App herunterladen
100% Mr. Ambitious / Chapter 6: What The Fu*k, Charlotte!?

Kapitel 6: What The Fu*k, Charlotte!?

Kupikir setelah meninggalkan acara makan malam keluarga sebelumnya segalanya akan berjalan baik baik saja, seperti biasanya. Siapa yang menduga jika sekarang aku akan menerima hadiah istimewa, dibungkus dengan kotak kado besar berwarna merah beserta secarik kertas ucapan. Sepagi ini aku dan Albert harus mengalami serangan yang tidak mengenakkan sama sekali, "Sepertinya kau telah membuat Charlotte marah besar, kotak itu....astaga apa yang harus kita lakukan dengan itu?" desah Al bersamaan dengan tanganku yang menutup kembali kotak tersebut. Aku bisa memastikan sekarang jika adik tiri ku itu memang seorang psikopat gila, sambil mendesah pasrah aku kembali duduk di ranjang bersama Albert. "Setidaknya mayat wanita itu masih utuh, ia tidak mengirimi kita mayat yang sudah dimutilasi. Hotel ini seharusnya mengecek barang barang yang masuk dengan baik!" masih dengan rasa mual yang memenuhi ku segera saja aku menghubungi seseorang, terdengar nada panggil beberapa kali sebelum ia menjawab. "Oh My Little Boy.....ada apa kau menghubungiku pagi pagi, hm? ini bahkan belum menunjukkan pukul enam," suara yang sangat kurindukan membalas dengan halus, dia adalah ibuku.

"Ibu...Charlotte lagi lagi mengirimi ku mayat seseorang, kali ini wanita dan untungnya belum dimutilasi. Apa yang harus kulakukan dengan mayat wanita itu?" Tidak ada keterkejutan sama sekali dari ibuku melainkan teriakan keras disertai umpatan. "Oh My Little Boy! Kau tenang saja, biarkan Ibu yang mengurus mayat wanita itu. Dasar Charlotte itu, orang tuanya memang tidak mengajarkan cara mengancam yang baik. Seharusnya dia mengirim kepala saja kepadamu jika memang berniat menakuti," aku menelan ludah dengan sukar, sedikit informasi jika ibuku adalah seorang mafia yang terkenal di dunianya. "Kurasa Ibu lebih cocok dengan Charlotte jika membicarakan tentang pembunuhan, aku lebih memilih membayar seorang sniper ternama dari pada mengotori tanganku sendiri."

"Baiklah terserah padamu, Ibu akan segera mengurusnya kau cukup bersiap untuk acara liburanmu."

Aku berbalik dan menemukan Albert yang sudah sibuk dengan ponselnya, tanpa aba aba aku mengambil benda tersebut dari genggaman tangan Albert. "Apa yang kau lakukan hingga begitu asyik dengan benda ini eh?" wajahnya tetap menampilkan raut datar tetapi Albert tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya. Sebelah alisku terangkat, sambil menggoyang goyangkan ponsel ditanganku tepat didepan wajahnya. Tergagap iapun menjawab, "Aku..sedang...menghubungi... Presdir. Benar aku sedang menghubungi Ayahmu, sekarang kembalikan ponselku." layaknya permainan anak kecil segera saja aku menjauhkan ponsel itu dari jangkauan tangannya, beruntunglah aku lebih tinggi darinya sehingga tidak terlalu sulit menggoda Albert. "Kenapa kau sepanik ini jika hanya menghubungi ayahku? Urusan apa yang kau bicarakan?"

Albert tidak menghiraukan pertanyaan ku dan masih sibuk meraih ponselnya, "Kembalikan dasar Charles sialan! Rasa ingin tahumu itu bisa membunuhmu sekarang juga!" aku terus menggodanya hingga sebuah pukulan mendarat di perutku membuat seluruh tubuhku oleng dan menimpanya, "Akh...sial. Semakin kuat saja pukulanmu itu, Akh ..perutku sakit sekali rasanya." kami terdiam sejenak, aku masih berada diatas tubuh Albert sempurna menimpanya. Posisi kami bertahan beberapa detik lebih lama, aku adalah orang pertama yang kembali bersuara, "Tenaga mu kuat juga, kau memang lelaki sejati Al." "Menyingkir dari atas tubuhku!" aku langsung terguling kelantai begitu Albert mendorong paksa. Wah...pagi ini memang menguras banyak tenaga fisik maupun psikis.

Setelah tertawa canggung dan menyembur Albert dengan kata kata pedas aku memilih untuk mandi dan bersiap untuk berangkat ke kantor cabang kota Shanghai, sebelah kakiku terasa kebas karena terjatuh dari kasur yang cukup tinggi. Kembali aku dibuat terkejut dengan orang yang sama di dalam kamar mandiku, "Suka dengan hadiahku, Charles?" Demi Tuhan, apa yang dilakukan Charlotte? Keterkejutan ku tidak bertahan lama, kutarik pergelangan tangannya kasar hingga ia hampir terjungkal lantas tubuhnya kudorong keluar dengan paksa dari kamar ini. "Suka? Tentu saja little sist, aku sangat menyukai hadiahmu. Memberiku cukup alasan untuk menendang mu keluar dari FitZ Group." dentuman pintu terdengar kencang, napas ku memburu dan terengah engah. "ARGHH .....WANITA SIALAN!" Jeritku yang aku yakin didengar dengan jelas oleh Charlotte di luar. Albert meskipun santai dengan kelakuanku sekarang ia tetap menarikku paksa untuk segera bersiap mandi. "Aku yang akan mengurusnya," bisik Albert menenangkan. "Oke," balasku pelan. Bagaimana caranya wanita itu berulang kali berhasil masuk kedalam kamar ini, terlebih tadi ia berdiri di kamar mandi dengan diam.

Aku tidak mau kepikiran lebih jauh, air shower membasahi tubuhku dengan keras. Aku mandi dengan cepat dan segera keluar setelah melilitkan handuk pada pinggangku, disaat yang bersamaan Albert masuk dan menghembuskan napasnya. Kalau Albert saja sampai menghela napas begitu bisa dipastikan Charlotte memang wanita keras kepala yang sulit ditaklukkan, maka dari itu sebisa mungkin aku menghindari berurusan dengan wanita gila itu. "Bagaimana?" tanyaku terlebih dahulu, Albert mengendikkan bahunya kecil lantas mengambil handuk dan menggeser paksa tubuhku dari pintu kamar mandi, baiklah baiklah aku tahu itu pasti sangat menyebalkan. Aku mengambil ponselku tanpa berganti pakaian terlebih dahulu, mendudukkan tubuhku pada ranjang dan menggosok rambutku yang basah. Tidak banyak yang bisa dilihat dari ponselku, tidak ada notif juga selain dari Jane, "Aku pasti akan senang kalau kau mengirimiku pesan seperti ini sepuluh tahun lalu, sekarang aku malah jadi kesal melihatnya." Ujar ku entah pada siapa, pasalnya wanita cantik itu terus menganggap aku masih mencintainya.

Laki-laki mana yang hanya mencintai satu wanita dalam sepuluh tahun? Oke aku mengaku kalau sempat patah hati untuk beberapa saat, tapi setelah itu perasaan tersebut mati seiring berjalannya waktu. Aku tidak lagi merasa berdebar saat melihat Jane tersenyum, tidak lagi ingin menjadi bahu sandarannya saat ia bersedih, aku bahkan sudah melupakan bagaimana rasanya tenang saat mencium parfumnya. Apa pemikiran semua wanita selalu semelankolis itu? Mengharapkan cinta yang sudah ia buang selama puluhan tahun lamanya? Itu bodoh sekali.

Tapi disisi fakta aku yang sekarang sudah berbeda, aku masih mengingat masa masa sekolahku dulu. Aku tersenyum menyadari betapa banyak perempuan yang kutolak karena aku begitu menyukai sosok Jane Loghter, aku berani bersumpah ada begitu banyak wanita yang lebih cantik daripada dirinya yang pastinya bisa kudapatkan dengan mudah. Masih sangat kesal rasanya saat ia mencampakkan aku demi seorang laki-laki yang bukan siapa-siapa seperti Dave.

.

.

.

.

20 tahun lalu

.

.

.

.

Aku sibuk mengawasi gerakan lawan mainku sekarang, untuk memeperingati ulang tahun sekolah kami mengadakan pertandingan antar kelas. Salah satunya adalah pertandingan bola basket dimana pada hal tersebut kelasku jelas lebih unggul dari yang lainnya, secara empat dari perwakilan basket sekolah kami berada di kelas yang sama. Aku memang hanya mengisi kekosongan tim, tapi disamping aku mengejar nilai akademis ku aku tetap berlatih basket ataupun futsal diluar sekolah. Hal itu yang membuatku mampu mencetak poin tidak kalah hebat dari anggota tim lainnya, sebenarnya aku menyadari bagaimana Jane melihatku dari tepi lapangan dengan pandangan antusiasnya, pun aku menyadari ia yang sesekali mengambil gambar kearah ku.

Sorakan senang terdengar dari seluruh tribun saat salah satu anggota timku mencetak skor, pertandingan babak terakhir telah usai dengan kemenangan kekasku. Aku berjalan ketempat anak-anak sekelas menonton, ada yang memberikan handuk juga minuman pada kami, Jane juga ikut serta dalam hal tersebut. Ia memberikan sekotak tisu untukku, tidak bisa menahan senang aku reflek merangkul bahunya. Yang selanjutnya terjadi tidak bisa dihindari lagi, Jane berteriak kesal dan membuatku semakin senang menjahilinya. "Charles! Kau berkeringat, dasar!"

Saat ini dia sudah menjadi kekasih Dave, aku tidak tahu bagaimana caranya. Jane tahu pasti aku menyukainya sangat besar, namun wanita itu tetap menerima cinta dari orang lain. Sayang sekali aku tidak bisa membuatnya menjadi orang jahat dalam hidupku, karena aku masih sangat menyukainya saat ini.


Load failed, please RETRY

Bald kommt ein neues Kapitel Schreiben Sie eine Rezension

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C6
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen