App herunterladen
75.13% My Teacher My Husband / Chapter 139: Ch. 139

Kapitel 139: Ch. 139

Jesper bangun dengan badan yang sungguh, rasanya akan lepas saja satu persatu. Ranjang king sizenya sudah di isi oleh empat makhluk hidup. Dua ukuran Kingkong, satu ukuran Simpanse dewasa, dan satu lagi ukuran anak kucing.

Remuk sudah badan Jesper rasanya. Belum lagi dengan kepala Haowen yang masih bersandar nyaman di atas perutnya. Hidup Haowen sungguh mewah sekarang. Kenapa? Kepala di perut Jesper, badan di perut Xukun, dan kaki di perut Lucas. Tiga orang dewasa itu sudah berubah menjadi kasurnya Haowen.

Duduk secara perlahan lalu mengangkat Haowen dari tubuh dua temannya. Posisi tidur mereka tidak ada yang enak satu pun.

"Nghh hyung." Haowen melenguh dengan lengan yang memeluk erat leher Jesper. Ia masih mengantuk dan ia merindukan tepukan sayang Sehun di punggungnya.

"Sudah bangun jagoan?" Tanya Jesper, berjalan keluar kamar lalu mengetuk pintu kamar di sampingnya. Kamar Oh Sehun.

Tok... tok... tok...

Ceklek.

"Apa pria kecil ini mengganggu tidurmu son?" Tanya Sehun seraya memindahkan Haowen ke gendongannya.

"Tidak. Dad, aku tidak ada kelas hari ini dan rasanya aku akan tidur saja hingga tengah hari." Gumam Jesper melapor pada Sehun. Berjaga-jaga saja jika Sehun nantinya akan menggedor pintu kamar hanya untuk membangunkannya kuliah.

"Baiklah. Ayo kita tidur saja hari ini." Ujar Sehun menyetujui. Tubuh dan pikirannya juga lelah ngomong-ngomong.

"Jinyoung?" Tanya Jesper. Anak itu tidak ikut ujian masuk Universitas?

"Hari ini dia libur, besok mulai ujian." Sehun menepuk pelan pundak Jesper yang hanya menatap bingung padanya. "Lanjutkan mimpimu."

"Laksanakan." Berbalik badan. Jesper menutup pintu kamarnya, tapi sebelum itu ia sempatkan untuk mampir kedalam kamar Jinyoung dimana sang pemilik tengah tertidur nyenyak. Bergelung nyaman di balik selimut putih tebalnya.

Jesper tersenyum, mengusap kepala Jinyoung yang menyembul dari balik kain putih tebal itu. "Good luck brother." Bisik Jesper. Tersenyum lagi saat ia mendapat balasan berupa lenguhan dari Jinyoung yang entah ia sadar entah tidak.

"Lakukan yang terbaik. Aku mendukungmu."

**

Bagi Jinyoung ini aneh, ini mimpi? Atau kenyataan? Rasanya sama saja. Lima puluh banding lima puluh.

Berjalan mengitari taman yang entah sejak kapan ada di sana. "Aku heran, ini mimpi atau kenyataan?" Gumam Jinyoung.

Ini terlalu nyata untuk menjadi mimpi dan ini juga terlalu halu untuk menjadi sebuah kenyataan. Ah, Jinyoung bingung 'kan.

Terlalu sibuk melihat sekeliling membuat Jinyoung lupa diri jika di depannya ada tiang listrik menjulang tinggi.

Brakh.

"Akh. Sshh." Meringis sakit. Tangannya secara reflek mengusap dahinya yang mungkin saja sudah tercetak memar merah menyala. Perih ngomong-ngomong.

"Hei kau kepala kecil! Hati-hati jika berjalan. Gunakan mata, bukannya perasaan!" Perempuan dengan rambut hitam sepinggangnya tiba-tiba saja muncul dan langsung menceramahi Jinyoung. Bukannya prihatin atau apa, dia malah menjitak kencang kepala Jinyoung saat pria itu hanya diam melongo melihatnya.

"Karena apa? Perasaan itu suka salah." Ujar Suzy, perempuan dengan rambut hitam sepinggangnya tadi.

"Mom?" Jinyoung ragu tentu saja. Terlalu cantik menjadi ibu angkatnya dan terlalu jelek untuk menjadi pengantar mimpi indahnya.

"Huwaaa aku terharu saat kau langsung menyadari siapa aku." Suzy berteriak heboh saat perasaan senang tiba-tiba saja menyerbu lubuk hati terdalamnya.

"Jelas saja mom, akan aneh jika aku mengatakan bahwa kau adalah pengantar mimpi indahku." Jinyoung mengendikan bahunya tak peduli. Jujur lebih baik. Ingat!

"Kenapa?" Heran Suzy.

"Kau terlalu jelek untuk itu." Ini dia, sekalinya anak Sehun ya tetap saja akan menjadi anak Sehun. Menyebalkan! Mulutnya perih menyayat hati. Tipikal Sehun sekali.

"Mulutmu busuk sekali ya Baejin." Geram Suzy dengan tangan yang menjitak lancar dahi Jinyoung. Entah Suzy harus bangga entah harus bagaimana. Sejujurnya hatinya itu sedih jika seperti ini. Hks.

"Santai mama." Ujar Jinyoung dengan pembawaan swagnya. Memeluk Suzy lalu tersenyum senang kala ia rasa ini mimpi paling indahnya.

"Entah aku harus sedih entah bagaimana saat melihat tingkahmu nak." Miris Suzy. Mengacak surai madu Jinyoung lalu tersenyum manis karena ia rasa ini adalah akhir dari segelanya.

Iya akhir. Setelah bertemu Jinyoung dan tiga sahabatnya, Suzy rasa ia tidak akan bisa melihat Sehun lagi. Butuh waktu lama untuk bisa kembali seperti ini. Suzy ingin menangis saja rasanya, tapi tidak mungkin. Jinyoung akan berkecil hati jika seperti itu.

"Mom, aku... aku mint-"

"Aku sudah muak mendengar kata maafmu. Aku sudah menerimamu, hentikan ucapan maafmu sayang. Oke?" Ujar Suzy. Menepuk-nepuk lembut pundak Jinyoung yang sudah berkaca-kaca menatap matanya.

"Aku... aku hanya..." ucapan Jinyoung terputus-putus karena isak tangisnya. Antara senang dan sedih.

"Tak apa. Tenang. Aku senang kalian bergabung." Suzy tersenyum lagi. Memeluk Jinyoung dan mengusap kepala berhelai legam itu.

"Aku senang bisa bertemu denganmu mom." Ujar Jinyoung. Ini kali pertamanya Jinyoung bertemu Suzy dan Jinyoung benar-benar senang.

"Kau akan ujian masuk universitas bukan?" Tanya Suzy. Menangkup pipi Jinyoung yang hanya mengangguk pelan padanya. Suzy terkekeh, manis sekali pikirnya.

"Semoga kau berhasil. Mommy akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Jika tidak tau apa jawabannya minta tolong pada hyungmu atau jika malas isi saja c oke?" Jinyoung heran. Ini nasehat apa ajaran sesat? Jika seperti ini pantas saja Sehun mengatakan jika Suzy itu memiliki otak batu dan kepala kosong. Jinyoung lihat itu memang benar adanya.

"Apa Sehun mengatakan padamu bahwa aku benar-benar bodoh?" Tanya Suzy tak terima. Harga dirinya benar-benar tercoreng. Tega sekali.

Jinyoung mengangguk polos dengan mata mengerjap lucu. Sungguh, ibunya ini abstrak sekali jika memang kurang pintar ya apa salahnya.

"Dan kau juga menganggapku benar-benar bodoh?" Kali ini Suzy bertanya santai. Hanya saja picingan matanya itu sangat mengganggu. Dan kali ini bukan anggukan polos yang Jinyoung berikan, tetapi cengiran bodohnya yang benar-benar begitu mirip dengan Suzy.

Suzy menghela nafas lelah. Sehun itu sialan sekali tingkahnya sekarang. Ingin Suzy hujat rasanya.

"Terima saja kenyataannya mom." Ujar Jinyoung dengan cengiran bodohnya. Sehun sekali tingkahnya bukan? Kurang ajar!

"Keterlaluan sekali kau." Lirih Suzy. Punya anak kenapa blangsak sekali macam ini?

"Mom, maafkan aku hehe." Tidak ikhlas minta maaf ya macam ini jadinya.

"Diam kau kecil!" Dengus Suzy.

Hening.

Suzy diam karena pemikirannya yang bercabang kemana-mana dan Jinyoung yang diam karena tidak ingin Suzy pergi begitu saja.

"Ahh, sudah waktunya." Lirih Suzy. Menepuk pelan bahu Jinyoung dan tersenyum manis. "Jaga daddy, adik, dan kakakmu oke. Jaga kesehatan dan jangan lupa tidur tepat waktu. Makan teratur oke." Ujar Suzy.

"Mom, aku menyayangimu." Jinyoung memeluk Suzy dan tersenyum manis.

"Sukses untuk ujianmu sayang."

"Oke mom, doakan aku okey."

"Okey."

"Oh iya, aku lebih menyayangimu."

**

Jinyoung terbangun dengan seulas senyum tipis. Apa itu tadi Suzy? Ibu angkatnya? Bangga sekali Jinyoung rasanya.

Melirik nakas yang merupakan tempat bersemayam jam digitalnya.

"Masih jam sepuluh ya." Gumam Jinyoung. Menarik nafas dalam dan, "dad, hyung! Aku ingin tidur hingga tengah hari!" Pekik Jinyoung dari dalam kamarnya.

"TERSERAH!"

"OKE!"

Jinyoung heran, apa di rumah ini isinya beruk semua? Aah, terserah saja. Yang terpenting ia harus tidur nyenyak hingga nanti. Belajar nanti malam saja dengan Sehun atau Jesper. Gampang itu.

"GOOD NIGHT!"

"HMM!"

"TOO!"

Dunia milik mereka, biarkan saja.

**

"Apa matahari berganti peran dengan bulan?" Tanya Xukun heran. Sepenglihatan mata dan mata hatinya, yang bertengger di atas sana ya matahari. Bukannya bulan.

"Apa?" Heran Jesper. Ada apa lagi dengan temannya yang satu ini. Aneh sekali. Baru bangun tiba-tiba saja bertanya tentang bulan dan matahari.

"Kau, Jinyoung, dan daddymu." Lucas mulai ikut dalam pembicaraan. Dia menyimak tenang saja.

"Sudah biasa. Beruntung karena Haowen tidak ikut." Ujar Jesper. "Jika dia ikut habis sudah nasib kalian."

"Kenapa?" Tanya Lucas.

"Belum waktunya calon istri tau." Mendorong dahi Lucas untuk kembali berbaring dan menutup wajah anak itu dengan bantalnya.

"Aku melihat adegan tidak senonoh." Lirih Xukun. Membaringkan tubuhnya dan membelakangi Jesper dan juga Lucas yang tengah tendang-menendang di sebelahnya.

"Ya sudah. Ikut saja, sini!" Menarik lengan Xukun untuk ikut bergabung dengan mereka berdua. Mati sudah Xukun setelah ini. Dua Kingkong baru saja menghimpit tubuhnya.

"AKU TIDAK MAU! ENYAH KALIAAAAN!"

TBC.

SEE U NEXT CHAP.

THANK U.

DNDYP.


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C139
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen