Val Entertainment.
Sudah dua bulan berlalu sejak Velina memutuskan untuk terjun ke dunia hiburan.
Sejak itu pula, dia menyibukkan diri dengan berlatih akting di kelas drama dan teater, serta melakukan beberapa sesi foto untuk beberapa iklan agar wajahnya semakin dikenal di masyarakat sambil dia menunggu untuk mendapatkan naskah film independen yang bagus agar dia bisa ikut casting[1] di film tersebut.
Saat ini adalah penghujung bulan November. Udara semilir semakin terasa dingin, dan sebentar lagi salju akan mulai terlihat.
Sementara itu, Velina yang hanya mengenakan gaun peri tipis berwarna biru muda menggigil kedinginan.
Mereka sedang melakukan sesi foto untuk produk terbaru parfum Nirmala, salah satu anak perusahaan Val Capital di rooftop gedung Val Entertainment.
Setting tempat diatur sedemikian rupa seakan-akan mereka sedang berada di sebuah hutan bersalju.
Setelah mengakhiri kontrak Meryl sebagai Brand Ambassador parfum Nirmala tahun lalu, Velina menandatangani kontrak sebagai Brand Ambassador yang baru.
Tak lama lagi, wajahnya akan menghiasi seluruh sudut ibukota, di papan-papan reklame elektronik times square, di bis-bis serta di semua stasiun bus di kota Jet. Tugasnya sebagai seorang spokesperson parfum Nirmala selama setahun kedepan adalah untuk mempromosikan dan tentu saja menjaga nama baik merek tersebut.
Marino mengamati sesi foto itu dengan sangat serius. ia terlihat beberapa kali memberikan pengarahan pada si fotographer, dan mengecek hasil fotonya langsung di laptop.
Ia melakukan hal tersebut karena ia tak ingin jika Velina harus sampai mengulang sesi foto ini. Ia tentu saja tak tega melihat adiknya menggigil kedinginan seperti itu.
Velina menggosok-gosok hidungnya yang terus-menerus mengeluarkan cairan.
Dia memang sudah terbiasa belajar untuk bertahan hidup dalam kondisi cuaca ekstrem, namun, sebenarnya dia jauh lebih menyukai musim panas dibandingkan dengan musim dingin.
"Apa kamu lelah?" Marino mendekat sambil menyodorkannya segelas teh jahe.
Teh jahe dan kue sagu adalah makanan tradisional yang biasanya dibuat oleh masyarakat lokal ketika sudah mendekati musim dingin.
Velina menggeleng sambil tersenyum.
"Aku tidak lelah, kok, ayo, kita lanjutkan saja agar cepat selesai!" ujarnya sambil melepas selimut bulu yang dikenakannya.
Dia lalu berjalan ke atas sebidang tempat berisi air yang berukuran sekitar 4X4 meter yang terbuat dari bahan khusus untuk membuat air tersebut membeku.
Ceritanya, dia adalah seorang peri yang tengah menari-nari gembira di atas danau es untuk menyambut datangnya musim dingin.
Setelah berganti-ganti pose dan menari selama beberapa jam, seluruh tim produksi akhirnya merasa puas dan lega, karena mereka telah menyelesaikan pekerjaan mereka hanya selama setengah hari.
"Okay! It's a wrap!" Ricky, si photographer, memberikan tanda 'oke' dan tersenyum puas.
Ia berjalan mendekati Velina yang terburu-buru kembali menyelimuti tubuhnya dengan selimut bulu.
Ia mengulurkan tangan kanannya, "Nana, terima kasih banyak! Meskipun kamu masih baru, tapi kamu sanggup menjiwai peranmu dengan sangat cepat!" Ricky merasa kagum padanya.
Selama ini ia sering sekali memotret para model terkenal, namun, menurutnya, tak banyak model yang dapat menjiwai karakter merek atau barang yang mereka interpretasikan. Oleh karena itulah, ia menjadi kagum dan menyukai Velina. Karena gadis itu mudah diarahkan dan juga cepat mengerti kemauannya sebagai fotographer.
"Terima kasih! Maaf sudah merepotkan semuanya!" Velina menerima uluran tangan Ricky sambil tersenyum dan mereka pun berjabat tangan.
"Kak, ini baju gantimu!" Jun menyerahkan pakaian Velina agar dia dapat segera mengganti bajunya dengan yang lebih hangat.
"Terima kasih, Jun!". Velina tersenyum pada Jun karena pemuda itu perhatian padanya.
"Baiklah, kalau semua sudah selesai, aku ingin ganti baju dulu, ya!" Velina berkata pada Ricky, dan segera berlari menuju ke dalam gedung untuk mengganti bajunya di dalam toilet.
Velina tak memerlukan waktu lama untuk melepaskan gaun peri tipis yang menyelimuti tubuhnya dengan kaos fleece turtle neck berwarna krem dan celana berwarna hitam.
Velina menatap ke lantai.
"Ck.. Ck…" Velina berdecak sambil menepuk dahinya.
Karena tadi dia terburu-buru, dia lupa membawa sepasang sepatu ankle boot-nya dan sampai saat ini dia masih bertelanjang kaki. Pantas saja sepasang kaki jenjangnya merasa kedinginan.
Dia segera keluar dari dalam toilet dengan terburu-buru ketika dia terkejut mendengar suara seorang wanita yang berteriak kaget.
Wanita itu terkejut karena tiba-tiba saja pintu toilet terbuka dan hampir menabraknya jika ia tak sigap mundur dua langkah ke belakang.
"Aaaah!" ia meloncat mundur sambil kedua tangan menyentuh dadanya.
Mendengarnya berteriak, Velina segera mengulurkan kepalanya keluar, untuk melihat wanita itu.
"Maaf, aku tak berniat untuk mengagetkanmu!" raut wajah Velina terlihat bersalah.
Namun, ketika dia memperhatikan siapa wanita itu, Velina membelalakkan kedua matanya lebar-lebar.
"Ooh, tidak apa-apa, ini salahku karena jalan sambil bengong." jawabnya sambil tersenyum.
Wanita itu memandangi Velina sambil mengerutkan keningnya dan menunjuk ke arahnya.
"Sepertinya aku mengenalmu?" Tanyanya. Ia jelas berusaha mengingat-ingat dimana ia pernah bertemu dengan Velina.
Velina tersenyum.
"Ya, ini aku, apa kabar, Esme!" dia tak terdengar sepenuhnya tulus.
"Oh! Velina?! Iya, kan? Kamu Velina? Astaga, kamu cantik sekali! Aku tak pernah melihatmu berdandan secantik ini! Sepertinya kita terakhir bertemu, dua tahun lalu, ya?" Esme menepuk jidatnya. Ia berdecak kagum melihat Velina yang berdandan sangat cantik dihadapannya.
Velina baru ingat jika dia belum sempat menghapus riasan wajahnya.
"Aduh, aku lupa belum menghapus make up-ku!" serunya sambil tangan kanannya menyentuh pipinya.
"Apa kamu habis pemotretan?"
"Esme, maaf, aku buru-buru. Aku harus pergi sekarang. Bye!" Velina tak menjawab pertanyaannya, dia bahkan tak menawarinya untuk bertemu lain kali.
"Ooh, baiklah, bye!" Esme merasa canggung karena Velina bersikap menjaga jarak dengannya.
Dengan tergesa-gesa, Velina kembali ke rooftop dan dia melihat Marino tengah berbincang-bincang dengan Ricky sambil menikmati teh jahe dan kue sagu.
Velina segera memakai sepatu ankle boot-nya dan mengenakan mantel tebal berwarna coklat muda. Dia menatap Marino yang tengah tertawa-tawa berbincang dengan Ricky.
Setelah memikirkannya sejenak, akhirnya Velina memutuskan untuk memberitahu Marino.
Velina mendekati mereka dan menyentuh lengan Marino yang sedang duduk di kursi lipat.
Merasa lengannya disentuh oleh seseorang, Marino mendongak untuk melihat ke arah Velina yang sedang menatap lurus ke dalam kedua matanya.
Sambil dia berkata,
"Esme kembali".
*****************
casting[1] kasting: pemilihan peran.
*Teh jahe dan kue sagu adalah makanan tradisional yang biasanya dibuat oleh masyarakat lokal ketika sudah mendekati musim dingin.*
Ini ceritanya makanan khas kota Jet, ya, pemirsa. Nanti jangan nanya lagi ini kuliner dari mana? ah masa sih? Bohong ah. Hehehe.
Penulis tak pernah berbohong, ciyus deh. Seorang penulis hanya senang berkhayal.
Ciao!
(☆^ー^☆)
P.S: Untuk sementara aku nggak akan update bab terbaru karena tiba2 saja novel ini di banned tanpa warning dan keterangan.