App herunterladen
36.11% Ryan & Arumi / Chapter 13: Cafe

Kapitel 13: Cafe

~POV Arumi~

"Aru....! ponsel lo bunyi tuh!" teriak Vega.

Aku bergegas keluar dari kamar mandi sambil memegang handuk.

"dari siapa?" tanyaku setelah membuka pintu kamar mandi.

"Bang Ryan tulisannya," jawab Vega yang sedang memasang maskara.

Bang Ryan? Tumben dia meneleponku.

Aku segera menyambar ponsel yang tergeletak di ranjang.

Aku : Halo Bang

Bang Ryan : Halo Aru, lagi ngapain? Sibuk?

Aku : gak kok Bang, ini baru habis mandi, ada apa Bang Ryan?

Bang Ryan : nanti siang aku ada meeting di luar sama klien, jadi Aru ke kantor sore aja.

Aku : oh gitu, oke deh Bang Ryan.

Bang Ryan : oke, itu aja.

Aku : iya Bang.

Dan telepon pun terputus.

Aku melihat durasi telepon barusan, hanya 16 detik! Wow pembicaraan yang benar-benar singkat dengan Abang baruku ini, tapi meskipun begitu aku senang mendapat teleponnya sepagi ini.

***

Aku tiba di depan rumah Dita, tadi aku telah meneleponnya, memberitahu bahwa aku akan ke rumahnya, untuk berkonsultasi tentang judul proposal yang akan kuajukan nanti.

Seperti kebiasaanku dan sahabatku yang lain, jika kami ke rumah Dita, kami tak perlu mengetuk pintu, kami langsung saja masuk ke dalam, karena Dita membolehkan kami melakukannya, malah ia yang menyuruh kami seperti itu, jadi aku langsung masuk dan menuju kamar Dita.

"Dita!" sapaku setelah melihatnya di kamar.

"hai Aru! Tumben kamu main ke sini pagi-pagi," ujar Dita yang baru saja membuka jaket olahraganya. Dita pasti baru selesai jogging pagi.

"lu lupa pasti nih, kan tadi di telepon udah gua bilang mau konsultasi judul proposal," kataku kemudian duduk meleseh di meja belajar Dita.

"oh iya ya... hehehe sorry Aru, tadi aku diajakin ngobrol sama Ayah juga, makanya gak nyambung, maaf ya..." Dita mengedipkan matanya padaku.

"iya gak pa pa kok Dit," jawabku sambil nyengir.

Keluarga Dita selalu membuatku iri, mereka benar-benar kompak dan penuh dengan kasih sayang, sesuatu yang sangat jauh dari kehidupanku.

"konsultasi judul gimana nih maksudnya Aru? Kamu udah punya gambarannya?" tanya Dita.

"udah, gua rencana mau bikin tentang UI website Dit," jawabku.

"oh, yang proyek waktu itu ya? Nah bagus juga tuh, aku aja ngambil penelitian di tempat magang dulu juga kok." Dita mengambil sesuatu di rak bukunya.

"tempat magang apa tempat Babaaaaanggg," godaku sambil tersenyum.

"hehehe dua-duanya sih." Dita nyengir.

"nah, ini punya aku, Aru..." Dita menyerahkan proposalnya yang sudah di Acc oleh Ketua Prodi.

"hmmm jadi bikin judulnya kayak gini ya?" tanyaku sambil mengangguk-angguk.

"iya Aru, nah ini aku punya beberapa contoh judul punya senior, aku ambil di perpus waktu itu." Dita membuka ponselnya, lalu menyerahkannya padaku.

Kami pun mencoba merangkai-rangkai judul baru untuk proposalku, tak begitu lama, hanya lima belas menit rasanya.

Setelah itu kami pun mulai bergosip ria, mulai cerita tentang pertunangan Dita yang rencananya minggu kedua bulan depan, sampai Siska yang bertengkar dengan Bebebnya malam kemarin.

"eh Aru, ntar siang gak ada kegiatan kan? Kita main ke cafe yuk? Sekarang kan Sabtu, Babang ada di sana siang gini, hehehe kemaren Babang nanyain kamu soalnya," ujar Dita.

"hmm ayuk, hehehe kenapa Bang Ken nanyain gua Dit? Curiga gua nih." Aku tertawa usil pada Dita.

"jadi gini...dulu kamu pernah nanyain cowok disabilitas kan? Tapi aku kan gagal tuh yang sama Bang Ryan itu, jadi sekarang Babang yang cari'in, kebetulan ada temennya yang juga lagi cari cewek, eh bukan... calon istri sih tepatnya, nah Babang mau nanyain kamu dulu Aru, kira-kira mau gak dikenalin sama dia," jelas Dita bersemangat.

Heh??? Pencomblangan lagi? Tapi.... Bang Ryan kan..... hmmm.....

"kok diam aja, Aru? Kamu udah punya calon yang lain ya?" Dita tampak curiga.

"hmmm bukan gitu sih Dit, cuma.... cuma kita kan mau nyusun nih, gua takut gak fokus aja kalo pacaran sekarang," jawabku asal.

"oh gitu, hmmm iya juga sih, ya udah, ntar aku bilang sama Babang deh." Dita mengangguk-angguk.

"sorry ya Dit, lu sampein juga sama Bang Ken ya, kalo gua sebenarnya gak enak juga nolaknya," kataku.

"hehehehe iya gak pa pa kok, santai aja Aru, jadi kita ke cafe Babang sekarang aja kan?" Dita mengambil tas kecil di atas meja.

"oke Dit, lu bareng gua aja naik mobil," ajakku.

"oke deh, tapi ntar jangan lupa anterin aku pulang ya." Dita tertawa.

"hmmm gimana ya? Tinggalin aja deh." Aku terkekeh.

"ya udah, aku minta dianter sama Babang aja kalo gitu," ujar Dita santai.

"ya... ya... mentang-mentang punya Babang, somboooonggg." Aku memasang wajah cuek.

"hehehe sorry deh, yuk pergi," ajak Dita yang telah keluar dari kamar.

***

Kami sampai di depan parkiran cafe yang telah terisi penuh, hmmm sering seperti ini sih. Bang Ken kayaknya harus bikin lapangan parkiran yang bertingkat nih, hehehe.

"kita parkir di luar aja, gak pa pa kan Aru?" tanya Dita.

"iya gak pa pa kok, kan di sini juga aman," jawabku santai.

"hehehe aman kok." Dita tersenyum padaku.

Ini adalah tempat Bang Ken dan Dita hampir saja merenggut nyawa, sebuah kenangan yang mengerikan untuk diingat. Setelah kejadian itu, hampir sebulan Gerai ini tidak beroperasi karena kepentingan penyelidikan dan trauma keluarga. Malah sempat terdengar kabar jika Gerai ini akan tutup untuk selamanya, tapi Bang Ken membantah kabar itu dengan kembali mengoperasikan semua kegiatan di sini, padahal ketika itu dia masih sakit. Aku benar-benar salut dengan pengorbanan yang dilakukan Bang Ken untuk Gerai yang merupakan bagian dari yayasan komunitas ini.

Dua minggu yang lalu dilakukan penambahan area cafe, di bagian belakang dibuatkan tempat lesehan yang dinaungi pondok-pondok mini, mengambil konsep alam yang menyegarkan.

Sayang, aku tak bisa ke sana sekarang, karena kalau mencari Bang Ken di cafe ini biasanya di lantai dua, yaitu bagian VIP, yah mau bagaimana lagi, tujuanku kan mau ketemu Bang Ken.

"Babang lagi di ruangan lima, katanya masuk aja," ujar Dita yang baru saja membaca pesan WA nya.

"ya udah, yuk masuk." Aku mengangguk pada Dita.

Dita segera menggeser pintu ruangan nomor lima itu sambil memasang senyuman manisnya, sebenarnya Dita sering tersenyum akhir-akhir ini menurutku, mungkin karena dia akan segera bertunangan dengan seseorang yang sangat ia cintai.

"Bang Ryan!!!" ujar Dita seketika.

Siapa? Bang Ryan? Jadi dia ketemu kliennya itu di sini? Di cafe Bang Ken?

Aduh gimana ini?

Aku ragu untuk masuk ke dalam ruangan itu, kakiku terasa berat.

Dita menengok padaku dengan wajah aneh, ia tampak terkejut sekaligus ragu.

Namun beberapa detik kemudian dia menyeret tanganku untuk masuk.

"Arumi!" ujar Bang Ryan sedikit terkejut.

"Bang Ryan," sapaku sambil tersenyum ragu.

"jadi kita bikin proyeknya di sini aja?" canda Bang Ryan kemudian.

"proyek?" tanya Dita seketika, ia mengerutkan keningnya dan segera menoleh padaku.

"kamu belum cerita, Aru?" tanya Bang Ryan sambil tersenyum padaku.

"ada apa ini? apa yang kalian sembunyikan?" tanya Bang Ken yang tampak penasaran, ia memandangiku dan Bang Ryan bergantian.

Hmmm bagaimana cara menjelaskannya ya? Hehehe.

***


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C13
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen