App herunterladen
35.42% Aku Bukan Pilihan Hatimu / Chapter 62: Sakit?

Kapitel 62: Sakit?

Valen berjalan memasuki RS dengan wajah yang lumayan lebam. Dia menuju ke IGD untuk diperiksa., setelah beberapa saat, seorang dokter pria menghampirinya.

" Pak Valen! Saya sarankan anda menginap selama beberapa hari disini, karena tulang rusuk anda yang kiri sedikit retak! Dan bibir juga pelipis anda sobek!" tutur dokter tersebut.

" Apa ada yang lainnya?" tanya Valen.

" Lainnya tidak ada, hanya lebam dan goresan saja!" jawab Dokter itu.

" Beri saya obat jalan! Saya nggak mau keluarga saya tahu!" jawab Valen.

" Tapi, Pak..."

" Saya baik-baik saja! Saya pernah mengalami yang lebih buruk dari ini!" ucap Valen.

" Baiklah! Saya akan memberikan obat pereda nyeri dan salep untuk luka luar! Ini adalah pengobatan yang harus bapak lakukan dan patuhi!" ucap dokter itu kemudian memberikan catatan yang harus dipatuhi Valen.

" Seminggu lagi bapak kontrol!" kata dokter itu lagi.

" Baik! Trima kasih! Permisi!" kata Valen lalu memakai pakaiannya dan berjalan keluar dengan wajah sedikit meringis.

" Masih sakit, Bos?" tanya Ben.

" Sedikit! Tulang rusukku retak! Keras juga pukulan si brengsek itu!" ucap Valen.

" Jadi apa Bos tetep akan ke Nyonya?" tanya Ben.

" Apa ada pilihan lain? Kamu tahu sendiri Tata gimana sifatnya, apalagi setelah kehilangan bayi gini!" jawab Valen. Dia nggak mungkin bilang tiba-tiba ada kerjaan di luar kota, bisa ngambek nggak selesai-selesai. Saat duduk di depan apotik, ponselValen berbunyi, nama mamanya tertera di layar.

" Halo, ma!"

- " Kamu dimana, nak?" -

" Ini sudah di RS!"

- " Tata nanyain kamu terus! Mama nggak tahu lagi mau jawab apa!" -

" Dia mau apa?"

- " Mana mama tahu! Dia dari tadi ngomongin kamu terus, ujung-ujungnya nanyain kamu! Kerjaan kamu belum selesai, Al?" -

" Sebenernya Al mau keluar kota ada yang penting!"

_ " Ooo, nggak-nggak! Mama nggak mau disini sama istri kamu kalo kamu belum adatang!" -

" Mama! Dia kan menantu mama!"

- " Iya! Mama tahu! Tapi saat dia nikah sama lewis, dia nggak gini amat!" -

" Ma! Please, deh! Nggak usah sebut-sebut dia lagi!"

- " Iya, maaf! Tapi mama kayak nggak kenal sama Tata yang ini! Kamu apain anak orang sampe bisa gini, Al?" -

" Mama, apa'an, sih? Mana Al tahu kenapa dia jadi gitu!"

- " Pokoknya kamu harus datang!" -

" Iya! 10 menit lagi!"

- " Ok!" -

" Daaa!"

Valen mematikan panggilannya dan berdiri dari duduknya.

" Kamu tunggu obatnya! Tata dari tadi nyariin aku!" ucap Valen.

" Iya, Bos!" jawab Ben. Valen berjalan pelan menuju ke kamar Tata, dia bingung apa yang akan dikatakannya jika mereka melihat keadaannya. Setelah beberapa kali mondar-mandir di depan kamar, Valen memberanikan diri buat masuk. Dibukanya pintu kamar Tata dan dia masuk ke dalam, bersamaan dengan itu Vanya akan keluar setelah selesai memeriksa Tata.

" Valen? Kenapa wajah kamu?" tanya Vanya yang terkejut melihat wajah Valen yang lebam, tanpa disadari tangan Vanya menangkup wajah Valen dan Tata melihat semua itu dengan amarah karena cemburu.

" Ehm!" Mama Valen mencairkan situasi yang tegang antara Valen dan Tata. Valen menolehkan wajahnya agar terlepas dari tangan Vanya, Vanya yang menyadari sikap refleknya kaget dengan kelakuannya pada Valen.

" Maaf! Gue nggak bermaksud...!"

" Nggak pa-pa!" jawab Valen.

" Permisi!" pamit Vanya kemudian pergi meninggalkan kamar Tata dengan jantung yang berdebar-debar. Tata yang tadinya senang karena Valen akan datang, jadi terdiam dan cemberut melihat adegan tadi. Mama Valen tidak tahu harus bagaimana menghadapi masalah ini, niat hati menanyakan keadaan Valen yang penuh lebam, akhirnya dia hanya pura-pura bermain ponsel. Sedangkan Valen jadi serba salah dengan situasi ini, dia berjalan mendekati Tata yang memejamkan matanya dengan tubuh miring ke kanan.

" Sayang!" sapa Valen sambil mendekatkan bibirnya untuk mengecup kening Tata, tapi Tata memutar tubuhnya miring ke kiri. Valen menghembuskan nafasnya.

" Maaf! Vanya..."

" Aku nggak mau dengar nama itu!" kata Tata marah.

" Ok! Maaf!" jawab Valen.

" Apa kamu nggak akan bertanya tentang luka-lukaku?" ucap Valen merajuk, dia berusaha memancing Tata untuk tidak lagi marah padanya. Tata hanya terdiam mendengar ucapan Valen.

" Auchhh!" ucap Valen saat dia berusaha mengangkat kursi dengan tangan kirinya.

" Sayang! Kamu kenapa?" tiba-tiba Tata berbalik dan duduk sambil melihat Valen yang memegang bagian bawah keteaknya yang sebelah kiri.

" Nggak pa-pa!" jawab Valen.

" Kenapa kamu kesakitan?" tanya Tata khawatir.

" Nggak! Hanya sedikit sakit!" jawab Valen. Tata menatap wajah suaminya yang terluka itu dengan wajah sedih. Ditangkupnya wajah Valen dan dilihatnya luka demi luka yang terdapat disitu.

" Mama pulang dulu! Mau istirahat! Kalian teruskan saja!" ucap mama Valen yang langsung keluar kamar Tata. Tata mengecup luka lebam di mata kanan Valen dengan lembut, lalu pipi Valen, lalu kening Valen, sudut bibir Valen.

" Masih sakit?" tanya Tata lembut.

" Nggak! Tapi masih ada satu yang belum!" ucap Valen.

" Mana?" tanya Tata melihat semua luka Valen, sepertinya sudah semua.

" Ini!" tunjuk Valen pada bibirnya.

" Aku masih marah sama kamu!" ucap Tata sebel.

" Sayang! Dia itu hanya melakukan tugasnya sebagai dokter! Jika dia melihat orang terluka pasti akan bersikap seperti itu! Bukan hanya padaku!" rayu Valen, padahal dia tahu jika Vanya sangat mengkhawatirkan dirinya karena dia masih mencintai Valen.

" Benarkah?" tanya Tata.

" Benar sayang! Aku hanya mencintai dan menyayangi kamu! Aku adalah milikmu sayang!" tutur Valen lembut.

" Benarkah?" tanya Tata lagi.

" Iya!" jawab Valen. Lalu Tata mengecup bibir Valen dengan lembut, Valen membalasnya dengan lembut juga walau terasa sedikit nyeri, tapi bibir Tata sangat manis dan kenyal, sangat nikmat untuk disesap. Kaki Tata yang semula diatas brankar, berpindah turun disamping dan berada di antara paha Valen yang sedang berdiri.

" Ahhh!" sebuah desahan lolos dari bibir Tata akibat permainan lidah Valen di dalam mulutnya. Desahan itu seketika membuat gairah Valen muncul dengan cepat, sudah tiga hari dia berpuasa terhadap Tata. Tangan Valen masuk ke bawah baju Tata dan meremas dada yang masih tertutup bra.

" Val! Jangan! Aku belum siap!" ucap Tata lirih melepas ciuman panas mereka.

" Maaf, sayang! Aku harusnya tahu jika kamu baru saja..."

Tata meneteskan airmata, dia mengingat janin yang dikandungnya yang kini telah tiada,

" Maafkan aku sayang! Aku seharusnya tidak membuatmu bersedih!" ucap Valen membelai rambut Tata.

" Anak kita, Val! Anak kita!" ucap Tata dengan airmata mengalir di pipinya.

" Shhhhtt! Sudah! Kamu harus kuat! Kita harus ikhlas, Tuhan punya rencana lain!" jawab Valen menenangkan istrinya dan mengecup kening Tata.

" Kamu istirahat dulu, ya!" ucap Valen pada Tata, lalu membaringkan tubuh Tata ke brankarnya.

" Temani aku!" pinta Tata sambil menatap mata Valen dan memegang tangannya saat Valen akan beranjak pergi. Valen bingung, dia sangat menginginkan istrinya itu, karena sudah 3 hari mereka tidak berhubungan. Tapi Valen harus bisa meredamnya, karena saat ini yang Tata butuhkan adalah dirinya. Valen tersenyum lalu menganggukkan kepalanya, dia naik ke atas brankar dan memeluk Tata dari belakang. Tata tahu jika permintaannya ini sangat menyiksa suaminya, karena dia tahu tadi Valen menginginkannya dan dia masih belum siap melakukannya. Tata takut jika dia hamil lagi dia akan kehilangan bayinya lagi.

" Maaf!" kata Tata ditengah pelukan Valen.

" Untuk?" tanya Valen yang menahan hasratnya saat mencium aroma tubuh Tata.

" Aku belum bisa..."

" Nggak pa-pa! Kamu baru saja dikuretase!" jawab Valen.

" Dokter bilang selama 2 minggu kita tidak boleh melakukannya! Tergantung keadaanku!" tutur Tata sedih.

" Kamu sabar, ya! Kita akan buat lagi secepatnya!" kata Valen, Tata hanya diam karena dia tidak berani bilang sama Valen jika dia takut untuk hamil lagi.

" Iya!" jawab tata. Beberapa lama kemudian, terdengar pintu diketuk.

Tok! Tok! Tok! Valen melepas pelukannya, karena dilihatnya Tata telah tertidur.


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C62
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen