App herunterladen
78% My Deadly Beautiful Queen / Chapter 39: Hal Tak di Duga

Kapitel 39: Hal Tak di Duga

"Mengapa kau memukulku?" teriak Raja Artha Pura Kencana yang tidak lain adalah putri mahkota dari Kerajaan Tawang.

"Itu cukup untuk membuatmu diam!"

"Pengawal, tangkap Raja Tawang dan seret ia keluar dari istana ini!" perintah dari Raja Artha Pura Kencana.

Para menteri yang menyaksikan langsung kejadian ini menjadi panik. Mereka saling menatap satu sama lain. Mereka tidak berani mengeluarkan sepatah katapun.

"Berani menyentuhku, maka orang itu harus mati!" gertak Raja Tawang melihat prajurit yang mendekat.

Parajurit-prajurit itu dibuat takut dan gemetar. Mereka mengurungkan niatnya untuk mendekati Baginda Raja Tawang.

"Kenapa diam saja, aku rajanya. Seret ia!"

Semuanya masih tak bergeming. Raja Artha Pura Kencana memanglah memiliki kekuasaan, namun Raja Tawang lebih berkuasa dari siapapun di Artha Pura Kencana saat ini.

"Kau, sungguh keterlaluan. Diam di tempatmu sampai aku kembali. Atau aku sendiri yang akan membunuhmu." Kata Raja Tawang mengancam putrinya.

"Pengawal, tunjukkan di mana Raja kalian ditawan oleh Permaisuri"

"Baik Baginda"

Raja Tawang pun pergi ke penjara bawah tanah. Sementara Raja Artha Pura Kencana yang tidak lain adalah putrinya membeku dan tak berani beranjak. Beberapa orang suruhan ayahnya, mengancam dengan senjata tajam.

Tak lama Raja Tawang pun tiba.

"Yang Mulia Raja Tawang, hamba memberi hormat pada Ayah Handa" kata Rendra memberi hormat sembari selnya dibuka oleh penjaga.

"Sudahlah. Kali ini anakku sudah keterlaluan. Aku benar-benar tidak bisa mengerti jalan pikiran Permaisuri. Aku sebagai ayahnya meminta maaf secara pribadi kepadamu."

"Ananda mengerti Ayah Handa" jawab Rendra.

"Yang Mulia, apakah selir juga akan dibebaskan?"

~Selir? Diakah wanita yang membuat anakku memulai semua kebodohannya?~

Raja Tawang berbalik dan meminta prajurit juga membebaskannya. Saat pintu sudah terbuka, Siane mengahampiri Raja tawang dan memberi hormat.

"Baginda Raja, terima kasih atas kebaikan hati baginda" kata Siane sambil menundukkan kepalanya.

"Siapa namamu?" tanya Raja Tawang.

"Hamba Siane"

~Siane? Sungguhkan wanita itu?~ tanya Raja Tawang dalam hatinya dengan penuh penasaran.

Raja Tawang mengulurkan tangannya dan membantu Siane berdiri.

"Terima kasih Baginda"

Raja Tawang berusaha menyembunyikan senyum di wajahnya saat melihat wajah Siane. Ia segera memalingkan wajahnya. Dengan nada suara yang dingin, ia meminta Rendra dan Siane untuk memperisapkan diri dan bertemu dengannya di Istana. Ia ingin menentukan nasib Permaisuri yang tidak lain adalah putri kandungnya sendiri.

Dalam perjalanan keluar dari sel tahanan, Raja Tawang meminta tangan kanannya mengikuti Siane secara diam-diam.

Sementara itu, Rendra masih mematung di sel tahanan. Ia tidak percaya dengan apa yang matanya lihat.

"Kau takut tanpa alasan Rendra?" tanya Siane yang keheranan melihat ekspresi Rendra.

"Dia adalah Raja Tawang yang kejam. Seorang selir, tidak lebih dari sampah baginya. Jika ia sampai membantumu bangkit berdiri, pasti ia telah merencanakan sesuatu atau…"

Rendra menghentikan sesaat perkataannya.

"Ia jatuh cinta padamu"

Siane yang melihat Rendra semakin tidak waras hanya menggelengkan kepala dan pergi. Aninda yang sejak ia dikurung menunggu di depan pintu penjara bersama Ming segera bangkit.

"Tuan Putri, bagaimana keadaan Tuan Putri?" tanya Ming yang sangat menghawatirkan keadaan Tuannya.

"Apa Yang Mulia terluka?" tambah Aninda.

"Aku baik-baik saja. Terima kasih. Maaf membuat kalian dalam masalah"

"Yang Mulia, apa maksud Yang Mulia? Kami melakukan semua ini dengan tulus" kata Ming.

Siane tersenyum dan segera mengajak mereka kembali ke istana mereka. Istana usng yang bahkan lebih tepat sebagai tempat penimpanan gudang.

Dari sisi kegelapan, seseorang dengan wajah dingin mengikuti dan mendengar ucapan mereka. tidak ada satu detil pun yang ia lewatkan. Ini sesuai dengan perintah langsung dari majikannya, yang tidak bukan adalah Baginda Raja Tawang. Benar sekali, orang itu adalah tangan kanan Raja Tawang. Benar saja, setelah melihat semuanya dan mendapatkan informasi yang ia inginkan, Ia pun segera melaporakannya kepada Sang Raja.

"Begitukah?" tanya Baginda Raja Tawang. "Apa kau yakin, tidak ada satu pun yang terlewatkan?"

"Benar"

"Kalau begitu pergilah, dan lakukan seperti yang aku perintahkan"

Tangan kanan Baginda Raja Tawang mendengarkan dengan saksama setiap perintah yang diberikan. Ia adalah seorang yang setia. Bahkan nyawanya, tidak akan ragu-ragu ia berikan pada Sang Raja. Tidak satu pun perintah dari Yang Mulia Raja yang ia bantah atau tidak ia lakukan. Bahkan meskipun kelak suatu hari, ia harus mengorbankan nyawanya, itu bukan masalah besar.

Di ruang utama istana, Permaisuri berlutut. Wajahnya begitu kesal. Kali ini, kecantikan tak bisa menyembunyikan siapa ia yang sebenarnya. Seorang wanita yang haus akan kekuasaan dan ketamakan. Jika, Raja tawang tidak bersama orang-orang hebat di sisinya, bukan tidak mungkin Permaisuri yang berambisi menjadi Raja ini sudah membunuhnya.

~Siapapun yang menghalangi jalanku, maka ia harus mati. Ayah, Rendra dan kau, Siane. Lihat saja, aku akan membunuhmu~

"Yang Mulia, hamba adalah Giatri. Hamba mengantarkan minuman untuk Yang Mulia Permaisuri, sejak tadi, Yang Mulia tidak menum apapun. Hamba takut, beliau akan sakit"

Panglima Nadir yang melihat pelayan itu bimbang.

~Haruskan aku mengizinkannya? Atau? Baginda Raja Tawang akan tiba sebentar lagi. Jika sampai aku salah memberi keputusan, akan sangat tidak baik bagiku~

Melihat Panglima Nadir yang diam, pelayan itu membuka mulutnya kembali.

"Yang Mulia, hamba hanya seorang pelayan kecil. Tidak mungkin bisa berbuat sesuatu pada Yang Mulia Permaisuri. Hamba sudah mengabdi pada beliau bahkan sejak beliau masih sangat kecil. Mohon kebaikan hati Panglima. Hamba hanya tidak ingin, Yang Mulia Permaisuri sakit"

Panglima itu mengamati, kendi yang dibawa di atas nampan.

~Ku rasa, ini aman~ pikir Nadir dalam hati.

"Baiklah, berikan pada Permaisuri. Pengawal, biarkan wanita ini mendekat" perintah Nadir.

Giatri segera berjalan sambil berjongkok. Ia mendekati permaisuri.

"Yang Mulia, mohon Yang Mulia Minum air ini" kata Giatri sambil memberikan gelas air. Permasuri segera mengambil gelas itu. Tepat di bawah delas, Giatri menempelkan suatu bungkusan kecil.

~Bagus, kau memang bisa ku andalkan Giatri. Setelah ini, kau bisa bebas dan jangan pernah kembali. Aku tidak ingin siapapun memergoki perbuatanku~

Saat meminum, ekspresi Permaisuri biasa saja namun tak lama kemudia ia berteriak dan memecahkan gelas yang ia bawa.

"Air macam apa ini?" teriaknya.

Semua orang kaget. Giatri segera berlutut dan memohon ampun. Permaisuri bangkit bediri. Diam-diam ia menyelipakan bungkusan yang ia terima dari Giatri di pakaian yang ia kenakan.

"Kau ingin membunuhku? Apa kau lupa aku adalah Ratu! Pengawal, lempar pelayan ini keluar"

"Yang Mulia, apa ada masalah dengan airnya?" tanya Nadim mendekat.

Permaisuri dengan malas, mengambil kendi dan melemparnya hingga pecah.

"Airnya basi. Aku tidak suka. Usir wanita ini. Jangan sampai aku melihatnya lagi. Atau, aku akan memenggalnya"


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C39
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen