"Agneta, bagaimana dengan Regan?" tanya Aiden, saat ini mereka tengah berada di dalam mobil menuju ke kantor.
"Dia baik-baik saja, aku sudah memperingatkannya untuk tidak menerima ajakan dari siapapun termasuk teman kerjaku," ucap Agneta masih kesal mengingat kemarin Regan pergi dengan Davero.
"Tapi aku tidak tau kalau di kantor kita ada karyawan bernama Vero terutama di divisimu," ucap Aiden membuat Agneta sedikit bingung dan lidahnya terasa kelu untuk menjawab.
"Dia bukan pegawai di kantor, dia adalah temanku waktu sekola dulu. Dan beberapa minggu lalu kebetulan bertemu begitu juga dengan Regan," ucap Agneta mengatakannya tanpa ingin menatap ke arah Aiden.
"Begitu yah," ucap Aiden berusaha mempercayainya, apalagi selama ini Agneta tidak pernah sekalipun membohonginya. "Neta."
"Iya," ucapnya menoleh ke arah Aiden yang juga tampak melirik ke arahnya.
"Pekan ini orangtuaku ingin bertemu denganmu, aku ingin segera menikahimu, Agneta."
Deg
Wajah Agneta mendadak tegang dan bingung mendengar penuturan Aiden yang sangat mendadak itu.
"Aku sudah mencoba membujuk mereka, dan mereka ingin bertemu denganmu dan juga Regan," ucap Aiden.
"A-apa ini tidak terlalu cepat?" tanya Agneta.
"Ini sudah sangat lama Agneta, aku sudah menunggumu setahun ini. Apa kamu masih belum yakin padaku? Bahkan Regan saja sudah mau menerimaku sebagai Ayahnya, lalu apa yang membimbangkanmu?" tanya Aiden membuat Agneta terdiam membisu dan memalingkan wajahnya ke arah lain seakan tak ingin menatap Aiden.
"Apa kamu masih tidak yakin padaku?" tanya Aiden meminggirkan mobilnya dan segera merubah posisi duduknya ke arah Agneta. Ia menarik kedua tangan Agneta ke dalam genggamannya membuat Agneta menatap ke arahnya dengan tatapan yang tak bisa di baca.
"Apa Agneta?" tanya Aiden sekali lagi.
"Aku-," Agneta terdiam sesaat seakan memikirkan jawaban apa yang tepat dan apa yang memberatkannya hingga sekarang. "Aku tidak tau Aiden," ucapnya menatap manik mata Aiden.
"Beri aku kesempatan, Agneta. Aku akan membahagiakanmu dan Regan, aku berjanji," ucapnya terlihat begitu tulus membuat Agneta tak tega.
"Will you marry me, Agneta." Aiden menatap manik mata Agneta dengan teduh dan tulus penuh cinta. Melihat itu, hati Agneta merasa tak tega melihatnya. Aiden adalah pria yang sangat baik, bahkan dia sungguh sabar menghadapi Agneta yang hingga saat ini masih belum sepenuhnya mencintainya. Bahkan selama satu tahun lebih Aiden menunggu Agneta untuk menerimanya. Dan ini adalah lamaran ketiga Aiden, haruskah Agneta tolak kembali?
Dulu karena Regan yang belum mengenal dan menerima dia sebagai calon Ayahnya. "Agneta."
Seruan itu menyadarkan Agneta dari lamunannya, sebenarnya tidak ada yang kurang dari Aiden, segalanya tampak sempurna bahkan sangat. Aiden memiliki paras tampan khas Amerika Serikat dengan lesung pipi yang membuat ketampanannya bertambah. Selain itu juga Aiden adalah seorang wakil Direktur dari sebuah perusahaan ternama di Indonesia. Dia memiliki hati yang sangat baik, bahkan tak pernah sekalipun ia marah pada Agneta ataupun Regan. Aiden sangatlah sabar bahkan dalam hal meluluhkan hati Agneta dan menunggunya walau sampai sekarang cinta itu tak kunjung datang. Entah kepada siapa hatinya berlabuh, Agneta sendiripun tidak tau dan tidak paham.
"Ya Aiden, aku bersedia," ucap Agneta setelah berseteru dengan hati dan pikirannya. "Kali ini aku mau menikah denganmu," ucapnya membuat senyuman di bibir Aiden melebar.
"Terima kasih, aku mencintaimu, Agneta." Aiden langsung menarik tubuh Agneta kedalam pelukannya dan mengusap punggung Agneta dengan lembut, tak bisa di sembunyikan lagi kalau Aiden sangatlah bahagia, penantiannya selama ini tak sia-sia. Agneta menutup matanya seakan ada sebuah rajam yang menusuk hatinya.
***
"Apa ada kabar dari Mr. Oktavio?" tanya Dave pada Aiden yang saat ini tengah duduk di sofa yang ada di ruangan Dave. Dave tampak sibuk membaca berkas dengan menyandarkan bokongnya ke meja.
"Sudah, dia menerima kesepakatan kita," ucap Aiden.
"Good," ucap Dave menutup berkasnya dan menatap Aiden dengan tatapan elangnya. "Apa yang membuatmu tampak bahagia hari ini?"
Aiden langsung menampilkan senyuman lebarnya hingga memperlihatkan lesung pipinya. "Ya Brother, gue sangat bahagia," ucapnya bersemangat.
"Well? Apa kau menang dalam berjudi kali ini?" tanya Dave meneguk minumannya.
"Lebih dari itu, loe tau. Cewek gue, si Agneta menerima lamaran gue buat menikah dengannya."
Oho oho oho
Dave tersedak minumannya sendiri mendengar penuturan Aiden barusan. "Loe baik-baik saja?" tanya Aiden beranjak dari duduknya saat Dave batuk tanpa henti, ia menyodorkan sapu tangan pada Dave.
"It's Oke," ucap Dave mengusap mulutnya dengan sapu tangan. "Loe bilang apa tadi?" tanya Dave.
"Agneta menerima lamaran gue, dan pekan ini dia akan bertemu nyokap dan bokap untuk membicarakan hubungan kami selanjutnya," seru Aiden masih dengan senyuman lebarnya.
"Begitukah?" tanya Dave tampak datar dan dingin tanpa ekspresi.
"Iya, loe tau gue sudah menunggunya selama 1 tahun, walau sering di tolak tetapi akhirnya membuahkan hasil," serunya membuat Dave tersenyum sinis.
"Selamat kalau begitu," ucap Dave masih tanpa ekspresi.
"Loe harus datang pekan nanti dan ikut makan malam bersama," seru Aiden.
"Pasti," ucap Dave dengan senyum misterius.
***
Agneta datang bersama Aiden tanpa membawa Regan karena badannya sedikit panas. Mereka sampai di sebuah restaurant tempat dimana mereka akan bertemu dengan kedua orangtua Aiden. Agneta tanpa cantik dengan menggunakan dress hitam polos seatas lutut yang membentuk tubuh rampingnya. Rambutnya ia biarkan terurai dan di tata dengan rapi. Aiden terlihat gagah dengan jas berwarna abu dengan kemeja biru putihnya.
Aiden menuntun Agneta masuk ke dalam restaurant dan menuju ke private room yang sudah di pesan untuk mereka.
"Aku takut, Aiden." Agneta mengeratkan pegangannya pada Aiden.
"Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja." Aiden mengusap tangan Agneta yang berada di lengannya dan mulai memasuki ruangan luas itu saat dua orang waiters membukakan pintu besar itu.
Di dalam sana tampak sepasang suami istri paruh baya tengah duduk dengan begitu elegant. Keduanya sama-sama menoleh saat Aiden menyapa mereka. Agneta sedikit tak nyaman melihat tatapan Ibu Aiden yang menelitinya dari atas hingga ke bawah.
"Mom, Dad, ini Agneta. Dan Agneta, ini adalah Ibu dan Papaku," ucapnya membuat Agneta tersenyum ramah.
"Agneta," ucap Agneta menyodorkan tangannya pada Ayah Aiden yang langsung di sambut ramah olehnya, tetapi berbeda dengan Ibu Aiden yang masih meneliti Agneta cukup lama sebelum akhirnya menyambut uluran tangan Agneta dengan singkat.
Mereka berempat kembali duduk di atas sofa dengan posisi saling berhadapan. Agneta merasa semakin tak nyaman dengan tatapan yang di tujukan oleh Ibu Aiden. Beberapa pelayan datang menyuguhkan 2 botol anggur termahal. Mereka menuangkan anggur itu ke dalam 4 gelas berkaki. Lalu mereka berlalu pergi meninggalkan mereka semua.
Setelah itu kembali datang beberapa pelayan dan menyuguhkan beberapa menu makan malam mereka. Selama proses itu, tak ada satu orangpun yang membuka suara. Hingga akhirnya semua pelayan itu pergi meninggalkan ruangan.
"Sebaiknya kita makan malam dulu," ucap Ayah Aiden.
"Tidakkah kalian ingin menungguku," seruan seseorang membuat Agneta memekik kecil. Pria itu ada di antara mereka dengan senyuman devilnya.
"Dave, kemarilah Nak, Mommy senang kau datang," ucap Ibu Aiden langsung menyambut Dave dan memeluknya. Walau sedang memeluk Ibu Aiden, tatapan Dave tetap tertuju pada Agneta yang menatapnya penuh kebencian.
"Wah, apa inikah karyawan kita yang sudah memikatmu, Kakak Sepupu?" tanya Dave penuh penekanan membuat Agneta memalingkan wajahnya. Kenapa pria itu harus datang kemari.
"Iya, Agneta kau pasti mengenalnya bukan," seru Aiden.
"Eh?" "Emm iya," ucap Agneta akhirnya.
"Mana mungkin dia tidak mengenalku, bukan begitu nona Agneta," ucap Dave masih menampilkan smirknya membuat Agneta menatapnya dengan tajam.
***