App herunterladen
6.87% An Ice Cube Man / Chapter 13: BAB 13

Kapitel 13: BAB 13

Banyu Aron, ya itu adalah namaku. Aku paling malas dengan nama belakngku, Wicaksono. Hal itu selalu mengingatkan aku pada bajingan itu. Agung Wicaksono, sampai sekarang aku masih membenci sekali nama itu.

Rasa benciku selama ini padanya tidak pernah berubah walaupun Mama dan dia sekarang sudah seperti pasangan normal. Butuh waktu yang lama untuk mereka agar bisa saling mencintai. Selamnini kami seperti bukan keluarga yang sebenarnya.

Aku dibeserkan di tengah fake family. Kenapa harus di sebut fake, karena setiap kali kita keluar untuk urusan bisnis harus menjaga keharmonisan dan martabat keluarga. Harus menjadi keluarga yang utuh dan baik baik saja. Kami juga harus bisa menjaga rahasia kebusukan pria keparat itu. Tapi ketika di rumah pria tak tahu diri itu justru asik bermesraan dengan istrinya yang lain.

Selama ini aku menghindari yang namanya menikah. Aku tidak ingin menikah dengan siapa pun. Kalau pun cinta ya udah cinta aja, ga perlu menikah. Pernikahan hanya membebankan urusan masing masing. Pernikahan hanya menyusahkan satu sama lain.

Menurutku pernikahan akan menyakiti salah satu pasangan. Aku tidak ingin nasibku atau nasib pasanganku seperti Mama. Selain itu menikah hanya membuat kita semakin tertekan dan terpaksa terikat. Aku memang orang yang tidak suka terikat. Tapi prinsipku harus patah karena Mama.

Mama memanglah orang yang paling aku cintai di dunia ini. Selain Mama, ada eyang eyangku yang pasti lebih penting dari Agung Wicaksono. Aku paling tidak bisa membantah titah atau perintah Mama. Saat Mama memintaku untuk menikahi gadis pilihannya aku hanya bisa mengiyakan saja. Aku tidak bisa menyakiti Mama.

Duaniaku rasanya runtuh jika Mama sedih.

Di dunia ini yang aku benci adalah ayahku dan pekerjaannya. Aku sangat benci orang yang selama ini menyakiti Mama dan dunia entertain. Entah sudah berapa tahun lamanya aku tidak berkomunikasi dengan dia. Bahkan aku terpaksa bertahan di rumah ini karena permintaan Mama.

Saat usiaku sembilan tahun dia membawa pulang seorang anak laki laki yang bernama Evano.

"Banyu, ini Evano. Dia adalah adikmu. Dia berumur delapan tahun. Kamu harus jadi kakak yang baik untuk dia." Itu adalah ucapan pria brengsek saat memperkenalkan aku pada yang katanya adikku.

"Adik? Tapi Mama tidak pernah cerita kalau aku punya adik? Kenapa dia tidak tinggal di rumah ini dari dulu?" Aku masih bingung dengan kedatangan adik yang tiba tiba ini.

"Banyu, Evano ini punya ibu sendiri. Namanya Mami Elina." Papa malah semakin membuatku bingung.

"Lalu kenapa dia jadi adikku? Kenapa dia tidak tinggal bersama orang tuanya?"

"Banyu, Evano ini juga anak Papa. Yang penting Banyu harus jadi kakak yang baik. Nanti kalau Banyu sudah besar pasti paham."

"Tapi Pa..."

"Banyu! Jangan bertanya lagi. Papa pusing sekarang. Kamu harus jagain Evano. Kamu sekarang seorang kakak. Kamu harus jaga adikmu." Ucapan itu selalu membekas dalam benakku.

"Evano, kamu main ini. Aku mau ambil mainan yang lain." Aku ingin sekali berbagi dengan dia.

"Ga mau. Mainan ini udah jelek. Kakak Banyu ambilin aku mainan yang lain."

"Iya. Kamu tunggu di sini dulu. Aku ambil di kamar dulu. Kamu jangan kemana mana. Duduk diam disini." Aku segera meninggalkannya yang duduk di ruang tamu sendirian.

Dari pertama bertemu dengan Evan aku berusaha untuk menjadi kakak yang baik. Karena sudah lama aku menginginkan seorang adik. Dan tiba tiba saja adik itu datang langsung. Aku hanya melakukan sesuai perintah Papa.

"Kalau kamu sampai laporan ke ibu soal kedatangan Evano, aku ga segan segan buat menceraikan kamu dan Banyu harus ikut aku." Kalimat itu dulu pernah aku dengar tanpa sengaja saat aku melewati kamar Mama.

"Pa, Ma! Apa aku dan Evano boleh makan ice cream?" Hanya itu dulu cara yang aku tahu untuk menenangkan pertengkaran mereka.

Aku memang tidak suka melihat Papa yang selalu berteriak ke arah Mama. Aku juga tidak suka melihat Mama menangis saat itu. Aku belum berani melawan Papa saat itu. Karena aku adalah anak yang baik. Aku haru selalu menjadi baik.

"Banyu, tapi kamu harus janji untuk tidak cerita apa pun pada Eyang tentang Evano." Mama mengatakannya dengan menatapku penuh ketakutan.

"Iya Ma. Aku janji. Apa Evano akan tinggal di sini selamanya?"

"Iya. Mami Elina juga akan tinggal bersama kita." Jawab Papa saat mendengar pertanyaanku. Dia juga segera pergi meninggalkan kami setelah mengatakan itu.

Hal itu berhasil meloloskan air mata Mama. Setelah ucapan itu Mama malah memelukku dengan erat seperti takut untuk melepaskan aku. Saat itu aku juga belum memahami situasi dan kondisinya. Yang aku tahu Mama sedih, Mama menangis karena Papa memarihinya.

"Mama kenapa nangis? Bukannya rumah ini akan semakin ramai kalau Evano dan Mamainya pindah ke sini?" Tanyaku polos saat itu.

"Iya nak, kamu harus kuat ya. Kamu harus jadi anak dan kakak yang baik. Mama sayang sama Banyu. Banyu jangan sampai lupa sama Mama kalau mereka ajak Banyu jalan jalan." Ucap Mama masih terus menangis.

"hiks...Mama jangan nangis. Aku ga lupa sama Mama. Kita harus jalan jalan bareng kaya biasanya. Apa Mama mau pergi ninggalin Aku?" Rasanya berat sekali melihat Mama menangis.

Saat itu rasanya dadaku sesak seperti terhimpit benda yang berat. Aku semakin memeluk Mama dengan kuat. Baru kali itu rasanya aku takut jika tidak bisa melihat Mama lagi. Aku belum memahami apa yang sebenarnya terjadi.

"Mama ga kemana mana sayang. Mama akan terus sama Banyu di rumah ini. Banyu itu anak Mama. Jadi Mama ga akan ninggalin Banyu. Aku hanya mengangguki ucapan Mama.

Aku tahu Mama sangat menyayangiku. Karena Mama akan melakukan apa pun untuk membuatku bahagia dan menjadi anak yang baik.

"Ma, Mama jangan nangis lagi. Aku janji aku akan jadi anak yang baik. Aku akan jadi yang terbaik. Mama sama Papa jangan berantem lagi ya." Ucapan polosku itu malah berhasil membuatnya semakin menangis sesenggukan.

***

Makan malam hari ini semakin parah rasanya. Apa lagi Mama tidak juga datang dan duduk di sebelahku seperti biasanya. Papa juga belum juga pulang. Hanya ada aku dan Evano sekarang.

Evano masih setia duduk di sebelahku. Dia juga sama sepertiku, mulai bosan menunggu.

"Banyu, ini Mami Elina." Papa memperkenalkan seorang perempuan cantik dan tinggi saat makan malam yang terlambat.

Sejujurnya aku masih belum mengerti tentang keadaan ini. Yang aku tahu semua teman temanku hanya memiliki satu ayah dan satu ibu. Lalu kenapa ada dua ibu di kehidupanku? Atau malah ada ibu lagi?

"Banyu, Mami Elina ini seorang model lo. Srlain itu Mami Elina akan segera main film juga. Hebat bukan?" Tanya Pria brengsek itu saat membanggakan wanita murahan di depanku.

Rasanya aku memiliki rasa benci yang tiba tiba muncul. Tapi aku tidak bisa mengatakannya. Jika aku bilang tidak suka dengan Mami Elina sekarang, bisa bisa Papa akan memarahiku atau Mama. Aku tidak mau melihat Papa terus membentak Mama.

"Hi Banyu! Nama Mami, Elina Lituhayu. Kamu suka coklat?" Suaranya lembut tapi aku masih membencinya.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C13
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen