App herunterladen
38.88% The Hunter: Sang Malam / Chapter 6: Sekolah Baru

Kapitel 6: Sekolah Baru

Satu minggu berlalu dengan sulit. Safira diliputi rasa takut. Semua stasiun televisi, koran dan internet membahas ledakan gudang petasan yang dinilai aneh mengingat tidak ditemukan bukti siapa yang meledakkan gudang itu. Oleh karena itu, satu minggu ini Safira tetap tinggal di rumah sakit sambil menjauhi para wartawan yang sekarang bahkan sudah tahu alamat tempat tinggalnya.

Sejak pengakuan itu, Paman Edgar sudah jarang muncul di rumah sakit. Bahkan ia tidak membalas atau menerima telepon dari Safita. Paman Edgar seolah menghilang begitu saja.

Jujur, Safira semakin frustasi dengan kondisinya yang sekarang. Bosan di rumah sakit. Pulang ke rumah masih berbahaya untuk keselamatannya. Paman Edgar menghilang. Plus, Safira semakin tertekan melihat pemberitaan di media tentang kasus ledakannya.

Media mulai mencari-cari informasi tentang Safira. Mereka sampai memberitakan tentang latar belakang Safira dari sudut pandang tetangga sekitar, teman SMP, guru-guru SMP dan lain-lain. Bahkan beberapa foto Safira di media sosial bermunculan di televisi dan berita nasional!

Beberapa berita diantaranya justru mengada-ada. Ada media nasional yang memberitakan Safira sebagai pribadi tertutup yang jarang bersosialisasi dengan teman sekolah dan tentangga sekitar rumah. Itu bohong.

Sial!

Tapi percuma, Safira tidak mampu menghentikan mereka memberitakan yang aneh-aneh tentang dirinya. Safira memilih bungkam.

Ia kini mengisi hari-hari membosankannya di rumah sakit dengan menggambar. Anehnya setiap Safira menggambar, sosok pria bertubuh tinggi yang menolongnya tempo hari muncul. Akhirnya ia menggambar wajah pria itu.

Dalam ingatan Safira, pria bbertubuh tinggi itu memiliki bentuk wajah oval. Matanya berwarna coklat tua dengan sorot mata yang tajam. Hidungnya mancung dengan seulas bibir tipis. Yang Safira paling ingat, bentuk wajah pria itu keras. Pria itu juga memiliki rambut hitam dipangkas pendek rapi. Cocok untuk bentuk wajahnya.

Saat asyik menggambar, mama masuk ke ruangan.

"Hei, Sayang," sapa mama sambil meletakan tasnya di meja di sebelah ranjang.

"Hai, Ma."

Mama duduk di sebelah ranjang. "Bagaimana kabarmu?"

"Bosan," jawab Safira apa adanya. "Aku harap para wartawan itu segera meninggalkan kita supaya aku bisa segera keluar dari rumah sakit."

"Sabar. Mama juga harap mereka akan segera menyerah mengusik kita," mama memegang erat tangan Safira.

Safira juga berharap hal yang sama. Ia ingin semua wartawan yang beberapa hari ini mondar-mandir di rumah sakit segera menyerah dan meninggalkan Safira selamanya.

"Mama habis dari kantor polisi pagi ini. Mungkin kita akan dipanggil ke kantor polisi besok lusa," cerita mama dengan nada lelah. Ya, ledakan gudang petasan itu membuat mama harus berhadapan dengan polisi yang meminta keterangan.

Safira hanya mengangguk.

"Sayang," mama memulai pembicaraan lagi. "Mama sudah memikirkan ini beberapa hari terakhir ini. Mama memutuskan untuk memindahkanmu ke sekolah di luar Jakarta."

"Apa?!" Safira kaget setengah mati.

Melihat ekspresi kecewa Safira, mama hanya menghela napas. "Mama tahu ini berat untukmu mengingat kamu mau sekolah di SMA Tri Dharma tapi ini semua demi kebaikanmu."

"Ma, plis," Safira memohon. "Kejadian kemarin hanyalah kecelakaan biasa. Memang aku yang meledakkan gudang itu tapi aku tidak melakukannya dengan sengaja…"

"Mama paham," mama memotong ucapan Safira. "Tapi sekolah di Jakarta penuh dengan bahaya. Mama tidak bisa menjagamu setiap saat. Jadi inilah yang terbaik. Mama dan Paman Edgar sudah menemukan sekolah yang tepat untukmu. Mama yakin keamananmu terjaga disana."

Safira tidak suka dengan kata 'menjaga' terutama saat kata itu diucapkan mamanya. Ia merasa dirinya sudah cukup dewasa untuk menjaga diri. Setidaknya kejadian berbahaya seminggu lalu tidak membuat Safira mati. Hanya hampir mati saja.

Tapi percuma saja membantah dan menolak. Mamanya sudah memutuskan dengan nada serius. Mau tidak mau Safira akan sekolah ke tempat yang jauh. Demi ke-a-ma-nan-nya!


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C6
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen