App herunterladen
3.23% Jessika / Chapter 13: Kecemburuan

Kapitel 13: Kecemburuan

Jessika sudah berkemas untuk ikut dengan sang Papa ke Ausi. Dia begitu senang karena bisa bersama dengan Papanya. Dia sangat kesepian di rumah. Setiap weekend selalu menyendiri kalau Selo tidak pulang. Maka dia akan sepi. Jessi sudah siap dan tinggal menunggu Papa datang.

Dua hari di Ausi tapi koper Jessika begitu penuh.

Tiba-tiba saja Mama Eliza dan Malika pulang. Dia melihat koper Jessi dan siap mau berangkat.

"Kamu mau kemana Sika?" Tanya Malika dengan kening yang mengerut.

"Eh kak, Sika mau ikut Papa ke Ausi." Jessi menatap sang kakak. Sedang Mama Eliza sama sekali tidak menatap Sika sedikitpun.

"Ih, Papa ko tidak ajakin Lika?" Malika memanyunkan mulutnya dengan manja.

"Kan kakak baru datang." Tangkas Jessi.

"Ma, Lika mau ikut Papa ya sama Sika, ya Ma." Rayu Malika sambil memeluk samg Mama.

"Terus Mama sama siapa sayang?" Ucap Mama Eliza sambil membalas pelukan sang putri kesayangan.

Jessi melihat kemesraan ibu dan anak itu membuat hatinya begitu sakit. Jessi merasakan sebuah kecemburuan yang menggelembung dalam sanubarinya. Rasanya ingin sekali Jessi merasakan pelukan sang Mama seperti itu. Tapi itu semua hanyalah mimpi untuk dirinya.

"Mama, Lika mau ikut Papa ya!"

"Lika sayang, Papa kamu di Ausi itu kerja, bukan main!" Ucap mama Eliza sambil mengelus lembut pipi sang anak kesayangan.

"Tapi Mama.. Lika mau ikut, mumpung Lika tidak ada kegiatan sekolah Ma." Malika bergelayut manja kepada sang Mama. Mamanya mengecup Malika dengan penuh rasa cinta. Malika begitu senang karena Mamanya mengangguk pertanda mengijinkan dia untuk pergi ke Ausi bersama sang Papa.

Jessi masih memperhatikan. Wajah Jessi sudah memerah menahan tangis. Dia merasa sangat sedih karena hanya bisa menjadi seorang penonton saja. Mungkin takdir sedang menguji hatinya. Air mata Jessika hampir saja menetes membasahi pipi putihnya. Tiba-tiba saja Papa datang. Papa sebenarnya sudah memperhatikan dari kejauhan. Betapa Jessi begitu cemburu melihat keakraban Malika dan mamanya .

"Sika, ayo kita berangkat!" Ajak Papa. Dan Jessika langsung mengangguk.

"Papa, Lika ikut!" Rengek Malika.

" Malika sayang Papa sudah terlambat, lagian Papa bukan mau bermain di sana, Papa mau mengajak Sika, karena mau membawa Sika berobat!" Ujar Papa sambil mengelus rambut Malika dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Hah, berobat?" Malika terkejut.

"Iya, Sika sakit makanya Papa pulang cepat-cepat!"

"Sika, kamu sakit beneran?" Malika membulatkan matanya menatap Jessika tak percaya. Jessika mengangguk dengan wajah lemas. Dia lemas bukan karena sakit tetapi karena sudah tak ada aroma bahagia lagi ketika melihat kemesraan Mama Eliza dan malika. Selalu seperti itu sedari kecil.

"Kapan-kapan saja kita jalan jalan sekeluarga ya sayang!" Papa mengecup kening Malika lembut  terlihat manyun tapi dia tidak pernah jahat kepada sang adik.

"Yasudah, Sika semoga kamu lekas sembuh ya, kamu sebenarnya sakit apa?" Tanya Malika.

"Tidak tahu kak!" Jessi menjawab lemas. Jessi masih merasakan aura kecemburun melihat Papa mengecup malika. Jessi merasa Malika begitu beruntung karena Mama dan Papa Sangat sayang kepadanya. Sedang dirinya hanya mendapatkan kasih sayang dari sang Papa saja. Entah kapan waktunya tiba, saat sang Mama menyapanya. Bahkan Mama tidak pernah menyapa Jessika sama sekali sedari kecil. Mama Eliza selalu menganggap Jessika kasat mata dan tak terlihat.

"Yasudah, ayo kita berangkat, nanti kita telat. Ma, Papa berangkat dulu ya!" Ucap Papa sambil mengecup kening sang istri dengan lembut.

"Hati-hati Pa." Ucap Mama.

"Iya Ma."

"Papa berangkat dulu ya sayang." Papa mengecup kening Malika lembut.

"Papa, malika mau ikut."  Malika merengek.

"Lain kali ya sayang." Ucap Papa.

"Baiklah, hati-hati ya Pa, sika, semoga kamu lekas sembuh ya dek!" Ucap Malika lembut.

"Makasih kak!" Jessi tersenyum dengan manis. Lalu papa dan jessi pun segera masuk ke dalam mobil dan melaju menuju ke bandara. Mereka naik pesawat pada jam dua siang. Selama di dalam pesawat Jessika hanya terdiam. Dia masih merasakan rasa sakit pada hatinya. Dadanya seolah terasa amat sesak dan tak karuan. Rasa cemburunya sungguh sangat menyiksa.

Bukan sekali ini Jessi merasakan cemburu seperti itu. Tetapi setiap saat, setiap waktu dan setiap detik. Malika adalah sosok kakak yang baik. Jessika sangat iri padanya. Karena menurutnya Malika memiliki segala hal yang dia inginkan. Papa Damian sudah menyadari bahwa Jessi merasakan kesedihan karena kecemburuannya terhadap sang kakak.

Papa damian memegang tangan sang putri dengan sangat lembut.

"Ada apa, kenapa diam terus dari tadi?" Tanya Papa. Sebenarnya Papa sudah tahu semua yang membuat Jessi diam. Tetapi Papa hanya berpura-pura tidak tahu saja.

"Tidak apa-apa Pa!" Ucap Jessika dengan lemah. Jessi menatap sang Papa dengan mata yang sayup. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa cemburunya di hadapan sang Papa.

"Jadilah kuat seperi Mamamu nak!" Ucapan Papa membuat Jessika semakin sedih. Air matanya menetes tanpa bisa dia bendung lagi. Rasanya sangat sakit mendengar ucapan Mama. Dia merindukan sosok yang di sebut Mama. Yang selama ini bahkan belum pernah dia merasakan belaian kasih sayang dari sosok yang bernama Mama.

"Menangislah tidak apa-apa!" Ucap Papa sambil memeluk sang putri dengan lembut. Jessika begitu merindukan sang Mama yang kini bahkan sudah ada di surga.

"Siapa yang paling papa sayang, antara Sika dan kak Lika?" Jessi menatap sang Papa dengan tetesan air mata yang terus menetes.

" Tentu saja kamu sayang, kalian berdua adalah anak-anak Papa. Tetapi Papa lebih sayang kepada kamu karena kamu sangat mirip dengan almarhum Mama mu." Ujar Papa menjelaskan.

"Kenapa Papa menduakan Mama Eliza?" Jesika bertanya dalam hatinya. Dia tak bisa menanyakan itu kepada papa. Padahal dia sangat ingin tau alasan papa seperti itu.

"Papa sayang sama mamaku?' tanya Jessika dengan pilu.

"Tentu saja, Mama mu adalah wanita yang paling Papa sayangi." Ucap Papa lembut.

"Sika tau, sika tau, karena itu papah menduakan Mama Eliza?" Ucap Jessika dengan tangis pilu. Sang Papa hanya bisa diam membeku. Putrinya sudah besar tau mana yang baik dan yang benar.

"Itu masalah orang tua sayang, ada hal yang tidak perlu kamu tau, setidaknya bukan sekarang!" Ucap Papa sambil memeluk mesra putri keduanya. Dia sangat menyayangi putrinya itu.

"Sika, hanya punya Papa, sika hanya punya papa, sika mohon jangan berubah Pa!" Tangis gadis itu begitu lirih. Rasanya Jessika sangat sedih karena tidak bisa mendapatkan kasih sayang seorang Ibu. Namun Jessika bersyukur karena masih memiliki Papa yang sangat mencintainya. Sika sadar Papa Damian lebih mencintai dirinya ketimbang sang kakak.

Bersambung


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C13
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen