Perdana Menteri tertinggi di kerajaan Agalta, sedang melangkah dengan hati-hati ke halaman depan utama istana. Dia berhenti di depan pintu besar nan megah berhiasakan emas dan berlian, terlihat begitu kokoh dan tebal seolah terlihat berat dan mustahil untuk didorong sendiri, namun faktanya Perdana Menteri yang sudah berumur tua, itu dapat dilihat dari keriput kulitnya juga rambut putihnya, dengan mudahnya ia mendorong puntu besar itu, walaupun hanya terbuka sekitar satu meter.
Di dalam ruangan istana, bernuansa putih dengan pilar-pilar emas, seluruh lantai istana terhampar oleh karpet berwarna merah, dan hampir seluruh bagian istana itu dihiasi dengan ukiran emas yang terpantri di dinding-dinding putihnya. Sementara Perdana Menteri di sana sedang membungkuk memberi hormat pada Raja barunya yang sedang duduk di atas singgasananya. Sang Raja menyipitkan matanya dan kepalanya bersender pada tanganya. Ia menatap malas, seolah Perdana Menteri di depannya itu hanyalah seekor makhluk kecil yang tak layak untuk dipandang.
"Apa kau sudah melakukan apa yang aku inginkan?" suara sang Raja terdengar pelan dan tanpa emosi, namun penuh penekanan.
"Sudah Yang Mulia." Diucapkan dengan itonasi halus dan tenang tapi akan sarat kebencian.
Jelas sekali kalau Perdana Menteri sedang menahan emosinya yang menggebu-gebu. Dia tak pernah percaya dengan sosok Raja gendut di hadapannya. Jika saja bukan karena kakak Rio, Arma Agalta yang mendukung Raja bertubuh gendut tersebut, ia pasti tidak akan sudi berkerja untuk Raja gendut di hadapannya sekarang.
Di dalam benaknya kematian Rajanya Rio Agalta, masih tidak dapat dipercaya oleh Perdana Menteri, jika Rajanya meninggal karena penyakit. Dia sudah lama berkerja di kerajaan Agalta dan bahkan mengetahui semua tentang Rio termasuk mengatahui kalau Rajanya tidak pernah mempunyai riwayat penyakit apapun.
Bahkan kedatangan Arma Agalta, tepat saat Rio menghembuskan nafas terakhirnya. Perdana Menteri yakin kalau itu bukan sebuah kebetulan belaka. Namun dia sendiri tidak pernah membesarkan masalah ini karena tidak adanya bukti, bahkan setelah dilacak dan dibantu para penyihir tinggi sekali pun masih tidak temukan bukti adanya racun.
Seluruh penduduk di benua Azella mengetahui tetang Arma Agalta yang diasingkan di sebuah hutan mistis yang dapat memenjarakan siapa saja yang masuk ke hutan itu hingga 15 tahun. Banyak yang mempercayai kalau Arma telah mati karena tidak mungkin bagi seorang manusia dapat bertahan hidup di hutan yang penuh dengan monster. Namun tak sedikit juga yang mempercayai kalau Arma masih hidup dan akan keluar dari hutan tersebut dengan kepribadian yang lebih baik, karena hutan itu bagaikan sebuah penjara yang memberi pelajaran bagi makhluk hidup untuk berbuat baik dan tidak terjerumus ke dalam kegelapan.
Hal yang kedua itu adalah yang dipercayai Rio, saat kakaknya keluar dari hutan, ia yakin kakaknya pasti telah memperlajari kehidupan yang lebih baik, dan saat itu tiba tahta kerajaan akan diberikan pada kakaknya.
Sepeninggalnya Rio, hal tersebut menjadi sebuah warisan untuk menunjuk Raja selanjutnya adalah Arma Agalta. Akan tetapi, semua yang dipercayai penduduk Azella bahkan Rajanya Rio, adalah kebalikan. Arma keluar dari hutan, datang ke Agalta dengan membawa kegelapan pekat dalam dirinya hingga membuat seluruh kehidupan yang melihatnya seakan tunduk tak dapat berbuat apa-apa. Bahkan Arma memberikan tahta kerajaan Agalta kepada bangsa di luar benua Azella.
Hal itul lah yang membuat Perdana Menteri begitu membenci sosok raja gempal di hadapannya.
Perdana Menteri telah menegakkan badannya, matanya menatap lekat pada Raja barunya, namun penuh penghormatan agar kebenciannya tak diketahui oleh siapapun.
"Jika hamba boleh tau," kini tatapannya penuh perhitungan. "Untuk apa Raja memperbolehkan para gadis muda memasuki kerajaan?"
Sang Raja tersenyum, ia berdiri dari singgasananya. Jelas senyum yang ia tunjukkan terlihat, senyum yang begitu menjengkelkan, dan sebuah senyum yang mempunyai niat busuk.
"Serangga sepertimu tidak perlu mengetahuinya."
***
"Cantik sekali."
Mata Sonya berbinar senang ketika melihat Alviena menggunakan baju berwarna putih berlengan pendek yang menampilkan kulit putih pundaknya yang terbuka, berpadukan dengan rok pendeknya tapi tidak melihatkan kulit kakinya karena menggunakan stocking panjang berwarna hitam.
Sonya sendiri tidak kalah mempesonanya dengan Alviena, dia sendiri menggunakan baju warna merah muda tanpa lengan hingga memperlihat kulit lengan putih mulusnya, begitu juga dengan celana pendek yang memperlihatkan lekuk kaki indahnya. Rambut Sonya yang berwarna putih senada dengan kornea matanya yang berwarna hijau. Rambut yang biasanya diikat kebelakang hingga seperti ekor kuda, kali ini dibiarkannya terurai menyentuh pundak hingga membuatnya begitu cantik.
Tinggal di kota Agalta telah merubah kebiasaan dan gaya hidup bangsa lain, salah satunya pada pakaian. Kebanyakan bangsa lain sebelum tinggal di Agalta hanya memakai pakaian yang sama, dan hanya warna saja yang berbeda tapi motif dan penampilannya selalu sama. Tapi di Agalta, bangsa manusia dapat membuat pakaian yang berbeda bukan hanya dari warna tapi penampilannya, dan motifnya selalu berbeda.
Alviena sendiri biasanya menggunakan pakaian terbuka atau kaos pendek lainnya hanya saat di dalam rumah dan jika keluar ia selalu menutupi dirinya dengan jubah. Tapi hari ini berbeda, hari ini adalah hari istimewa, di mana seluruh penduduk akan berkumpul di kerajaan Agalta.
Sudah menjadi tradisi di semua benua, ketika ada penggantian Raja, maka seluruh penduduk akan datang ke kota utama kerajaan untuk mengikuti perayaan. Perayaan itu bertujuan untuk menghormati dan menyetujui Raja baru yang akan memimpin negara mereka.
Jika hanya datang ke kerajaan Agalta dan mengikuti pesta perayaan saja, Alviena pasti akan lebih memilih berdiam di rumah. Tetapi kali ini berbeda, pihak kerajaan memperbolehkan semua gadis muda untuk memasuki istana. Tentu itu adalah hal yang menyenangkan bagi Alviena.
Sudah bukan menjadi rahasia lagi, kalau kerajaan Agalta memiliki taman yang ditumbuhi oleh banyaknya buah kuasa yang berasal dari pohon Agola. Pohon yang sangat besar dengan dedaunanya yang sangat lebar berwarna jingga. Akar Agola yang langsung didapat dekat pohonnya dikatakan lebih terasa segar dibandingkan dengan yang sering didapat Alviena di sekitaran. Walau berasal dari pohon yang sama, itu karena pohon Agola memiliki akar yang panjang yang merambat hampir seluas kota Agalta, tetapi ketika akar Agola didapat di dekat langsung dari pohonnya, dikatakan kalau air dari Agola yang didapat di dekat pohonnya memiliki aroma yang harum dan menyenangkan. Alviena belum pernah mencobanya, karena itu ia saat ini sedang tersenyum membayangkan ibunya akan menyajikan sup sayur kental yang akan ditambah akar Agola tersebut untuk sajian makan malam nanti.
Namun bagi Sonya dan gadis lainnya dapat memasuki istana berarti akan memiliki segalanya. Bukan tidak mungkin kalau dari mereka semua akan terpilih untuk mengisi kerajaan para putri, sebagian besar untuk menjadi dayang istana, dan jika ada yang beruntung bisa menjadi selir Raja yang akan memiliki kedudukan tinggi dan diperlakukan layaknya seorangan bangsawan.
Tapi ada rasa penasaran yang mengusik hati Sonya. Tidak ada pemberitahuan resmi dari pihak kerajaan tetang mereka yang akan memilih para gadis untuk berkerja di kerajaan Agalta, terlebih lagi semua gadis disepenjuru benua Azella diundang ke istana. Sangat tidak mungkin jika kerajaan akan melakukan seleksi untuk setiap gadis yang jumlahnya sangat banyak. Terlebih lagi harinya bertepatan dengan pesta perayaan penyambutan Raja baru dan penghormatan untuk kepergian Raja sebelumnya, Rio Agalta. Ditambah pihak kerajaan meminta para gadis untuk datang ke istana dengan pakaian yang terbuka.
"Aneh." pikir Sonya, namun terlepas dari itu semua, keinginan Sonya untuk datang ke kerajaan Agalta membuatnya melupakan rasa penasarannya.