Sementara ketegangan terjadi di pesta keluarga Rexton, sebuah teriakan ketakutan terdengar di sebuah rumah sederhana. Kegelapan melingkupi rumah tersebut bertepatan dengan seluruh anggota keluarga yang telah di angkut. Selanjutnya, kilatan api terlihat sebelum akhirnya membesar dan menbakar habis seisi rumah.
Dalam sebuah apartemen, Ethan sama sekali tak berpikir ada yang aneh dengan perasaannya. Dia hanya menatap layar televisi di depannya dengan senyum tipis. Sudah jelas terlihat, bahwa pesta meriah artis pendatang terbaik mendapatkan tempat di beberapa stasiun televisi secara live. Hal itu menunjukkan, betapa berharganya Lexsi sebagai artis baru.
Gambar yang terlihat dalam kotak persegi itu jelas mengungkap wajah-wajah yang familier untuknya. Namun dia terpaku saat waktu pertunangan itu terjadi. Ekor matanya menyipit, meneliti pria tampan yang tengah dia lihat di dalam tv.
"Dia ... Kenzie? Yah, sempurna. Mereka terlihat seperti pasangan dari surga,"
Bibirnya tertarik ke atas, membentuk senyum tipis.
"Oh, ada Bos juga? Tapi ... wah, Bos benar-benar gila."
Ethan menggelengkan kepalanya melihat semua adegan di layar tv. Lalu tiba-tiba lampu apartemennya padam. Rasa sunyi menelusup ke hatinya, ketika kaca jendela apartemennya pecah. Seiring dengan ketukan pintu yang memburu.
Ethan diam, tak bergerak ataupun melangkah membuka pintu. Perasaannya tak enak kali ini. Ia merasa seakan di sergap dengan paksa. Terlebih, bel pintu apartemennya tak berhenti bersuara.
Bernapas pelan, lalu menghembuskan perlahan. Dia belum selesai dengan poin terakhir saat rasa dingin menyapa lehernya. Lengkap dengan bisikan lembut yang menegangkan.
"Jangan bergerak, atau belati ini akan merobek lehermu,"
Ethan menurut. Dia tidak bodoh untuk melawan ataupun memberontak. kepalanya mengangguk pelan, ia hanya bisa bercicit. "Siapa kalian?"
tak ada yang menjawab. ethan hanya merasa tubuhnya di tarik pelan dan dia mengikuti, tiba-tiba tubuhnya terasa lemas saat sebuah aroma samar tercium. dan akhirnya, ia tak sadarkan diri.
di rumah utama keluarga Rexton, ketegangan terjadi. mereka semua menatap, bagaimana senyum Ernest mengembang, namun Kenzie terlihat tak terganggu sama sekali. kedua pria ini masih saja saling bertatapan tajam, meski kilatan lampu kamera tak lagi terasa karena seluruh media tampak enggan. tentu saja, mereka semua tahu kondisinya hingga tak ada yang memprovokasi.
"Lepaskan,"
mata kenzie dan ernest teralih pada sosok cantik yang baru saja bersuara.
"Jika kalian merasa perlu membalikkan dunia, tolong! jangan disini,"
saat keluhan ellina jatuh, semua bernapas lega. tatapan ernest teralih dengan lembut.
"Ayo pulang. aku akan mengantarmu. apakah kita perlu ke rumah sakit?"
semua orang tak bisa percaya semua perhatian ernest pada ellina. seluruh kota z juga tahu, bahwa tak gadis yang berani mendekati tuan muda keluarga ernest. namun kali ini, mereka semua melihat dengan semua mata mereka sndiri. bagaimana perhatian dan tatapan lembut itu, hanya tertuju pada ellina.
"Ernest, bukankah kau sudah tahu? dia tunanganku!" sela kenzie dengan tatapan tak suka.
"Zacheo!" teriak ernest tak mengindahkan kata-kata kenzie. "Siapkan mobilnya. kita akan pulang,"
zacheo menurut. sedangkan ernest mengulurkan tangannya pada ellina. dekapan kenzie di pinggang ellina mengerat. membuat gadis itu tak bisa bergerak.
"Ernest," keluh ellina sangat pelan.
tatapan ernest menajam pada tangan kenzie di pinggang ellina. gerakan tangannya kilat menyentakkan tangan kenzie dan meraih tubuh ellina berada ke pelukannya. tubuh ellina tersentak dan berlabuh pada tubuh ernest.
"KAU!" maki kenzie mulai tersulut.
"Lexsi, lexsi, lexsi ... kau bisa mendengar ibu?"
semua teralihkan saat kata-kata vania terdengar di seluruh telinga. mereka semua sekan tersadar, bahwa ada lexsi yang tak sadarkan diri sejak pertunangan itu terjadi. merasa simpati, semua tatapan semua orang tertuju pada aldric yang meletakkan tubuh lexsi ke sebuah bangku panjang. semua mendekat, namun ellina hanya menatap melalui ekor matanya. ada senyum sinis di bibirnya yang tipis.
lexsi tersadar, hal utama yang dia lihat adalah wajah ibunya yang menangis khawatir. lalu ayahnya dan kedua orang tua kenzie. Tersentak pada sebuah kenyataan, dia bangun dan terduduk. matanya menatap panas ellina yang masih berada di pelukan ernest. hal itu sedikit membuatnya lega, angan-angannya mulai bermain. dia berdiri dan dengan seluruh kesedihannya, dia mengeluh.
"Kak, aku tak tahu, kau memiliki rencana untuk merebut semua ini dariku."
mendengar itu, alvian, lykaios, ernest dan kenzie menatap wajah lexsi. sekan mengejek lexsi dengan seluruh hal yang akan gadis itu katakan.
"Bagaimana bisa kau laukukan ini padaku? aku ...,"
"Hentikan," sela alvian tak tahan. "Ah, benar-benar. Sepupu," panggil alvian sambil menatap kenzie sesaat. "aku katakan ini pada pilihanmu. tapi setidaknya, kau tak akan membuat keluarga Reegan kita berantakan di tangan sepupu ipar yang salah kan?"
kata-kata ambigu itu membuat beberapa tawa di beberapa orang yang paham akan maksud kata-kata alvian.
"Yah, tuan bos, aku bukan tak mendukungmu. tapi sepetinya, nyawaku lebih penting dari semua ini," kali ini elvian menatap ernest dengan tangan dua tengan terangkat ke atas. menunjukkan dia menyerah dan meimilih sebagai penonton.
"Keluarga canuto juga tak akanikut campur. tapi aku mengingatkan, malam ini, ellina datang ke pesta ini bersamaku. jadi, bagaimanapun juga, aku harus memastikan bahwa dia baik-baik saja," kali ini lykaios mengangkat tanganya sedikit sambil menatap sebuah minuman di tangannya. "Aku bisa saja bertindak lain, jika ellina terluka!"
wajah lexsi menggelap. dia tak menyangka bahwa ellina memiliki dukungan sekuat itu. Bahkan ia tak dapat mendekat atau mengacaukan pikiran mereka semua.
Sedangkan Kenzie dan Ernest sama sekali tak terusik dengan kata-kata Alvian, Lykaios ataupun Lexsi. Mereka berdua lebih suka pada urusan mereka sendiri.
mendengar kata-kata Lexsi, ernest tersenyum. "Oh, lihatlah. gadismu memangilmu,"
Kenzie hanya menyipit. kata-kata yang keluar dari mulutnya cukup jelas. "Jangan lewati batasmu, E. V.! kau sangat tahu aku sudah bersabar tentang hal yang kau lakukan pada perusahaanku. Atau kau ingin kejutan dariku?"
Kata-kata itu jelas sangat berbahaya. Wajah tanpa ekspresi dan tatapan tajam yang menghujam. Hanya dengan ekspresi itu saja, seluruh orang di pesta ini tahu, bahwa keadaan di sekitar mereka tidak lah baik. Mata tajam itu jelas berkabut seakan membawa badai salju lebat. Lalu hanya dengan lirikan saja, mereka semua seakan berhenti bernapas.
Ernest tahu itu, bahwa kata-kata Kenzie tidaklah main. Ia mengangkat tangannya, membuat pelukannya di tubuh Ellina terlepas. Sudut bibirnya masih saja menampilkan senyum manis. Matanya menatap manik mata Kenzie, ia dengan senang hati menggerakkan punggung tangannya. Membuat Zacheo mendekat.
"Pastikan gedung ini tetap berdiri,"
Zacheo membeku. Alvian dan Lykaios saling bertatapan. Akhirnya, perintah perang itu turun.
"Lander, pastikan semua orang ini keluar dari sini," perintah Kenzie dingin.
Lander hanya mengetik beberapa kata di Nettbooknya namun hal yang datang sungguh mencengangkan. Beberapa puluh polisi kemiliteran datang, mengamankan semua orang. Mereka semua telah di pulangkan ke rumah masing-masing dengan aman. Tentu dengan semua rasa penasaran yang akan terjadi pada perang malam ini.
Kini, di dalam pesta ini, hanya ada Lykaios, Alvian, Aldric, Vania, Lexsi, Raven, dan Azzura. Sedangkan Ellina, entah sejak kapan telah berdiri kembali di sisi Kenzie. Tangannya jelas tak dapat bergerak karena di genggam erat oleh Kenzie. Melihat itu, Ernest hanya tersenyum.
"Kau menunjukkan kekuasaanmu padaku?"
Ada nada mengejek dalam kata-kata Ernest. Tapi Kenzie hanya bersikap acuh tak acuh. Dia lebih tertarik pada raut wajah Ellina yang menegang.
"Kenzie, hentikan semua ini!" teriak Raven keras. Azzura menangis karena tak menyangka bahwa semua akan jadi seperti ini.
"Lander, kirim Ayah dan Ibu kerumah,"
Dari luar rumah, Lander masuk mendekati Raven dan Azzura. Tangannya menentukan jalan pada keduanya. "Tuan besar, di sini tak aman."
Raven menatap Kenzie tak percaya. Dia melangkah gusar dalam emosi yang meledak. Mengikuti Lander bersama Azzura meninggalkan rumah utama Rexton. Harusnya dia tahu ini, bahwa semua aturannya tak akan mudah di turuti oleh Kenzie. Anak itu, selalu berbeda dari yang lainnya. Tapi Bagaimanapun juga, Raven sama sekali tak menentang pilihan Kenzie.
"Lalu siapa lagi yang akan kau kirim pergi?" tanya Ernest mengejek.
Kenzie tak menjawab, memilih mengambil sebuah gelas dengan wine di dalamnya. Menyesapnya dan meninggalkan rona merah di bibirnya. Ellina menatap itu semua, saat ini dia bisa mundur sedikit, tapi dia salah. Karena Kenzie langsung kembali menarik tubuhnya yang menjauh hingga akhirnya wajahnya membentur dada Kenzie.
"Kau tak perlu khawatir, karena aku dan tunanganku akan pergi," setelah beberapa saat suara Kenzie terdengar. Dia menarik tangan Ellina agar berjalan bersamanya. Matanya menatap Lander yang selalu siap pada perintahnya.
"Kenzie, hentikan!"
Kenzie, Lykaios, Alvian, Ernest, dan Lander menatap pemilik suara. Aldric telah mengatur emosinya sebaik mungkin tapi saat ini semua itu gagal.
"Apa maksudmu dengan semua ini? Kau memiliki janji dengan Lexsi. Jadi tinggalkan Ellina dan batalkan semua yang telah terjadi,"
Vania dan Lexsi saling menenenangkan. Mereka bedua terlihat lega dengan pembelaan Aldric. Sedangkan Ellina, menatap Aldric dengan seksama. Dia hanya hanya bisa mencoba melepaskan diri dari gengaman Kenzie meski saat ini sia-sia.
"Paman, aku ingatkan ini. Aku tak pernah memiliki janji itu. Janjiku hanya pada Ellina! Sejak awal perjodohan itu terjadi, aku telah memilih Ellina!"
Aldric mengeras. Dia bukan tak ingat pilihan Kenzie. Namun saat ini, bagaimana bisa dia membiarkan seluruh dukungan lari pada Ellina dan membuat hal terbalik pada Lexsi?
"Kau tak bisa membawanya,"
Mendengar itu, Kenzie mengangkat tangan Ellina. "Cincinku melingkar di jarinya. Dan hal yang aku lakukan, tak perlu mendapatkan persetujuan Paman. Bukankah Ellina bukan anak dari keluarga Rexton lagi?"
Ekspresi Aldric jatuh. Dia tak menyangka bahwa semua akan menjadi seperti ini.
"Lander, batalkan semua kerjasamanya. Keluarga Reegan tak memiliki alasan untuk satu kapal bersama keluarga Rexton!"
Mendegar itu Lander mengangguk. Satu perintah itu menjatuhkan semua ekspresi Aldric, Vania dan Lexsi.