Damar duduk di lantai kayu rumah yang saat ini sedang ia singgahi. Ia memandangi desa tak berpenghuni di hadapannya yang disebut-sebut Hanggono sebagai kampung halamannya. Ia membayangkan anak-anak kecil yang berlarian di sekeliling desa tersebut.
"Bukan kebahagiaan yang ada di sini," sebuah suara tiba-tiba mengagetkan Damar.
Hanggono ikut duduk di sebelahnya. "Kalau kamu berpikir dahulu disini ada kebahagiaan, kamu salah besar. Hanya ada duka di desa ini."
Damar memandangi Hanggono dengan tatapan penuh tanya.
"Kita akan bermalam disini, jadi biasakan diri kamu sedikit," ujar Hanggono sembari menepuk bahu Damar. Hanggono kemudian berdiri dan kembali meninggalkan Damar seorang diri di beranda rumah kayu itu.
Damar tersenyum sinis pada Hanggono yang baru saja pergi meninggalkannya. "Sok tahu," gumam Damar pelan.
Samar-samar Damar bisa mengingat senyum kedua orang tua kandungnya. Mereka masih bisa saling melempar tawa meski disaat bersamaan perut mereka keroncongan menahan lapar.
Terima kasih atas dukungannya..^^
Share your thought on the comment section and let me know about it.. ;)