If I can choose, maybe I will be the selfish person - Me
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semakin hari udara semakin terasa dingin namun belum ada tanda-tanda bahwa salju akan turun. Hawa dingin semakin terasa jika Hye Jin berdekatan dengan Hoseok, Taehyung ataupun makhluk gila (Jimin). Hye Jin sebenarnya sudah selalu kebingungan mengapa Hoseok dan Taehyung sangat kuat dengan hawa dingin walaupun suhu tubuhnya seperti terserang hipotermia.
Hye Jin kini sudah mengantongi jawaban yang benar-benar diluar logikanya sendiri. Ia semakin sering menghindari ketiga makhluk itu sehingga Hye Jin kini lebih sering untuk makan siang diluar dan sendirian.
Hye Jin memutuskan untuk makan makanan diwarung tenda. Ia menikmati makanan panas dengan baik. Hye Jin berdiri dan mengusap tangannya yang kedinginan.
Tangannya dengam sigap mengambil satu tusuk odeng dan memasukkannya kedalam mulut yang langsung berusaha mengeluarkan uap panas. Ia memang suka kalap jika makan makanan seperti ini.
Seorang lelaki disampingnya terkekeh dan Hye Jin menangkap bahwa lelaki dengam gigi kelinci itu melihat kearahnya.
"Anyeong Noona".
Dengan odeng yang masih dimulut Hye Jin kebingungan, kepalanya mencari-cari apakah ada orang lain selainnya namun mata lelaki muda itu melihat ke arahnya sembari tersenyum.
"Aku?".
"Aku tidak tahu bahwa selera Jimin Hyung perempuan sepertimu".
Hye Jin mundur selangkah, lagi-lagi ia bertemu dengan makhluk astral dengan ketampanan diatas rata-rata.
"darimana kau tahu?".
"foto".
"Bukannya dari fikiranku?", Hye Jin menunjuk kepalanya dengan tusukan odengnya.
"Mana mungkin", Jimin mengarahkan tubuhnya untuk berbisik pada Hye Jin, "sayangnya kekuatan itu tidak ada untukku", ia menjauhkan diri lagi dan menyentuhkan jari telunjuk ke bibirnya dan memberi kode bahwa Ahjumma bisa mendengar perbincangan mereka.
Hye Jin ber-oh ria mengerti dan merasa lega bahwa lelaki didepannya tidak memiliki kekuatan aneh itu.
Ia kembali memakan tusukan kedua odengnya. Diam-diam Hye Jin menatap tusukan lelaki itu yang sudah sangat banyak dan ia masih lahap memasukkan toppoki dan juga kimbap dimulutnya.
"Kau makan begitu baik. Bukannya kalian tidak dapat makan?", Hye Jin mengoceh tanpa melihat kearan lawan bicaranya.
"tidak untukku. Mana mungkin aku bisa meninggalkan makanan-makanan lezat ini. setiap tahunnya makanan-makanan ini semakin baik".
"begitu ya".
"aku senang Jimin Hyung mendapati gadis sepertimu".
Hye Jin mengernyit, "aku tidak mengerti", jawabnya ketus.
"Kau cuek dan kau tidak tergila-gila padanya. Kalian pasti akan benar-benar saling mencintai. Jimin Hyunh pasti akan betah di korea".
"Kenapa begitu?".
"dia adalah pencari soulmate. Kaulah soulmatenya".
"omong kosong", Hye Jin memutar matanya tidak tertarik.
"kau pasti akan jatuh cinta padanya dan kuharap bukan disaat kau akan menyesalinya".
Hye Jin menaruh tusukannya dengan keras, "kau sama saja dengannya".
Hye Jin mengalihkan pandangannya ke arah pemilik warung dan ia memberikan uangnya. Saat ia berbalik sesuatu yang dingin menangkap tangannya.
"jangan menghancurkan Jimin Hyung karena kalau bukan karenamu, ia tidak akan seperti sekarang. Kau adalah harapan terakhirnya untuk hidup".
Hye Jin tidak dapat berkata apa-apa pada lelaki itu. sedetik kemudian ia tersenyum bodoh dan melepaskan tangan Hye Jin lalu melanjutkan makannya kembali.
Hye Jin melangkah kembali ke tempat kerjanya. Ia benar-benar kehilangan nafsu makannya saaf bertemu dengan vampire barusan. Menyebutkan nama Jimin membuat tensi darahnya naik.
Pencari soulmate apanya jika dia melakukan itu semua tanpa persetujuan Hye Jin. Ia semakin mempercepat langkahnya.
Bo Youg tersenyum saat Hye Jin masuk kedalam toko namun perempuan itu hanya lewat begitu saja. Ia memasang wajah yang sangat penuh dengan amarah.
Hye Jin menggebrak pintu ruang kerja Jimin. Makhluk itu sedang membaca buku dan menyilangkan kakinya. Kacamata bertengger pada hidungnya yang tegak sempurna. Matanya melirik dimana Hye Jin berdiri dengan sorot mata yang tajam.
Telinga Jimin dipenuhi ucapan kebencian dari fikiran Hye Jin.
"berhentilah menyuruh orang untuk mengikutiku".
Jimin berdecak, "Huh sudah kubilang mereka tidak perlu menyampuri urusan kita", ia menaruh bukunya dimeja.
"sudahlah Park Ji Min. Tidak ada gunanya menghindarimu", Hye Jin mendekat dan duduk diseberang Jimin, "aku sangat lelah hingga sekarang. Jadi aku bertanya sekali lagi, jika kau memberi tahu semua alasanmu padaku kenapa kau memilihku maka aku akan memikirkan tawaranmu padaku".
Mata Jimin berbinar namun sedetik kemudian ia menundukkan kepalanya, "Berikan beberapa hari padaku untuk menata semua alasanku. Aku tidak ingin membicarakannya padamu".
"maksudnya?".
"kau akan melihatnya sendiri".
"kau janji?".
Jimin mengangguk lalu Hye Jin berdiri dengan gagah, "2 hari!", setelahnya Hye Jin keluar dari ruangan itu.
Jimin menutup wajahnya, ia merasa gelisah.
***
Lelaki yang berdiri dengan gagah itu sedang menikmati karya seni yang selalu menjadi perhatiannya selama bertahun-tahun. Ia mengerutkan kedua alisnya, berusaha mengerti apa makna dari lukisan yang baru saja ia hinggapi. Tangannya menopang dagunya, matanya menyelidiki setiap goresan-goresan cat yang abstrak itu.
Kim Nam Joon berdecak kagum setelah ia berhasil mengerti. Arti dari setiap seni yang ia nikmati menjadi inspirasi yang kuat baginya untuk menciptakan tulisan, puisi maupun lagu. Nam Joon adalah pemikir yang keras bahkan setelah ia sudah memutuskan bahwa dirinya akan menjadi Vampire. Ia kira bakat itu akan luntur setelah ia berubah namun ternyata insting seninya semakin kuat.
Setelah hampir menghabiskan lima jam didalam pameran yang ia ingin kunjungi. Nam Joon melangkah meninggalkan bangunan artistik itu. Ia tidak menarik banyak perhatian seperti yang biasanya keluarganya lakukan. Nam Joon lebih suka menyimpan tubuh sempurnanya dibalik topi hitam, jas hitam panjang, kacamata hitam dan jika perlu ia akan menggunakan masker hitamnya. Merasa nyaman untuk tidak menerima tatapan siapapun.
Namun langkah terhenti karena sekarang ia merasa seseorang didepannya terlalu menarik perhatian. Nam Joon tersenyum lalu ia buru-buru mengalungkan tangannya dibahu Jimin.
"Sekarang kau sudah sangat percaya diri untuk menampakkan dirimu eoh?", rasa bangga muncul melihat Jimin sekarang dapat berjalan disampingnya seperti manusia namun dengan ketampanan diatas rata-rata dan membuat semua orang melirik kearah mereka berdua.
"kau bisa berjalan santaikah hyung?", tanya Jimin karena terseok-seok mengikuti langkah kaki Nam Joon yang besar-besar.
"Aku tidak biasa menjadi pusat perhatian Park Ji Min".
Setelah menghabiskan 15 menit untuk masuk kedalam mobil mewah serba hitam milik Nam Joon, Jimin akhirnya bisa duduk dengan santai. Ia sudah sangat terbiasa dengan semua tatapan manusia-manusia yang menggiurkan itu. Jimin juga sudah tidak merubah warna rambutnya jika mencium kesegaran dari semilir angin yang mengantarkan.
"Tidak biasanya kau menghampiriku dihari-hari seperti ini? Ada apa?", tanya Nam Joon sembari menjalankan mobil dengan kecepatan stabil.
Jimin menatap keluar jendela, begitu banyak fikiran akhir-akhir ini diotaknya, "Sepertinya aku mulai gila Hyung", ujarnya.
"Kau memang gila Jim", Nam Joon sangat hafal karakter Jimin yang selalu melakukan sesuatu sesuai kehendaknya saja.
Jimin bukanlah orang yang mudah diatur seperti saudara-saudara Nam Joon yang lain. Jimin tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan peraturan yang sudah mereka sepakati. Walaupun Jimin juga tahu kapan harusnya ia berhenti namun sebagai leader dalam keluarga ini Nam Joon adalah orang yang selalu Jimin buat stress dengan kelakuannya.
Mungkin sekarang hal yang paling membuat Nam Joon benar-benar stress namun Nam Joon memiliki sedikit harapan mengenai Hye Jin. Ia sangat berharap bahwa Jimin bisa beradaptasi dengan kehidupan ditengah-tengah keabadian mereka. Nam Joon tidak ingin kehilangan Jimin ditangan Volturi yang tidak kenal kata ampun.
Kim Nam Joon adalah orang yang mempercayai bahwa cinta memiliki keajaiban yang diluar perkiraan siapapun. Walaupun Nam Joon lebih memilih merelakan pujaannya meninggal tanpa keabadian namun ia tetap berharap bahwa para keluarganya memiliki pasangan. Ia lega bahwa keluarganya memiliki setiap pasangan yang hebat. Yang membuatnya khawatir hanyalah Jimin dan Taehyung.
"Kurasa aku harus memberitahu semua rahasiaku pada Hye Jin".
"Mengapa begitu?", Nam Joon menghentikan mobilnya didepan sebuah cafe yang dari luar terlihat sepi dan tenang, "ikutlah. Ayo kita berbicara".
Suasana ruangan cafe ini sangat nyaman. Kenyamanan yang disuguhkan berbeda dengan Magic Shop. Disini tidak ada suara selain alunan musik klasik yang disetel dengan volume kecil. Jimin dan Nam Joon duduk berhadapan pada kursi kayu yang nyaman. Mereka berdekatan dengan deretan-deretan buku yang tertata rapih. Nam Joon meraih salah satu buku. Namun ia akan membacanya nanti saat Jimin angkat kaki dari hadapannya.
"Jadi mengapa kau berfikir demikian?", Nam Joon menatap lurus ke arah Jimin. Ia tidak memiliki keahlian seperti Vampire didepannya maupun Taehyung.
"Tidak mengerti. Hanya naluri saja".
"Apa kau mempercayai nalurimu begitu saja?", Nam Joon tidak percaya Jimin bisa memasang wajah bingung seperti dihadapannya sekarang.
"Kau akan gila jika mendengar bagaimana bencinya dia padaku Hyung", kilat matanya membara.
Nam Joon berfikir sejenak, "Apa kau sungguh-sungguh mencintainya?".
Jimin menggeleng, "Aku tidak tahu apa itu cinta Hyung. Aku pun ingin mengetahuinya dan hanya Hye Jin yang kuat dengan diriku bahkan dengan racunku".
"Maka kalau kau sudah yakin maka lakukanlah yang harus kau lakukan Jim. Berapa puluh tahun kau mencarinya dan tidak ada satupun yang sekuat Hye Jin. Aku mendukungmu Jim tapi apa kau dapat meyakinkan dirimu bahwa Hye Jin selamat?".
Jimin merengek, "HYUNG!!", Aku tidak segila itu.
"Kau gila Jim", Nam Joon tersenyum.
.
.
Ia ingat bagaimana dirinya akhirnya menemukan lelaki dengan tatapan menyakitkan dan juga haus akan kematian. Tapi Nam Joon tidak ingin ia mati begitu saja ditangan dirinya sendiri yang menggenggam belati. Nam Joon menyelamatkan lelaki itu dengan racunnya sendiri. Walaupun tahun-tahun awal ia benar-benar kelelahan karena rasa haus Jimin yang benar-benar gila.
Nam Joon tidak menerima orang begitu saja dalam keluarganya maka ia menelusuri jejak Jimin melalui Taehyung yang pada saat itu memang sudah bergabung dan ia tidak bringas seperti Jimin. Taehyung yang memiliki bakat hebat itu berkali-kali berusaha masuk kedalam fikiran Jimin. Namun hanya satu kali ia berhasil mengetahui latar belakang Jimin karena Jimin adalah penyimpan rahasia yang sangat hebat dan ia juga pembaca fikiran sehebat Taehyung.
Taehyung kelelahan akibat bertarung dengan Jimin dalam fikiran mereka. Energinya terhisap habis. Setelah itu Taehyung tidur seharian walaupun Jimin sudah berkeliaran lagi karena kesal terhadap Taehyung yang berhasil mengetahui rahasianya.
Nam Joon menunggu Taehyung sadar dan akhirnya setelah 26 jam ia tertidur, Nam Joon lega saat Taehyung bangun dan tersenyum.
"Tenang Hyung-nim. Kau akan lega dan dapat mengangkat Jimin sebagai saudara kita dengan bangga", Taehyung tersenyum dan berharap ekspresi khawatir diwajah Nam Joon pergi.
Nam Joon membantu Taehyung bangun, ini hadiah untukmu, Nam Joon memberikan sebotol penuh darah manusia yang sangat Taehyung gemari. Matanya berubah menjadi merah saat ia meminum darah itu dalam sekali tenggak.
Taehyung berdecak dan mengelap mulutnya, ia melirik wajah Nam Joon yang sudah tidak sabar dalam benaknya, "iya iya... aku akan menceritakannya. Jimin sangat hebat menyembunyikan apapun dari fikirannya dan bahkan aku tidak bisa melakukan itu, ia satu langkah didepanku hyung, seperti yang sudah sering bilang tapi akhirnya tadi aku benar-benar berhasil".
"Iya aku tahu karena Jimin sekarang pergi dengan wajah yang sangat membenciku".
"Kau tidak perlu khawatir. Ia akan kembali. Jadi Jimin memiliki seorang ibu yang sangat menyedihkan Hyung", Taehyung berdebar di dadanya, "Bahkan ia menjadi gila karena Ayahnya yang selalu memukulinya. Ayahnya adalah turunan kerajaan Hyung", Taehyung mulai merasa ia beruntung memiliki hidup bahkan hingga hari ini, "Ibunya hanya seorang budak dan selir. Ia bahkan menjadi budak seks untuk Ayahnya hingga akhirnya ia hamil seorang anak yang kita kenal itu. Setelah Jimin besar, Ayahnya sangat membencinya dan juga ibunya. Mereka menjadi tempat pelampiasan bagi Ayahnya dan hari dimana kau menemukannya. Adalah hari kematian ibunya yang dipaksa meminum racun karena Ayahnya gagal dipercayai meneruskan takha. Kematian ibunya adalah kepuasan bagi Ayahnya padahal Ibunya sangat mencintai Ayahnya, begitu pula dengan Jimin".
Nam Joon merasakan rasa sakit dalam dadanya, inilah yang membuatnya ingin membuat keluarga yang penuh cinta dengan para Vampire yang percaya pada dirinya.
"Kau harus mendampinginya. Aku ingin Jimin bahagia setelah ini Hyung", ucap Taehyung, ia mengusap pundak Nam Joon.
Lelaki itu berdiri, "istirahatlah. terima kasih atas setiap bantuan mu Tae. Kau sangat dapat diandalkan", Nam Joon pun pergi meninggalkan Taehyung yang muram setelah ingat bagaimana sebenarnya anak nakal itu.
.
.
"Tapi apa kau yakin jika dia mengetahui alasanmu ia akan menerimamu?", tanya Nam Joon sembari menyesap kopi pahitnya. Ia sangat menyukai apapun yang berhubungan dengan seni termasuk seni membuat kopi yang enak.
"Tidak juga tapi setidaknya ia tidak akan berfikir bahwa aku makhluk gila, jahat, bodoh dan menyeramkan".
Nam Joon menyemburkan kopi yang ada dimulutnya dan tertawa, "jinjja? Dia berfikir seperti itu?".
"Jangan terlalu bahagia", Jimin berdiri dan merapihkan bajunya yang sedikit terkena cipratan, "aku pergi".
Nam Joon mengantarkan Jimin dengan pandangannya. Ia berharap bahwa Jimin akan jauh lebih kuat sekarang.
Jimin membalikkan badannya, "bilang dengan Jung Kook, Jin atau siapapun itu. Jangan menyampuri urusanku dengan Hye Jin", Jimin memperingati lalu ia melambaikan tangannya lagi dan benar-benar pergi melewati pintu berbahan kayu itu.
***