ara memeluk Dariel lagi kali ini.
***To Be Continue