Siane tak pernah menyangka apa yang ia lakukan akan berdampak seperti ini. Jujur, ia tak pernah ingin Aninda melakukan hal sampai sejauh ini. Hati manusia memang luas dan tidak bisa diselami.
"Jika bukan karena kebodohanmu, kita tidak akan dipenjara seperti ini!" teriak pangeran Lintang yang berada tepat diseberang kekasihnya.
"Kau tidak hanya bodoh tetapi juga tidak waras."
Larasati dengan nada tak kalah tinggi membantah. "Oh, jadi ini salahku yang Mulia Pangeran Lintang? Kau yang menyuruhku membunuhnya! Apa kau lupa? Jika tidak, mengapa kau sampai bisa berada di sini."
Karena kejadaian yang baru saja terjadi, raja memerintahkan Aninda menjadi pelayan Siane.
"Aku tak menyangka kau akan melakukan hal seberani itu" puji Siane. "Ku kira aku akan mati mengenaskan."
"Yang Mulia, hamba bukan pembunuh. Yang Mulia Selir juga bukan orang jahat." Jelas aninda.
"Tahu dari mana aku bukan orang jahat?" goda Siane. Aninda semakin ketakutan. Ming masuk membawa obat. Ia membuat obat secara acak beradasarkan keterangan jenis racun yang dimasukkan ke minuman.
"Jika bukan karena obat penawar yang kau buat, aku mungkin sudah tinggal nama Ming"
Ming mendongakkan kepalanya. "Yang Mulia, sudahlah. Bisakah kita melewai bagian puji memuji ini? Nyawa anda sangat penting bagi kami."
Siane meneguk obat yang Ming buat tanpa curiga. Sebenarnya, ia tahu meski tanpa obat itu, ia tetap akan selamat.
Duduk di depan meja, Raja Artha Pura masih tak percaya apa yang ia telah alami. Ia memang ingin sekali menyingkirkan Lintang. Tidak disangka akan secepat ini. Bahkan ini sangat mudah. Ia tak perlu lagi mencari-cari alasan untuk membuatnya menjadi tahanan istana tanpa kekuasaan.
Siane yang melihatnya melamun mendekatinya.
"Masih tak percaya banyak yang menginginkan aku?" bisiknya.
Raja tersadar dari lamunannya. Ia memint Ming dan Aninda keluar. Ia meraih tangan Siane dan memeluknya.
"Aku hanya tak menyangka, akan mendapatkan alasan menyingkirkannya secapat ini." Jawab Raja. "Satu lagi, setelah ini pasti akan semakin banyak orang yang ingin menyingkirikanmu. Apa kau sudah siap? Saranku, tetaplah kendalikan emosi dan berakting lemah seperti tadi. Semua orang suka wanita lemah tak berdaya."
"Tapi aku tidak menyukainya Yang Mulia" jawab wanita dipelukannya itu. "Aku tidak suka di ganggu. Aku juga tidak suka dikurung. Aku punya keinginanku sediri. Peran wanita lemah yang lebut tidak cocok untukku"
Sejenak Rendra hampir kehilangan akalnya. Hanya dengan mendengar wanita dipelukannya bicara, ia merasa sedikit gila. Ia merasa ada sesuatu yang tak bisa ia jelaskan menempel dikepalanya. Sesuatu yang ia tak dapatkan saat bersama wanita lain. Sesuatu yang membuatnay merasa senang.
"Selirku, berhentilah bersikap seperti ini"
Siane terkejut. Ia tidak merasa melakukan sesuatu yang salah.
"Tahu kah kau? Jika kau terus seperti ini maka jangan salahkan aku jika.."
"Apa?"
Rendra mengurungkan kata-katanya.
"Banyak yang bersekongkol ingin menjatuhkanku. Aku ingin mereka semua lenyap dari hadapanku."jawabnya mengalihkan perhatian.
"Lihat dirimu," kata Siane. "Kau begitu ingin menyingkirkan orang. Apa aku hanya kau manfaatkan saja? Aku yakin, kau juga sangat ingin menyingkirkan Yang Mulia Permaisuri. Apa aku salah?"
Rendra semakin tak bisa menahan diri.
"Angap saja benar" bisiknya. "Jadi, apa kau mau membantuku?"
"Tidak?" jawab Siane tegas. "Hanya saja, jika ia memprovokasiku, maka aku tidak punya pilihan selain menyingkirikannya. Tidak peduli apa kau menyetujuinya atau tidak"
Jawaban wanita yang ada digenggamnya, membuat Rendra semakin menyukainya. Ia begitu berambisi sama seperti dirinya.
"Mengapa kau tertawa? Apa kau kira aku tidak serius?" tanya Siane
"Justru sebaliknya. Aku sangat senang dan semakin menyukaimu. Sekarang katakan, apa aku perlu membunuh Permaisuri untuk membuatmu senang?"
"Kau sudah gila, Ren"
Dua minggu pelayaran, memaksa Ming dan Ding belajar bahasa mereka, sementara sang putri meminta Aninda untuk menceritakan keadaan istana. Tentu saja, Aninda bukan orang yang akan menceritak keburukan. Ia menutupi semua hal buruk mengenai keadaan istana maupun hubungan Raja dengan para petingginya termasuk permaisuri.
Tiba di istana, rombongan Yang Mulia raja di sambut meriah oleh Yang Mulia Permaisuri Narawati Ken Surya Bharatha.
"Paduka Raja, selamat datang kembali di istana." Kata seorang selir.
"Oh, Kartika. Apa Permaisuri membuat keributan selama aku pergi?" pertanyataan yang dilontar Raja membuat Siane berfikir, orang macam apa permaisuri ini?
"Yang Mulia Raja mohon jangan bicara seperti itu. Anda membawa seorang selir baru. Hamba takut Selir Yang Mulia Raja akan salah mengerti ucapan Yang Mulia."
Tak ingin melanjutkan bicara, romobongan Raja melanjutkan memasuki istana. Yang Mulia Permaisuri beridiri di pelataran tengah dengan para dayang dan beberapa petinggi kerajaan. Ia terlihat sangat menawan dengan pakaian yang indah dan perhiasan emas berkilau di bawah sinar matahari.
"Dia terlihat Norak��� bisik Ming kepada Siane dengan dialek mereka.
"Diamlah, mungkin ini cara mereka berdandan di sini. Lihat, mereka tidak memakai pakaian setebal kita. Bisa jadi, kitalah badut di sini bagi mereka."
"Yang Mulia, hanya karena kita tidak sama bukan berarti kita adalah badut"
"Maka, diam dan amati Ming"
Percakapan mereka berhenti saat Raja berhenti.
"Selamat datang kembali" kata Permaisuri yang bahkan tidak berniat turun sama sekali menyambut Yang Mulia Raja. Keangkuahannya sangat terlihat.
Sesuai protokol kerajaan, Rombongan Raja berhenti. Sementara Raja menghampiri sang Permaisuri.
"Ku dengar, Yang Mulia Raja membawa selir baru ke istana. Apa aku benar?" tanya permaisuri. "Ku dengar juga, Yang Mulia memenjarakan adik hamba demi menolong selir itu. Hamba jadi penasaran, seperti apa rupa wanita ini."
Permaisuri memberikan tanda, dan tiba-tiba barisan prajurit yang membentangkan kain untuk menutupi Siane pergi.
Mereka menyingkir, Yang Mulia Permaisuri ingin melihat wajah wanita itu. Bukan karena ia merasa tersaingi. Ia hanya mempertegas kekuasaannya.
"Oh, seperti penari jalanan" gumam Permaisuri. "Tidak punya aturan"
Mendengar hal itu, aninda yang berlutut meminta Yang Mulia Selir untuk berlutut dan memberi hormat. Karena, apapun status Permaisuri lebih tinggi.
"Your highness, forgive for my impoliteness. I'm the concubine of The royal Highness, Siane Yang greeting Your Royal Highness Empress of Artha Pura Kencana, wishing Your Royal Empress long live on earth, happiness and bless by The God"
Mendengar ucapan Siane, Yang Mulia Selir menjadi semakin kesal. Ia tidak mengerti bahasa asing apapun. Seumur hidup permaisuri, tak pernah sekalipun ia berniat untuk mempelajari bahasa asing atau belajar keterampilan. Ia hanya menggunakan waktunya untuk bersenang-senang.
Sebenarnya, Siane sudah mengetahui bahwa Permaisuri tak bisa bahasa asing. Ia juga tak berniat untuk menjelekkannya, namun permaisuri yang terlihat glamor itu terlanjur memprovokasi Siane.
Semua petinggi yang ada merasa heran.
"Oh, wanita yang cerdas. Pantas saja, ia terpilih menjadi selir" bisik salah satu pejabat tinggi. Sialnya itu didengar oleh permaisuri. Ini membuatnya semakin marah.
"Orang ini, tidak mengeti tata krama dan budaya kita. Aku ingin ia belajar semuanya dalam waktu satu minggu. Jika ia gagal, maka aku akan menghukumnya tinggal di istana Nelongso. "
Mendengar hal itu, Yang Mulai Raja menjadi geram.
"Dia sudah memberi hormat apa itu kurang Adinda?"
Permaisuri yang hendak meninggalkan tempat terhenti dan berbalik.
"Kakanda, lihat caranya memberi hormat. Tidakkah ia pernah belajar? Jangan bilang orang seperti itu pantas menjadi bangsawan ningrat seperti kita"
"Di kerajaannya, begitulah cara orang memberi hormat"
Permaisuri tertawa, "Maka ia harus belajar ungah-ungguh di kerajaan ini"