App herunterladen
80% Traumatik / Chapter 20: Ketua Kelas

Kapitel 20: Ketua Kelas

***

Devan terdiam di depan pintu kelas yang akan ia masuki. Devan menelan ludah. melihat ke arah bawah dengan ragu. ini adalah hari pertamanya bersekolah. kali ini tidak hanya bersama guru melainkan bersama teman teman seumuran. Devan akhirnya bisa menjadi manusia normal pada umumnya.

Devan merasa ragu dan juga gugup, Devan menghela nafas berkali kali berusaha menetralkan nafasnya. ia harus berani. ia laki laki. dengan segala keberanian yang dikumpulkan akhirnya Devan membuka pintu kelas. Kedua mata Devan melihat ke arah sekeliling kelas yang tampak asing baginya.

"Wah..ini namanya sekolah ya?" tanya Devan dalam hati. banyak anak anak yang seumuran dengannya. Devan melangkah dengan ragu menuju ke salah satu kursi kosong di depan dekat jendela. anak anak lain tampak dekat satu sama lain dengan cepat. banyak yang mulai membuat kelompok kecil. mereka tampak sama sekali tidak sadar dan mempedulikan Devan.

Devan memilih untuk melihat ke luar jendela. dan merapikan tas tas yang ia miliki. Devan masih gemetaran. ia baru pertama kali berada dalam lingkup orang yang sebanyak ini. Devan takut kalau-kalau nanti ia salah berbicara. Devan memilih untuk diam di tempat duduknya dan memangku dagunya dengan satu tangannya. satu tangannya sedikit merapikan poni miliknya. dan Devan mulai meraih buku diary dan mulai menggambar disana.

"sombong sekali dia" salah satu anak mulai berkomentar saat sedari tadi ia melihat Devan hanya duduk disana. dan hanya diam saja. mulai membuka buku aneh dan menulis disana.

"wah tampan ya" bisik anak anak lain. tapi Devan sama sekali tidak bereaksi. ia hanya fokus mengambar. saat ia fokus terhadap satu hal. Devan tidak peduli dengan apapun. anak anak itu mulai berasumsi ketika melihat Devan sama sekali tidak peduli dan hanya fokus terhadap dirinya sendiri. bahkan Devan tidak mau berinteraksi.

"iya sayang sekali.. padahal ia tampan" keluh anak anak perempuan. menyadari kalau anak baru itu sangatlah tampan. tapi sayangnya pandangan pertama mereka terhadap Devan lumayan buruk. Devan di anggap sebagai anak yang sombong karena dianggap sama sekali tidak menanggapi dan hanya karena ia anak baru dan tampan. begitulah tanggapan satu pihak dan anak anak lain langsung berkomentar aneh tentang anak yang dianggap berbeda.

***

Guru sudah masuk tidak lama. guru yang baru merupakan guru yang terbaik dan mendapatkan penghargaan dalam hal pelajaran. dia berdiri di depan kelas. dan Devan memasukkan alat tulisnya dan mulai melipat tangan dengan sopan melihat guru di depan. ini adalah hari pertamanya bersekolah biasa. Devan tidak sabar untuk beraktivitas.

"Baiklah, karena ini adalah hari pertama. maka kita akan memilih ketua kelas, dan untuk ketua kelas sendiri. kalau bisa di harapkan pada 'Devan' sebagai pemilik penghargaan murid terbaik pada masa pendaftaran bisa memegang perannya" seru guru itu menyuruh Devan untuk berdiri di depan kelas.

"wah hebat sekali!"

"dia loh yang terbaik waktu itu!"

"tampan!"

Tepuk tangan dan segala komentar mengiringi langkah kaki Devan saat Devan melangkah ke depan kelas melihat ke arah murid murid lainnya yang memandang Devan dengan tatapan iri. mereka semua tampak iri dengan peranan Devan yang dirasa sangat luar biasa itu. beberapa dari mereka menatap Devan dengan tatapan kagum dan penuh harap.

"ngh sebelumnya saya minta maaf" seru Devan ragu seraya mengelus pipinya dengan salah satu jemarinya. jujur ia senang sekali bisa mendapatkan peran luar biasa seperti itu. tapi keadaan tubuhnya tidak bisa ikut dalam hal ini. ia takut kalau ia akan sering pingsan dan ia tidak bisa menjalankan tugas sebagai ketua kelas dengan baik.

"Saya tidak bisa menjalankan tugas sepenting ini. karena...uhm...saya menderita penyakit asma dan anemia. sehingga saya akan susah melakukan pekerjaan berat...maaf" seru Devan mencoba tersenyum ramah. tapi tidak, langsung saja semua tatapan mereka berubah menjadi sangat berbeda.

Salah satu dari mereka berdiri dan Devan kaget saat tau itu adalah Axel. ia berdiri dan menunjuk ke arah Devan seraya menunjukkan wajah penuh rasa jijik dan benci pada Devan.

"uh dasar sombong!. jangan kira karena kau anak desa yang lebih pintar. cih, sok sokan lemah!" ejeknya. Devan terdiam, ia sama sekali tidak bermaksud seperti itu. ia benar benar tidak bisa.

tapi sebelum Devan berbicara. anak anak lain juga mulai menyahuti. mereka memandang Devan dengan tatapan yang sama. dan salah satunya malah langsung melemparkan kertas yang dibentuk kepada Devan. Devan melihat ke arah kertas itu dan melihat tatapan mereka yang tidak menyukainya. sama seperti di desa. tatapan mereka, tahan Devan kau tidak boleh sakit. tahan. Devan berusaha tetap tenang ditengah perasaan yang mulai tidak stabil.

"cih sombong kali!" serunya. anak anak lain juga mulai mengejek. dan itu akan terus berlanjut jika saja guru tidak menghentikan mereka untuk berhenti. Devan menelan ludah. ia menunduk. kepercayaan dirinya turun seketika. ia tidak tau kalau dirinya akan dipandang seperti ini. padahal ia sama sekali tidak pernah bermaksud merendahkan siapapun. ia benar benar tidak bisa. dan ia tidak bermaksud meninggikan dirinya. semuanya membencinya.

"Tenanglah okey?. dan Devan silahkan duduk jika tidak bisa-" katanya lagi. Devan menunduk dan mengangguk. saat ia berjalan ia bisa mendengarkan perkataan pelan guru itu yang hanya dapat didengar oleh Devan. dan membuat Devan semakin murung. Devan mengigit bibir bawahnya dengan gelisah saat perkataan halus guru itu seolah menusuk tajam dirinya.

"-huh dasar anak tidak tau berterima kasih. sombong sekali" lanjutnya. Devan melihat ke arah belakang dan ia hanya memamerkan senyuman. benar, tidak ada yang ada di pihaknya.

***

"Jadi siapa yang mau jadi ketua kelas?" semuanya hening. dan salah satu anak mengangkat tangannya di tengah keheningan yang melanda. dan anak anak lain mulai berbisik lagi. kali ini adalah bisikan pujian dan kagum. Devan merasa terdiskriminasi. Padahal tadi mereka dengan mudahnya mengejek dan menganggap Devan rendah.

***

Tak.

Tak.

***

Devan masih duduk di tempat duduknya berusaha meredakan kedua tangannya di atas pahanya dengan ragu. ia melirik ke depan. oh anak yang pintar tadi. anak itu melihat ke arah Devan terus menerus dengan tatapan tajam yang menusuk membuat Devan sekali lagi menunduk. menghindari tatapannya yang seolah mengatakan kalau dirinya itu sangatlah sombong dan angkuh.

"Baiklah ucapkan kata kata singkat dari ketua kelas baru kita" seru guru itu. lalu ia tersenyum tipis. anak itu melihat ke arah anak anak lain sejenak dan melihat ke arah Devan yang menunduk di kursi depan tampak jelas ia gugup.

"baiklah" dia memperbaiki kacamata yang dikenakannya itu. kedua manik matanya menatap sinis ke arah Devan dengan tatapan jauh berbeda.

"saya ingin mengatakan kalau saya disini mengantikan seseorang yang seharusnya 'jauh' lebih baik dari saya, dan dia sepertinya sangat sombong atau mungkin karena ia ingin menjadi yang terbaik dengan menolak terang terangan kesempatan ini. tapi tidak masalah, saya akan berusaha menjadi ketua kelas yang baik dan bertanggung jawab. tidak seperti orang yang seperti manusia kumal sok tampan ini" seru anak itu tajam seraya menyelipkan perkataan halus mengejek.

anak anak lain mulai tertawa pelan dan melirik-lirik Devan dengan tatapan mengejek yang sama. Dan bahkan Devan bisa merasakan tatapan guru yang menyetujuinya. Devan merasa seperti berada dalam lingkungan dimana ia menjadi satu satunya yang dipandang berbeda. dan ia merasa seperti seorang diri disini. jauh dari anak anak lain yang menampakkan harkat dan martabat serta status yang jauh berbeda dari dirinya. padahal mereka hanya berbeda tempat tinggal dan kehidupan. dan Devan dianggap sebagai yang paling rendah dan paling berbeda dari semua itu.

Devan semakin menunduk dan terpuruk. hari pertamanya berawal dari semua ini. dan menjadi awal dari neraka yang akan terus menyiksanya. bagaimanapun ia harus tetap bertahan demi ibu dan demi dirinya sendiri, ia tetap harus kuat.

***


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C20
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen