Andre dibopong menuju unit kesehatan penjara disana. Lalu ia ditidurkan di kasur putih. Kedua penjaga itu pergi meninggalkan Andre disana. Tak lama kemudian, Dokter datang untuk memeriksa Andre.
Dokter itu mendekat kepada Andre. Saat Dokter itu akan menempelkan stetoskopnya di dada Andre. Andre tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Dokter itu pun terkejut. Ia terperanjat mundur ke belakang.
"Apa kamu baik-baik saja?", tanya Dokter itu.
Andre hanya terdiam menatap Dokter itu. Dokter itu lalu mendekati Andre. Dan mencoba mengulangi apa yang tadi ia tanyakan pada Andre, " Hei, apa kamu baik-baik saja? Apa kamu merasakan sakit? ".
Andre terus menatapi Dokter itu, hingga Dokter itu mendekati Andre dengan hati-hati. Setelah Dokter itu mendekat, Andre mulai berbicara," Dok, Dokter mau bantu saya tidak?".
Dokter itu adalah salah satu tahanan juga. Ia dihukum disana dengan mengabdikan dirinya tanpa dibayar. Awalnya, ia menerima itu. Karena itu adalah bentuk pertanggungjawabannya atas semua yang telah ia lakukan. Dulu ia pernah menjual obat-obatan yang telah kadaluwarsa kepada pasiennya, sehingga pasiennya meninggal dunia. Praktiknya itu kemudian diketahui oleh kepala desa. Lalu dihukum seperti sekarang.
" Dok, aku ingin minta bantuanmu", kata Andre.
" Kenapa aku harus membantumu?", tanya Dokter itu.
Andre bingung harus menjawab apa, namun tiba-tiba ada jawaban di otaknya untuk menjawab pertanyaan dari Dokter itu, " Kau sudah bosan kan dengan keseharianmu ini?", tanya balik Andre.
" Apa maksudmu?", tanya lagi Dokter itu yang pura-pura kurang paham apa yang dimaksud Andre.
" Aku ingin kau membantuku untuk bisa keluar dari penjara ini. Nanti akan ku ajak kau juga bersama teman-temanku", kata Andre.
Dokter itu beranjak dari hadapan Andre. Ia membelakangi Andre. Dan mulai berpikir, apakah ia harus menerima tawaran itu? Atau tetap disini dengan semua kejenuhannya? Pertanyaan itu memenuhi benak Sang Dokter. Hingga akhirnya ia bersedia membantu Andre dan teman-temannya.
"Tentu saja, aku bisa membantumu untuk hal itu"
"Bagus", jawab Andre.
"Jadi apa rencanamu?"
"Kita ingin keluar dari sini, dan mencoba menghentikan tingkah adikku, Max"
"Max? Pemilik Bunker itu?"
Andre pun menganggukkan kepalanya.
"Kalian ingin ke bunker itu?"
"Ya, dan aku tahu kamu bisa mengantar kami kesana"
"Tentu aku tahu, tapi tak mudah untuk menuju kesana, banyak kamera pengintai, banyak jebakan, dan masih banyak yang banyak-banyak"
"Bagaimanapun caranya, kita harus kesana dan menghentikan adikku"
"Baik, aku mengerti, tapi adikmu itu keras kepala, akan sangat sulit jika hanya dengan memberitahunya"
"Aku kakaknya, aku tahu dimana letak kelemahannya"
"Baiklah, tapi aku tidak bisa menjamin, kita akan bisa masuk dengan selamat"
"Kami punya banyak akal disini, tenang saja", santai Andre.
Setelah dirasa semua tujuannya kemari telah disampaikan, dan mereka telah mencapai kesepakatan, Andre pun mulai beranjak dari kasur putih itu. Ia berjalan mendekati Dokter yang memilik tahi lalat di bawah hidungnya itu. Lalu Andre berbisik kepadanya, " Aku sebenarnya tidak sakit". Lalu ia pergi meninggalkan Dokter itu. Dokter itu menatapi Andre yang mulai pergi lalu menghilang dari pandangannya.
"Apa aku harus benar-benar membantunya?", tanya Dokter itu pada dirinya sendiri setelah Andre benar-benar pergi dari pandangannya.
"Bagaimana jika perangkap-perangkap itu berhasil melumpuhkan kita sebelum sampai di bunker?"
'Apa aku harus coba untuk temui kepala desa dulu? Ya, sepertinya harus, siapa tahu dia mendukung kita dalam hal ini', ucap batinnya dibarengi dengan menganggukkan kepalanya pelan.
'Tapi kapan aku bisa bertemu kepala desa itu?'
Dokter itu tak ingin terlalu memikirkan rencana Andre terlebih dahulu, ia ingin fokus dulu pada pekerjaannya kini. Sebelum esok ia akan dipindah tugaskan menjadi bagian kebersihan karena akan ada yang mengambil alih pekerjaannya kini.