Grind Me Down
= Lilianna Wilde =
.
Gilas aku, gulingkan aku
Tekan aku ke bibirmu
Biarkan aku mengisi, mengisi paru-parumu
Lalu hembuskan nafasku
Biarkan aku mengaburkan, mengaburkan garismu
Kau tidak akan menyesalinya
Mulai dengan lambat lalu mainkan lebih cepat
Aku akan menerbangkan kau ke surga
Masukkan dan tutup matamu
Aku tahu apa yang kau khayalkan
=====================
Shea menelan ludah. Bagaimana mungkin dia akan menganggap ini pelecehan? Justru ini yang dia inginkan!
Gadis Filipina itu pun bangkit dari meja dengan kepala masih pusing akibat terjangan birahinya sendiri, lalu dia berlutut di depan Vince dan mulai menggerayangi benda yang sudah menggunduk besar di selangkangan Vince.
Menit berikutnya, mulut Shea sudah penuh akan penis Vince. Ia berusaha agar semua gerakannya memuaskan Vince. Ia tau Vince lelaki playboy yang sudah sangat berpengalaman dengan banyak wanita. Shea tak mau dianggap amatir. Ia tak mau kalah dari wanita yang sudah pernah memuaskan Vince.
Lidah Shea membelai batang penis Vince, lalu kembali mengurung batang besar tegang tersebut dan menghisap-hisap kepala penisnya yang kenyal dan kuat.
"Ermmghhh..." Vince mengerang tertahan. Shea melirik ke atas dan senang Vince memberikan respon atas kerja keras dia. Itu menjadikan Shea makin bersemangat.
Namun, tak berapa lama, Vince menarik Shea berdiri dan mencumbui bibir Shea sebelum akhirnya menelungkupkan tubuh Shea ke tepi mejanya.
"Orrghh..."
"Aarghh..." Shea menggigit keras bibir bawahnya ketika penis besar Vince menerjang masuk ke vaginanya. Meski dia bukan perawan, namun dia sudah tidak melakukan seks selama dua tahun ini semenjak putus dari pacarnya.
Dalam sekejap, tubuh Shea sudah terayun-ayun ke depan dan ke belakang akibat dari sentakan Vince. Pakaian keduanya sudah tak lengkap lagi. Vince membuka kemejanya meski tidak menanggalkan. Tubuh bawahnya telanjang. Shea hanya mengenakan bra merah sedangkan rok mini masih melekat dan celana dalam merah sudah dipelorotkan hingga pertengahan paha oleh Vince.
Dengan satu gerakan, Vince sudah menyingkap ke atas rok mini merah hingga ke pinggang Shea.
Keduanya memacu napas yang tersengal-sengal sembari bergerak seirama diselingi bunyi kecipak pelan akibat basahnya vagina Shea yang terus dipompa kuat-kuat oleh penis Vince.
Meski Shea berbunga-bunga, satu yang membuat dia kecewa. Vince memakai kondom.
Satu tangan Vince melucuti satu sisi celana dalam Shea agar salah satu kaki gadis Filipina itu bisa dia taruh di atas meja dan penisnya bisa lebih leluasa menerjang menyodok dalam-dalam vagina si gadis.
Shea tegakkan punggung dan satu tangannya meraih ke belakang kepala Vince sambil tangan Vince leluasa meremas payudaranya dan tangan lain bergerak agresif pada klitoris Shea.
"Hangh! Angh! Hakkh! Tuan! Tuaaann! Argh! Arkhh!" Shea merasakan eforia seksual ketika akhirnya dia orgasme meski tidak menyemburkan cairannya.
Beberapa menit berikutnya, Vince menyusul ejakulasi.
Keduanya sama-sama mengatur napas tanpa bergerak. Lalu Shea mencari bibir Vince dan mendambakan cumbuan Vince.
Vince merespon dan lekas memagut bibir Shea sebelum akhirnya mencabut penisnya dan membuang kondom ke keranjang sampah.
"Kau harus buang sampah di keranjang itu di luar kantor, Shea. Kau paham?" ujar Vince ketika mereka mulai membereskan pakaian masing-masing dan mengenakan kembali.
"Ya, Tuan..." Shea tersenyum senang. Ia mendekati Vince setelah selesai berpakaian. "Tuan... Terima kasih..." Lalu dia mengecup pipi Vince dengan malu-malu sebelum kembali ke mejanya sendiri. Ia harus memperbaiki dandanannya atau orang kantor akan curiga.
Sejak saat itu, Shea jadi rajin memakai setelan warna merah untuk bekerja. Dan Vince takkan menolak Shea.
Kadang mereka melakukannya di meja, kadang di sofa ruangan Vince, kadang juga di dalam bilik istirahat yang ada di dalam ruangan tersebut.
Namun, Vince masih tetap menggunakan kondom, seolah tak ingin ada kejadian yang tidak perlu yang berkelanjutan. Dia memperlakukan Shea hanya sebatas partner seks semata, walau Shea tidak begitu. Shea memandang Vince sebagai kekasih pujaan.
Seperti hari ini, Vince mengajak Shea ke Kota Brighton yang menempuh perjalanan mobil sekitar dua jam melalui Rute A23 dari Kota London untuk sebuah seminar. Tentu dengan dalih Shea adalah sekretaris dia.
Meski Abe juga diajak, namun asistennya itu lebih banyak tutup mulut sekaligus tutup mata mengenai hubungan tak sehat antara bos-nya dan Shea.
Vince sudah memesan dua kamar. Satu untuk Abe dan satu untuk dia bersama Shea. Dia sudah tak sabar ingin menerkam Shea yang memakai terusan merah menantang semenjak dari London.
Vince telah menahan diri sebaik-baiknya di seminar hari itu dan segera mengunci kamar dia dengan Shea sesudah memberitahu kepada Abe untuk tidak menggangu dia hingga esoknya.
Abe sudah paham apa maksud bos-nya. Ia hanya mendesah kecil menyaksikan Shea sudah duduk santai di atas ranjang sebelum ia pergi ke kamarnya sendiri.
Sudah bisa dipastikan bos-nya akan menikmati malam ini dengan Shea.
Shea menatap Vince yang akan masuk ke kamar mandi. "Apakah Tuan butuh mandi?" Ia agak kehilangan Vince jika pria itu harus mandi terlebih dahulu. Dia mulai bangkit dan duduk di tepi ranjang.
Sikap tubuh Shea mulai provokatif di visual Vince yang 'lapar'.
"Sepertinya kau tidak mengijinkan aku untuk mandi dulu, yah? Hum?" Vince bergerak mendekati Shea yang terkikik nakal. "Memangnya kau takkan terganggu bau keringatku seharian ini?"
Shea menggeleng dan mulai menyentuh perut keras Vince begitu pria itu sudah di hadapannya. "Tuan selalu mempesona, entah berkeringat atau tidak."
"Kau memang pintar bermulut manis, Shea." Lantas, ia membiarkan Shea membuka celana dan resleting Vince demi mengeluarkan benda tegang di dalam sana.
Kemudian gadis itu mulai melomoti penis Vince diiringi pandangan penuh hasrat sang pria pada aksinya.
Pria mana yang tidak menyukai pemandangan wanita yang sedang melakukan blow job pada penisnya?
Setelah menit keenam belas penis Vince dimanjakan mulut Shea, pria itu mendorong tubuh Shea hingga terbaring di ranjang putih besar dan menaikkan rok mini berbelahan tinggi.
Dua tangan Vince bekerjasama menyingkirkan seutas sisi G-string merah yang menutupi kewanitaan Shea untuk lekas menyesap klitoris gadis itu.
Shea bergerak gelisah dan terus merintih ketika mulut beringas Vince terus meraja pada klitoris dan jari tangan Vince mengocok vaginanya.
Lelaki seperti Vince amat menyukai bila wanita partner seksnya gelisah mengerang pasrah tak terkendali akibat ulahnya. Itu sebuah kepuasan bagi lelaki melihat pasangan bercintanya bersikap demikian.
Tak membutuhkan waktu lama bagi Shea untuk orgasme sebelum akhirnya dihujami sodokan penis Vince yang keras dan arogan.
Tubuh Shea terhentak-hentak seiring dengan gempuran penis Vince pada vaginanya. Ia hanya bisa terpekik kecil ketika dua tangan Vince kejam menyingkirkan kain yang menutupi dadanya.
Gaun itu memang berbelahan dada yang dalam dan curam meski masih ada kemben putih tipis menutupi payudaranya yang cukup besar.
"Hah! Kau tak memakai bra!" Mata Vince berkilat menatap dada berkemben tipis warna putih di depan mata. Dengan sekali tarik, kemben itu sudah berada di bawah payudara Shea.
Vince membebaskan kedua bahu Shea dari gaunnya sehingga kini Vince bisa dengan mudah menyatukan tangan Shea di atas kepala si gadis dan ia bebas melumat payudara Shea sembari terus menggempur vagina yang sudah basah kuyup.