App herunterladen
12.04% VOLDER / Chapter 50: Chapter 50 -Special Chapter-

Kapitel 50: Chapter 50 -Special Chapter-

(Nicholas Shaw - POV)

Tubuhku sudah bergerak sebelum aku menyadarinya, kedua taringku memanjang dan tanganku terkepal untuk menghajar Dostov. Tapi Alice yang sepertinya sejak tadi sudah bersiap, bergerak lebih cepat dariku untuk menahanku.

"Alice. Lepaskan." kataku dengan geraman keras.

"Nicholas, kau belum mendengar semuanya." jawabnya. Aku menoleh ke arahnya dengan marah, "Aku sudah mendengar lebih dari cukup. Lepaskan, aku akan membunuhnya."

Dostov berdeham lalu turun dari meja, "Aku hanya ingin menjadi wali anakmu, bukan merebutnya darimu. Bukankah lebih bagus jika Ia berada di dalam perlindunganku? Anggap saja aku ingin menebus kesalahan Alastair dan anggota klanku..."

Aku membalasnya dengan seringaian marah, "Jangan. Pernah. Menyentuh. Keluargaku."

Kedua mata biru tosca Dostov menatapku selama beberapa saat dengan pandangan kosong yang janggal, seakan Ia sedang menerawang sesuatu. "Percayalah padaku, aku hanya ingin menolongmu."

Alice meletakkan tangannya di bahuku, "Nick, Dostov memiliki kekuatan Valkyrie juga."

Perlahan aku menoleh padanya, "Apa?"

"Hanya aku, Dostov, dan Vlad yang mengetahuinya. Ia memiliki kekuatan Valkyrie Skuld."

Sepanjang aku mengenalnya Alice tidak pernah bercanda atau berbohong sekalipun. Seluruh Valkyrie yang lahir di dunia ini adalah perempuan, jika Dostov memiliki kekuatan Valkyrie artinya Ia pernah membunuh salah satunya. Hal yang hampir mustahil dilakukan. "Skuld..." gumamku, berusaha mengingat kekuatan utama yang dimiliki Valkyrie tersebut.

"Aku dapat mengintip masa depan." Kedua mata Dostov sudah kembali fokus saat menatapku, "Yah... walaupun biasanya yang tepat dan benar-benar terjadi hanya setengahnya." tambahnya sambil meletakkan tangannya di bahuku juga. Tangan Alice di bahuku kananku dan Dostov di bahu kiriku. "Bukankah bagus? Mendapat perlindungan dariku dan Alice, anakmu akan menjadi seseorang yang sangat... terlindungi." katanya dari sebelahku. Kusentakkan kedua bahuku dengan kesal lalu menjauh dari keduanya.

"Aku tidak membutuhkan bantuanmu. Sebenarnya apa yang sudah kau lihat?!" Mengapa Dostov melihat anakku di masa depan adalah pertanyaan yang paling ingin kutanyakan, seharusnya Ia hanya bisa melihat masa depan yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Berurusan dengannya selalu membuat perasaanku tidak enak.

Dostov memasang ekspresi netral di wajahnya, "Jika aku memberitahumu, aku harus membunuhmu setelah itu."

Aku sangat, sangat, sangat ingin menghajarnya saat ini. Kutarik nafasku dalam-dalam untuk menahan amarahku yang sudah membuat kedua mataku hampir berubah hitam lagi. "Alice... apa Ia memberitahumu?"

Alice mengangguk singkat.

"Dan menurutmu aku harus mempercayainya?" tanyaku lagi. Aku mempercayai penilaian Alice, bagaimanapun juga Ia tidak bisa berbohong padaku.

Alice menghela nafasnya, "Kau harus menerima tawarannya, Nicholas. Aku tidak akan pernah mau repot-repot mengundangnya kesini jika bukan karena hal ini."

Dostov menoleh ke Alice di sebelahnya dengan pandangan pura-pura terluka.

"Hanya wali dalam nama. Aku tidak akan mengijinkanmu berkunjung atau menemui anakku." kataku sebelum mengatupkan rahangku dengan marah.

Kali ini Dostov mengalihkan pandangan pura-pura terlukanya padaku.

"Jangan pernah... muncul di depan keluargaku, Dostov." tambahku dengan nada ancaman.

"Tenang saja, aku tidak tertarik." balasnya dengan santai. "Aku hanya akan mengumumkannya secara formal bahwa anakmu berada dalam perlindunganku."

Perlindungan Dostov... Bukan perlindungan klannya. Jadi apa yang dilihat olehnya di masa depan adalah masalah personal yang berhubungan langsung dengannya. Sedikit rasa cemas dan frustrasi membuatku menggertakkan gigiku.

Alice mengusir Dostov setelah pembicaraan kami selesai. Aku tetap tinggal di apartemennya walaupun ekspresi Alice sudah mengatakan selanjutnya Ia akan mengusirku.

"Apa yang dilihat olehnya?" tanyaku tanpa berbasa basi setelah Dostov pergi.

"Aku tidak bisa memberitahumu. Tapi pengelihatan Dostov seringkali berubah, jadi kau tidak perlu khawatir." balasnya sambil duduk di depan komputernya.

"Alice... aku harus tahu." desakku dengan tidak sabar.

Ia menoleh ke arahku lalu tersenyum samar, "Tenang saja, aku tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada keluargamu. Apa kau tidak mempercayaiku, Nicholas?"

Tentu saja aku mempercayainya, tapi aku tidak bisa hidup dengan tenang sebelum mengetahui apa yang akan terjadi. "Mengapa Dostov menawarkan dirinya sendiri untuk menjadi wali anakku? Kupikir klannya lah yang akan menjadi walinya."

Alice menatapku lekat-lekat, "Bukankah kau sudah bisa menduganya sendiri?"

***

Pada akhirnya aku tidak bisa mendapatkan jawaban yang kuinginkan karena Alice mengusirku dari apartemennya setelah itu. Aku duduk di dalam kegelapan mobilku selama lima belas menit untuk berpikir sebelum akhirnya memutuskan pulang. Erik langsung kembali saat aku tiba karena Alice membutuhkannya.

Eleanor menyambutku dengan wajah cemasnya saat aku sampai di penthouse. "Ada apa? Apa yang diinginkannya?"

Seluruh rasa marah dan frustrasi yang sebelumnya kurasakan menghilang dan berganti dengan rasa lega saat melihat wajahnya. Aneh rasanya saat seseorang bisa mempengaruhi perasaanmu dengan kehadirannya. Kakiku melangkah dengan sedikit terburu-buru ke arah Eleanor lalu memeluknya dengan erat.

"Nick? Ada apa?" suaranya terdengar lebih cemas dari sebelumnya hingga membuatku memeluknya lebih erat.

"Aku merindukanmu." gumamku di atas kepalanya. "Eleanor, apa sebaiknya kita pindah ke pulau terpencil dan tinggal selamanya disana?" tanyaku, mengulang tawaranku yang sebelumnya. Aku ingin berada di tempat dimana tidak ada orang lain selain aku dan Eleanor.

Eleanor terdiam dalam pelukanku hingga aku harus melepaskannya untuk melihat wajahnya. Tubuhku membeku saat melihat air mata menggenangi kedua mata ambernya. "E—Eleanor?" Dengan sedikit panik kedua tanganku menangkup wajahnya.

"A—apa kita harus melarikan diri?" tanyanya di tengah isakan.

"Apa?" balasku dengan bingung. "Tidak. Tentu saja tidak. Dostov hanya menawarkan dirinya untuk menjadi wali anak kita nanti." tambahku dengan cepat sebelum Eleanor salah paham lebih jauh lagi.

Wajah menangisnya yang sangat cantik membuat jantungku seperti diremas. Eleanor mengerutkan keningnya sementara air mata masih mengalir di kedua pipinya. "Wa—Wali? Lalu untuk apa kita harus pindah ke pulau terpencil?"

Kuhapus air matanya dengan jariku lalu mengecup ujung hidungnya yang memerah. "Maafkan aku. Seharusnya aku menjelaskannya padamu lebih dulu."

Pada akhirnya aku menjelaskan semuanya pada Eleanor, termasuk apa yang kubicarakan dengan Alice tadi. "Jadi... maksudmu... di masa depan nanti anak kita akan memiliki hubungan dengan Dostov?" tanyanya sementara kedua tangannya mengelus perut hamilnya.

"Kuharap tidak." balasku dengan gertakan gigi. "Alice bilang biasanya pengelihatan Dostov tidak selalu terjadi. Tapi apapun yang terjadi di masa depan, aku bersumpah akan menjauhkan Dostov dari anak kita."


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C50
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen