App herunterladen
4.56% SUAMIKU SEORANG PSIKOPAT : Cinta Sedalam Lautan / Chapter 17: HASRAT TAK TERKENDALI (2)

Kapitel 17: HASRAT TAK TERKENDALI (2)

"Bukankah beberapa jam yang lalu kita sudah melakukannya? apa kita akan melakukannya lagi?" tanya Lucken dengan tatapan tak berkedip saat Terry mendekatkan wajahnya dan memeluk lehernya.

"Aku ingin memberikan kenangan yang indah untuk terakhir kalinya. Apa kamu menolakku? anggap saja apa yang aku lakukan untuk menghibur hatimu yang sedang terluka. Kita tidak saling merugi kan? kita akan bersenang-senang untuk terakhir kalinya." ucap Terry dengan tatapan penuh harap berharap Lucken tidak akan menolaknya.

"Apa kamu yakin dengan apa yang kamu lakukan ini?" tanya Lucken dengan serius memastikan apa yang akan di lakukannya tidak menyakiti hati Terry.

"Kalau aku tidak yakin, aku tidak akan datang ke sini." ucap Terry mengedipkan matanya seraya mengusap wajah Lucken.

"Baiklah kalau itu maumu, bagaimana aku bisa menolak keinginan wanita cantik seperti kamu. Sebaiknya kita lakukan cepat, aku tidak punya banyak waktu lagi." ucap Lucken sambil melihat jam tangannya.

"Ternyata kamu tidak sabaran juga ya? jangan buat waktu sebagai alasan. Bukankah kamu masih besok pagi perginya?" ucap Terry dengan tatapan sangat dalam.

Dengan pandangan tak lepas dari wajah Terry, Lucken mengangkat tubuh Terry dan membawanya kembali ke tempat tidur.

"Sungguh gaya bicara kamu sangat menggodaku Terry." ucap Lucken sambil menghempaskan tubuh indah Terry di atas tempat tidur.

Terry tersenyum sangat manis sengaja menggoda dengan memeluk pinggang Lucken.

"Melihat kelakuanmu seperti ini, aku sama sekali tidak percaya kalau kamu tidak bisa punya keturunan." ucap Terry dengan suara manis manja.

"Kamu percaya atau tidak, pada kenyataannya seperti itu. Aku sudah di vonis Dokter tidak bisa punya keturunan." ucap Lucken dengan surau parau menindih tubuh indah Terry.

"Bagaimana kalau vonis Dokter itu salah?" tanya Terry dengan tangannya menurunkan celana panjang Lucken.

"Kalau vonis Dokter itu salah, kamu siap-siap saja hamil anakku." ucap Lucken tersenyum dengan nada bercanda.

"Hem kita lihat saja, apa nantinya aku hamil atau tidak." ucap Terry dengan perasaan gemas menarik tengkuk leher Lucken dan mencium bibir bawahnya dengan sangat brutal.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Lucken menangkup wajah Terry dan membalas ciuman Terry lebih brutal dan intens hingga nafas Terry terengah-engah.

"Desah nafasmu sangat menggoda hasratku Terry." ucap Lucken melepas kaosnya dengan kasar tidak bisa lagi menahan kelakiannya untuk membalas sentuhan-sentuhan Terry yang menggoda.

Dalam gerimisnya hujan di luar Hotel, Terry dan Lucken tenggelam dalam kehangatan bercinta yang tidak bisa mereka tahan lagi.

Desah nafas Terry yang memburu, erangan Lucken yang panjang menggema di seluruh ruang kamar yang membuat mereka berdua semakin terlena dan tenggelam dalam hasrat yang sangat dalam.

"Oh My God!! kamu sangat hebat sekali Terry. Aku tidak percaya kamu bisa mengalahkan aku begitu sangat mudah." ucap Terry berbaring di samping Terry dengan keringat membasahi dadanya.

"Ini masih belum seberapa Luck, aku melakukannya tidak sepenuh kekuatanku. Aku tidak mau kamu kelelahan. Kamu tahu sendiri, aku tidak bisa melakukan secara frontal pada pria yang tidak mampu menghamili aku." ucap Terry dengan tersenyum walau dalam hatinya sangat memuji permainan dan kejantanan Lucken yang tidak dia ragukan lagi. Hampir saja dia kewalahan kalau saja Lucken tidak keluar lebih cepat.

"Hem...aku melakukannya juga tidak sepenuh kekuatanku. Tunggu saja kalau aku pulang dari Singapura, mungkin aku bisa menjadi pria yang normal." ucap Lucken dengan tatapan dalam.

"Aku tidak tahu apa aku akan menunggumu atau tidak. Aku tidak yakin kita akan bertemu lagi." ucap Terry sambil memejamkan matanya mengusap lembut dada Lucken yang sedikit berbulu menambah kejantanan seorang Lucken.

"Kenapa kamu bicara seperti itu? kenapa kamu tidak yakin kalau kita akan bertemu? apa hubungan kita hanya untuk kesenangan saja?" tanya Lucken sedikit tidak senang dengan ucapan Terry.

"Sepertinya kamu tidak senang dengan ucapanku? bukankah kita melakukan hal ini hanya untuk bersenang-senang?" tanya Terry dengan hati berdebar-debar berharap Lucken mempunyai perasaan yang berbeda dengan hubungan yang sudah melampaui batas sewajarnya.

"Kamu benar, kita hanya bersenang-senang. Harusnya aku ingat kesepakatan kita di awal. Hubungan kita tidak saling mengikat, hubungan kita hanya sebatas teman untuk bersenang-senang." ucap Lucken memastikan kesepakatannya lagi berharap Terry membantah apa yang dia ucapkan.

Terry menganggukkan kepalanya, dengan perasaan sedih. Apa yang dia rasakan benar-benar bertepuk sebelah tangan. Tidak ada perasaan cinta di hati Lucken untuknya.

"Sepertinya aku harus pergi sekarang. Dan kamu harus pulang sebelum Alisha mengetahui kamu tidak ada di rumah." ucap Lucken tidak ingin terlalu dalam lagi berhubungan dengan Terry yang hanya ingin bersenang-senang.

"Apa kamu benar-benar akan berangkat malam ini ke Singapura? apa kamu akan kembali secepatnya?" tanya Terry sangat terluka dengan ucapan Lucken.

"Aku harus berangkat malam ini. Aku tidak ingin Alisha mengetahui kalau aku saudara kembar Ducan. Apalagi kalau Alisha tahu kita berhubungan seperti ini. Kamu bisa pegang rahasia kita ini kan?" ucap Lucken dengan wajah serius.

Terry mengambil nafas dalam merasa kecewa dengan ucapan Lucken yang seolah-olah masih mengharapkan cinta Alisha dan tidak ingin hati Alisha terluka.

"Kamu jangan memikirkan apa yang kita lakukan. Sudah ku katakan sebelumnya apa yang kita lakukan hanya sebatas bersenang-senang. Setelah kamu pergi lupakan saja apa yang kita lakukan, aku juga akan melakukannya." ucap Terry dengan perasaan sakit.

Lucken menganggukkan kepalanya sedikit tenang setelah mendengar ucapan Terry yang tidak terluka karena dirinya.

"Oke Terry, terima kasih atas malam yang indah ini. Aku pergi, jaga diri kamu baik-baik. Satu pesanku, tetaplah menjadi sahabat dan saudara yang baik untuk Alisha. Alisha sangat mempercayaimu." ucap Lucken dengan perasaan sedih mengecup bibir Terry kemudian beranjak pergi keluar kamar.

Terry menatap kepergian Lucken tanpa bisa berkata apa-apa selain kedua matanya berkaca-kaca.

Setelah Lucken pergi, Terry menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dan menangis sekeras-kerasnya.

"Kenapa??!! kenapa aku harus mencintainya?! kenapa hatiku sangat sakit seperti ini? kenapa hati kamu tidak sedikitpun tersentuh dengan apa yang telah kita lakukan Luck? apa hati kamu benar-benar telah di butakan oleh kecantikan Alisha? apa menurutmu aku tidak cantik Luck?" ucap Terry menenggelamkan tangisnya di balik bantal.

"Mungkin bagimu mudah untuk melupakan apa yang sudah kita lakukan Luck? tapi bagiku apa yang telah kita lakukan adalah kenangan yang terindah yang tidak akan aku lupakan sampai pada kematianku." ucap Terry dengan air mata berderai menatap langit-langit kamarnya.

Setelah cukup lama menangis dalam kesedihannya, Terry bangun dari tidurnya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.

"Mungkin aku harus melupakanmu Luck? karena tidak mungkin kita akan bertemu lagi. Selamat tinggal Luck, semoga kamu menemukan kebahagiaanmu di sana." ucap Terry sambil mengguyur seluruh tubuhnya dengan air shower, berharap bisa menyembuhkan hatinya yang terluka dan kesepian.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C17
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen