Kedua piring bersih, tak tersisa apapun diatasnya. Perut telah terisi penuh. Pengap sudah tak mampu berdiri. Andre hanya rebahan di kasur penjara. Sedangkan Beno duduk di kasur dekat Andre.
Tiba-tiba sebuah pertanyaan terlintas di pikiran Beno,
" Dre, kemarin kan kamu masuk lewat ventilasi itu, gimana awal ceritanya kamu masuk kesana?".
Andre yang tadi terbaring dan memejamkan matanya, lalu terbangun, dan mulai menceritakan awal mula kejadiannya. Kenapa ia bisa mencoba masuk ke lubang ventilasi itu. Dan tak lupa juga ia memberitahukan apa yang ia lihat di ventilasi itu. Kemana ventilasi itu mengarah. Dan semua yang ia alami saat mereka terpisah sampai Andre masuk penjara bersama Beno.
Ide gila terlintas begitu saja dalam otak Beno. Ia mengusulkan untuk keluar lewat ventilasi itu.
" Bagaimana kalau kita keluar lewat sana?", usul Beno.
Andre terdiam, mempertimbangkan usulan Beno. Apakah mereka bisa melewati lubang itu tanpa dicurigai? Apa dengan cara seperti ini semua masalah akan cepat selesai?
Beno menunggu keputusan Andre. Apa Andre punya ide yang lebih baik atau akan menerima usulannya?
" Kalau kita berdua ketahuan hilang dari penjara ini, mungkin penjaga akan curiga. Meski mereka tak sering mengawasi kita, tapi saat waktu makan tiba mereka pasti menuju ke sel kita dan aku gak tahu apa yang akan mereka lakukan saat mendapati kita tak ada di dalam sel?", jelas Andre.
Beno mengangguk pelan, dalam pikirannya, ia terus mencari ide-ide lain supaya mereka tak hanya diam disana. Uhh sungguh membosankan. Matanya kembali melirik lubang ventilasi yang menempel di langit-langit. Satu hal yang ingin ia tanyakan pada Andre, bagaimana cara membuka semua pintu sel ini?
Tapi Andre menggelengkan kepalanya pelan. Ia juga tak tahu bagaimana cara membukanya. Mendengar jawaban itu, ia menuju pintu sel. Mengamati apakah ada lubang kunci atau hal semacamnya disana. Tapi tak ia temukan lubang apapun disana. Lantas bagaimana cara membukanya.
Ia mencoba mengingat kali pertama ia masuk kedalam sel. Ia melihat salah satu penjaga yang berdiri tegap di depan salah satu bagian dinding. Tapi di dinding itu terdapat semacam sensor sidik jari. Saat pintu sel terbuka, ia terlihat menggerakkan mulutnya sambil menghadap ke arah sensor itu.
Saat itu Beno hanya menyaksikannya dari kejauhan, itupun saat ia tengah diseret masuk ke penjara oleh penjaga. Tapi penglihatannya tak pernah tertuju ke arah lain, hanya mengamati satu penjaga itu. Ia penasaran, apa yang ia lakukan. Dan saat semua tahanan masuk termasuk dirinya, penjaga itu kembali menggerakkan bibirnya kembali ke arah sensor itu seperti orang yang sedang berbisik.
"Beno! Beno!",ucap Andre sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Beno yang melenyapkan bayangan tentang apa yang dilakukan penjaga itu.
"Kenapa kamu, Ben? Gitu amat ngelamun", sambung Andre.
Sambil melebarkan matanya, Beno berkata, " Aku tahu!".
" Tau apa maksudmu?", tanya Andre keheranan.
" Cara membuka pintu...", ucap Beno yang terputus saat Andre menutup mulut Beno dengan tangannya.
" Jangan keras-keras dong ngomongnya", ucap Andre dengan tangan kanan yang masih ada di bibir Beno. Ia sudah mulai tahu apa yang dimaksud Beno. Tapi ia memintanya untuk tak terlalu keras bila memperbincangkan tentang rencana melarikan diri. Karena mereka bisa celaka bila rencana mereka itu sampai terdengar di telinga para penjaga.
Setelah tangan Andre lepas dari bibir Beno, Beno membisikkan sesuatu ke telinga Andre. Lumayan lama memang. Entah apa yang dibicarakannya. Tapi setelah beberapa saat Beno membisikkan sesuatu itu, Andre terlihat mengangguk pelan.
Sampai suara bisikan Beno terhenti di telinga Andre saat salah satu penjaga datang ke sel mereka dan berkata, " Tuan Andre, diminta Pak Max untuk segera menemuinya".
Penjaga yang dulu diperhatikan Beno saat membuka dan menutup pintu sel, kembali diperhatikan lagi olehnya. Ia melakukan hal yang sama saat membukakan pintu sel untuk Andre dan kembali menutupnya dengan cara yang sama, menggunakan sensor suaranya. Beno belum pernah melihat penjaga lain selain penjaga itu mendekati sensor. Sepertinya hanya penjaga itu yang diperbolehkan membukanya. Tapi entahlah ia juga tak tahu pasti. Tapi yang pasti suaranya itu mirip dengan suara Max. Ya suara Max. Atau bisa jadi, karena ia punya suara yang mirip seperti Max, ia juga bisa mengendalikan sensor itu. Ya sepertinya begitu.
___________________________________
Max dikawal dua orang penjaga menuju ke ruangan dimana Max berada. Lantai utama, tempat Max berada dengan semua pengendali digitalnya. Ia tengah mengendalikan semua tempat jarahannya.
Setelah melewati beberapa lantai dengan lift, akhirnya Andre tiba juga di lantai tempat Max berada.
"Max?", sapa Andre.
Max yang tadi sibuk memerintah ini-itu segala macam pada semua pekerjanya, ia berbalik badan ke asal suara yang memanggilnya. Ia tersenyum ringan. Andre hanya mengacuhkannya.
" Andre! Aku memaafkanmu kali ini, kamu bebas sekarang, dan bekerjalah untukku!", rayu Max.
Andre menjawabnya dengan perasaan kesal yang tertimbun di hatinya, " Tak sudi aku bekerja untukmu, lebih baik aku sengsara!".
Max merayunya lagi dengan lembut, " Oke,,oke, bagaimana jika kamu bekerja untukku, aku akan bebaskan teman sampahmu itu?".
" Mereka bukan sampah!!", serongot Andre yang sudah tak bisa menahan amarahnya. Ia menampar Max. Tapi Max tak melawan. Para penjaga memegangi Andre, tapi Max meminta mereka untuk melepaskan Andre.
" Bagaimana? Kamu mau kan bekerja untukku?", tanya Max. " Nanti akan kubebaskan teman-temanmu", sambungnya.
Andre mencoba berpikir jernih, meredakan semua amarah yang tadi meledak. Diam sesaat. Semua orang yang ada di ruangan itupun tak ada yang berani mengeluarkan suara.
" Baiklah", ucap Andre yang memecah semua keheningan itu. " Aku akan bekerja untukmu, asal kau bebaskan teman-temanku", sambungnya. Ia telah menyetujui tawaran Max.
Lantas apa yang akan terjadi selanjutnya?