"Jadi siapa nanti yang ditugaskan untuk menjeput pengantin laki-laki? Sobirin, atau Junet?" tanya Biung tatkala berada di rumah Manis.
Aku memilih untuk menyingkir, dari pada harus terlibat dalam masalah melankolis seperti ini. Melankolis hanya untukku, sementara yang lain, bahagia luar biasa. Hancur hanya untukku, sementara yang lainnya, begitu riang gembira.
Aku berjalan melewati kamar Manis. Hendak kuketuk pintu itu namun kuurungkan. Ini ndhak akan pantas, seorang pemuda masuk ke kamar perempuan yang hendak menikah. Bagaimana bisa seorang pemuda memiliki hasrat untuk masuk ke kamar calon mempelai putri? Tapi, Gusti... hatiku meronta ingin sekali aku melihat Manis untuk terakhir kali. Seendhaknya, tatkala Manis masih menjadi milikku seutuhnya.
"Meski cinta kalian ndhak bisa saling memiliki. Tapi percayalah, cinta kalian saling mendokan satu sama lain dalam hati setiap hari,"