App herunterladen
17.64% The Eternal Love : Hazel Star / Chapter 3: BAB 2 (Zaidan Abriana)

Kapitel 3: BAB 2 (Zaidan Abriana)

Hazel menggigit bibir bawahnya saat melihat seorang pria tampan bangkit dari kursinya. Sosok itu tersenyum kearah Hazel, menyambut kedatangan Hazel sebagai tamu yang diundangnya lewat surat berbentuk burung merpati. Jantung Hazel berdegup dengan hebatnya, bahkan iramanya terasa lebih kencang dan menggebu dari biasanya. Dari kejauhan, pria itu terlihat mengangkat tangan kanannya, menunjukan ponselnya, seolah memberi kode akan sesuatu yang sama sekali tak dimengerti Hazel.

Drrttt … drrttt … drrttt

Sesuatu bergetar tepat disaku kanan rok span milik Hazel. Getaran panjang yang menandakan adanya panggilan masuk dari seseorang. Untuk beberapa detik pertama Hazel masih terus mengabaikannya. Namun beberapa saat kemudian keningnya kembali berkerut, melihat sosok pria didepannya itu meminta Hazel untuk segera mengangkat panggilan telfon yang berasal darinya. Pria bertubuh jangkung itu tersenyum manis dengan telfon genggam ditelinga kirinya.

"Ha-halo," bisik Hazel terbata.

"Happy Anniversary!" ujar pria dengan suara yang terdengar begitu manly.

Kali ini kening Hazel kembali berkerut, setelah mendengar pria asing didepannya mengucapkan perayaan hari jadi lewat panggilan telfon, padahal saat itu mereka hanya dipisahkan oleh jarak beberapa meter saja. Dan yang lebih mengherankannya lagi adalah fakta dirinya yang sama sekali tak tahu situasi seperti apa yang sedang ia hadapi sekarang. Pria itu—Hazel tak mengenalinya sama sekali.

"Tunggu!" gumam Hazel dalam hati. "Sepertinya aku pernah melihat wajahnya. Dia dia terlihat mirip dengan gambar ilustrasi tokoh pria dalam novel yang ditulis A.L."

"Zaidan? Dia Zaidan?" sepasang bola mata Hazel membulat sempurna.

Seperti yang tertera dalam surat yang baru saja Hazel baca, pria itu benar bernama lengkap Zaidan Abriana. Wajahnya memang sangat mirip dengan karakter buatan sang penulis novel fiksi. Dan Zaidan yang ada didepannya kali ini juga memiliki visual tampan bak pahatan Dewa Yunani. Pria bepenampilan menarik itu memiliki mata cantik berwarna cokelat hazel, hidung mancung, dan bentuk rahang yang sempurna. Kulitnya putih kemerah-merahan atau biasa disebut bule, terkesan sexy dan tampan secara bersamaan.

Pria itu juga memiliki tinggi sekitar 185 cm, bahu bidang, dan tubuhnya yang kekar berotot. Postur tubuh menawan seperti itu semakin terlihat sempurna dengan tambahan sepasang kaki panjang yang dibalut celana bahan berwarna hitam, juga dengan lilitan gesper dipinggang kekarnya. Dia juga terlihat sangat cocok dengan balutan kemeja putih bergaris merah vertical. Kulit sehat dan wajah tampan yang semakin terlihat berkarisma dengan potongan rambut gaya Comb Over; rambut hitam yang dipotong dengan bagian atas tebal dan bertekstur, sedangkan di bagian bawah dan samping dipotong lebih pendek.

Hazel bahkan sempat berhitung, mengukur, dan membandingkan sosok pria didepannya, dengan Zaidan Abriana versi fiksi melalui mata elangnya yang tajam. Terdengar berlebihan memang, tapi kepo atau tingkat rasa penasaran Hazel memang melebihi siapapun. Apalagi sosok pria didepannya adalah satu-satunya orang yang ingin ia temui dalam dunia nyata. Sejak pertama kali melihat ilustrasinya, saat itu juga Hazel mulai membayangkan karakter Zaidan yang tampan dan cool dalam versi manusia.

"Za-Zaidan?" Bibir Hazel bahkan sampai bergetar dibuatnya. Sosok pria didepannya ini benar-benar mirip dengan karakter novel The Eternal Love.

DEG! DEG! DEG!

Dan pria yang sering disapa Zaidan itu kini melangkahkan kakinya mendekat kearah Hazel. Jantung Hazel kembali berdetak kencang, bahkan kali ini dua kali lipat kencangnya dari sebelumnya. Semua ini seperti mimpi, terlalu membingungkan dan juga pastinya terlalu indah untuk disebut kenyataan. Jika benar semua ini hanya mimpi, maka Hazel akan tetap bersyukur karena telah dipertemukan dengan sosok sempurna yang sangat ingin ia temui. Setidaknya, kali ini ia bisa melihat Zaidan dalam versi manusia, tak lagi dalam sketsa atau gambar ilustrasi dua dimensi seperti sebelumnya.

"Apakah kamu menyukainya?" tanya pria jangkung itu.

"Ah? Oh, i-iya," jawab Hazel terbata. Sepasang matanya kembali berbinar melihat keindahan rooftop yang didekor sekreatif dan secantik ini. "It's so beautiful."

"Kalau begitu, ayo kita tiup lilin dan buat permohonan!"

Hazel menahan tangan Zaidan yang menuntunnya kearah meja. "Permohonan?"

Zaidan mengangguk dan lekas mempersilakan Hazel menduduki salah satu kursi yang sudah ia sediakan sebelumnya. Mengambil pematik api untuk menyalakan lilin diatas cake dengan bentuk hati. "Ya. Kita harus buat permintaan dihari anniversary hubungan kita."

"Ah, kamu benar." Hazel tersenyum dan menganguk cepat, pura-pura mengerti dengan apa yang dimaksud Zaidan.

Mata bulatnya seketika berubah menjadi bulan sabit, tersenyum sambil memandangi wajah Zaidan yang terlampau tampan untuk ukuran manusia biasa. "Kau pasti malaikat," gumamnya dengan kedua sudut bibir terangkat.

Keduanya masih teridam, saling menghadap cake dengan lilin yang menyala. Jarak wajah mereka hanya terpisahkan oleh cake dengan ukuran diameter bola basket. Pemandangan paling indah yang baru dilihatnya seumur hidup, yaitu ketika menyaksikan Zaidan memejamkan matanya dengan sepasang bibir bergerak kecil. Mengucapkan doa-doa terbaik untuk hubungan mereka.

Hazel terpaku dengan visual Zaidan yang terlampau sempurna. Pahatan dan rasio wajahnya terbilang pas: rahangnya terlihat tegas, hidung mancung, sepasang alis tebal, cekuk mata dalam dengan bulu mata lebat dan lentik. Kulitnya putih, bibirnya sedikit bervolume dengan warna merah alami, dan jangan lupakan dengan warna matanya yang menjadi daya tarik dari semua kesempurnaan yang ada. Cokelat kehijau-hijauan atau biasa disebut hazel adalah warna mata yang sangat jarang sekali ia temukan di kehidupan nyata, khususnya penduduk pribumi Jakarta, Indonesia.

Dan saat sepasang kelopak mata itu terbuka, Hazel seketika membeku. Seolah terkena sihir dari pancaran warna mata cokelat hazel milik kekasihnya––ralat––kekasih dari perempuan yang memiliki nama sama persis dengannya, Hazel Star.

Zaidan pun menaikan satu alisnya. "Hem? Kamu bilang aku apa?"

"Ah?" Hazel terkesiap kaget. "Oh, ti-tidak. Aku hanya terkejut dengan sikapmu."

"Sikapku? Apakah ada yang salah dengan perlakuanku padamu?"

Hazel bungkam seketika. Pertanyaan dari pernyataan yang dia katakan justru balik menyerang dirinya. Apa yang keluar dari mulutnya bisa saja menjadi jebakan untuk dirinya sendiri. Sejauh ini Hazel hanya tahu kehidupan Zaidan dalam dunia fiksi, itupun sebagian besar dari deskripsi awal novel. Tentang sosok Zaidan yang tampan, jenius, dan multitalenta. Namun, dibalik kesempurnaannya itu juga terdapat kekurangan yang justru menjadi daya tarik untuk sang tokoh utama. Prince Frozen, adalah julukan untuknya atas kepribadiannya yang dingin dan misterius.

"Seperti yang semua orang tahu kalau kamu memang sosok yang menyebalkan. Coba hitung, berapa kali dalam setahun kamu memberikan surprize pada kekasihmu, huh?" goda Hazel memberanikan diri. Kali ini ia tak ingin terlihat bodoh didepan pria pujaannya. Setidaknya dia bisa membuat Zaidan yakin kalau wanita didepannya ini adalah kekasihnya, bukan kekasih jadi-jadian dari dunia yang berbeda.

"Haha." Pria itu tertawa lepas sambil memegangi perutnya, membuat Hazel kebingungan tak habis fikir. Ini adalah kali pertama melihat karakter buatan tertawa lepas, apalagi kali ini terlihat dalam bentuk manusia seutuhnya. Dia benar-benar tak menyangka akan mimpi yang terlihat begitu nyata, begitu sempurna untuk sekedar bunga tidur.

"Kenapa?" tanya Hazel bingung. Menelisik pancaran wajah Zaidan yang terlihat berbeda dari biasanya. "Apakah ada yang salah dari pertanyaanku?"

Zaidan menggeleng dan tersenyum. "Aku kira gadisku tak membutuhkan kejutan seperti ini. Maaf karena cukup lambat menangkap kode darimu. Aku kurang peka dengan perasaan dan juga keinginanmu. Jika malam ini aku bisa membuatmu bahagia, maka untuk malam-malam selanjutnya akan seperti ini. Ini adalah kali pertama aku membuka topeng. Kejutan kecil ini akan menjadi awal dari topeng-topeng lain yang akan terlepas. Aku harap kamu siap untuk menantikannya."

Topeng?

Topeng apa yang dimaksud Zaidan barusan?

Apa mungkin ini yang dimaksud dengan topeng pertama yang baru dilepasnya? Topeng 'Prince Prozen' yang dikenakannya untuk menutupi sifatnya yang hangat. Dan tsundere adalah pilihan untuk perubahan sikap yang ingin dilakukannya.

Dan kini keduanya tengah sibuk berbincang sambil menikmati cake yang disiapkan Zaidan sebelumnya. Duduk berhadapan yang hanya dipisahkan oleh meja bulat beralas kain berwarna putih. Cuaca malam ini terlihat sangat mendukung. Ada begitu banyak bintang yang bersinar membentuk lautan cahaya. Tidak hanya itu, cahaya dari gedung dan lampu-lampu lainnya di ibu kota ikut mempercantik pemandangan dimalam ini.

"Malam yang indah," gumam Hazel sambil menatap jauh ke depan. Melihat cahaya warna-warni dari penerangan jalan raya dan lampu-lampu gedung.

Saat perempuan itu menyunggingkan senyum tipisnya, seketika wajahnya bersinar karena cahaya lampion dan tumblr light. Hazel memang tak memenuhi kriteria perempuan berparas cantik sempurna, tapi Zaidan masih terus memujinya bak putri kerajaan tercantik di dunia. Hazel memang manis, mungkin itulah alasan kenapa Zaidan terus memandangi wajahnya disetiap kesempatan, seperti saat ini.

"Yang disampingku jauh lebih indah." Ujar Zaidan sambil menatap wajah Hazel dari samping tanpa berkedip.

Hazel menoleh kemudian tersenyum.

Wajahnya merona dan tersipu malu. Untuk yang pertama kalinya pipi Hazel merona dengan sikap Zaidan secara langsung. Biasanya dia hanya akan merona ketika membaca beberapa dialog atau kata-kata dalam novel atau film yang terbilang manis. Hazel tidak pernah membayangkan akan berkencan diatas rooftop gedung seperti ini, apalagi dengan orang yang sangat tidak mungkin dia dapatkan. Sekali lagi, hati kecil Hazel berharap agar mimpi ini tidak lekas usai sampai waktu yang tak bisa ia tentukan.

"Kemari!" pinta Zaidan sambil menepuk pahanya. Meminta Hazel untuk duduk diatas pangkuannya.

Pria itu tersenyum sambil merogoh saku celananya. Mengeluarkan satu ikat rambut berwarna hitam yang cantik. "Pagi tadi aku lihat seorang kakek tua berjualan dipinggir jalan. Aku hanya membantunya dengan membeli satu ikat rambut dan beberapa balon. Sebagian aku bagikan pada anak kecil yang ada disana, sisanya aku bawa kemari untuk mendekor rooftop ini."

Hazel tersenyum sambil mengusap puncak kepala Zaidan lembut. "Good boy."

Hazel menyilangkan kedua kakinya yang tengah menduduki paha Zaidan. Rasanya lebih nyaman dari sofa manapun yang pernah ia duduki sebelumnya. "E-eh, aku bisa pakai sendiri kok." Tolak Hazel saat melihat Zaidan hendak mengikat rambutnya yang terurai dengan ikatan rambut yang baru dibelinya pagi tadi.

Zaidan tersenyum dan tetap melakukan tugas awalnya, mengikat rambut sang kekasih dengan tutorial yang sempat ia tonton di YouTube siang tadi. "Pacaran memang seperti ini, melakukan hal yang biasa pasangannya lakukan." Ujarnya sambil menata rambut Hazel yang jatuh menghalagi wajah cantiknya. Pria itu kembali tersenyum sambil memiringkan wajahnya, menatap wajah sang kekasih lebih intens lagi. "Woah, sepertinya aku jatuh cinta lagi."

"Eish, berhentilah!" pinta Hazel sambil menyenggol bahu Zaidan, pipinya kembali merona.

"Aku pernah dengar; semakin cantik wanitanya, maka semakin gila prianya. Dan sekarang aku membuktikannya, rasanya diri ini semakin menggila karena wanitaku tak pernah berhenti terlihat cantik." Zaidan memiringkan wajahnya untuk melihat kedua mata Hazel lebih dalam lagi. "Aku mencintaimu."

Hazel meralat harapannya.

Kali ini ia menginginkan waktu berhenti dan terus memutar momen bahagia yang sangat jarang didapatkannya didunia nyata. Tetaplah seperti ini, bersama Zaidan, langit malam, dan cinta mereka yang membara. Tak perduli dengan alasan kenapa Tuhan mempertemukannya dengan Zaidan Abriana. Jika ini hanya mimpi, Hazel akan terus tertidur dan kembali tidur. Kalau semua ini hanya khayalan bawah sadarnya, Hazel berjanji akan terus melakukannya lagi dan lagi.

"Zaidan," bisik Hazel lembut.

"Hem?"

"Kenapa kamu suka tempat tinggi?" tanya Hazel.

"Alasanku suka tempat tinggi …" menatap jauh kedepan, " karena disini aku bisa melihat mereka, sedangan mereka tak bisa melihatku."

Hazel tak mengerti maksud dari perkataan Zaidan. Tapi dia tahu kalau apa yang dikatakan Zaidan adalah curahan hatinya. Introvert adalah salah satu alasan kenapa Zaidan lebih suka menyendiri dan memilih mencintai wanitanya secara diam-diam. Tak pernah terfikirkan olehnya bakal memiliki hati Zaidan walau hanya sebatas bunga tidur saja.

"Oh, ya. Ngomong-ngomong apa harapanmu?"

"Huh?" Hazel mengangkat satu alisnya dan mulai berfikir. Dia lupa, saat Zaidan berdoa tadi, seharusnya dia ikut bergabung dan melakukan permohonan sebelum mereka meniup lilin. Sial. Visual Zaidan sukses mengalihkan dunianya, terlalu sempurna untuk ukuran manusia biasa.

"Aku ingin bertemu denganmu dikehidupan lain." Meletakkan kedua tangannya dibahu Zaidan dan tersenyum hangat. "Aku ingin memilikimu, bahkan setelah aku membuka mata nanti."

Pria itu mengerutkan keningnya. Melipat bibir dan menggigitnya gemas. "Aku tidak tahu maksud dari perkataanmu itu. Reinkarnasi? Atau kehidupan abadi di surga? Lakukan apapun yang membuatmu bahagia, jika perlu, aku akan turut andil didalamnya."

Hazel mengangguk dan tersenyum. Diam-diam batinnya berharap kalau Hazel Star itu memang dirinya. "Aku harap orang yang kamu cinta itu adalah diriku."


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C3
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen