Vincent masuk ke dalam hotel dengan santai dan menuju ke bagian resepsionis. Karena kunjungannya termasuk rutin, beberapa karyawan senior sudah mengenalnya.
"Maaf Nona Felicia, tapi Pak Ben berpesan ada urusan penting yang harus dibahas dengan Tuan Regnz. Pak Ben akan menemui anda di kafe hotel."
Felicia hanya mendesah mendengar itu dan menurutinya. Pada akhirnya dia pergi terlebih dulu dengan wajah cemberut ke arah kafe.
Tidak membutuhan waktu lama atau prosedur yang sulit seperti harus membuat janji temu atau lainnya, Vincent langsung diantar ke lift yang langsung naik menuju ke lantai tempat CEO berada.
Begitu pintu lift terbuka, Vincent melirik ke bagian meja sekretariat. Dia tidak ingin gadis itu mengetahui kunjungannya ke Star Risen; jika seandainya gadis itu ada disana, dia akan menyembunyikan wajahnya.
Untungnya gadis itu tidak ada disana. Anehnya.. dia merasa sedih saat tidak melihat wajah gadis itu.
"Charlie? Kupikir kau sudah berhenti?" goda Vicent.
Pria yang berusia hampir sama dengan Ben hanya menggelengkan kepalanya mendengar gurauannya.
"Sepupumu tidak akan pernah mengizinkan surat pengunduran diriku."
Vincent tertawa mendengar respon ini.
"Itu adalah bukti kau tak tergantikan. Tapi, aku dengar, kau memiliki partner?"
"Ah, iya benar. Tapi itu hanya untuk sementara."
"Sementara? Kenapa?"
"... Aku rasa sebaiknya kau bertanya langsung pada Pak Ben."
Mendengar ini kening Vincent semakin mengerut. Kenapa dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan mengenai sekretaris baru sepupunya?
Apakah benar mereka berdua memiliki hubungan spesial? Tapi, dia yakin sekali gadis itu berusia awal dua puluh tahunan, sepupunya tidak mungkin jatuh cinta pada gadis yang usianya belasan tahun dibawahnya, kan?
Kalau iya, apa yang harus dia lakukan pada Felicia?
Sadar dia tidak akan mendapatkan jawaban dari Charlie, dia memutuskan segera masuk kedalam menemui sepupunya.
Dia memasuki ruangan besar dengan rak buku yang berdiri tegak di sebelah kirinya. Buku-buku tersusun rapi di atas rak dan terdapat aroma peppermint khas sepupunya.
Tak jauh disana dia melihat sepupunya duduk di meja kerjanya sambil menatap komputernya dengan wajah serius. Di belakangnya terdapat jendela kaca yang besar dari ujung kiri hingga ke kanan membuatnya bisa melihat langit biru dan beberapa bangunan tinggi di luar.
Vincent menutup kembali pintu ruangan dan berjalan mendekati sepupunya dengan santai.
"Aku harap kedatanganku kesini bukan karena kejahilanmu belaka."
Benjamin yang tadinya menatap komputernya dengan ekspresi serius, kini menunjukkan wajah rileks saat mendengar suaranya.
"Yah, kau sangat mengenalku. Tentu saja... aku.."
"Aku akan pergi." potong Vincent hendak berbalik untuk pulang.
"Tunggu. Kali ini aku serius."
Setelah menimbang kembali apakah sepupunya sedang serius atau sedang menjahilinya, Vincent memutuskan untuk tinggal dan duduk berhadapan dengan Ben.
Tidak lama setelah dia duduk, Benjamin memberikan sebuah amplop berisi surat penting.
"Apa ini?"
"Kau pernah dengar nama Payton Hill?"
"Pernah. Siapa yang tidak kenal dengan Peyton Hill? Perusahaan pegadaian yang terkenal memeras orang-orang miskin. Kenapa?"
"Benar. Salah satu pimpinannya tertangkap basah memukuli pihak yang berhutang hingga mati. Tidak hanya itu, setelah diselidiki orang ini kecanduan obat terlarang dan telah ditahan pihak berwenang."
"Aku juga sudah mendengarnya. Karena orang kepercayaannya telah masuk penjara, tidak ada lagi yang bisa mengatur keluar masuknya uang. Dan kini mereka berada di ujung kebangkrutan. Lalu?"
"Aku tidak akan berbasa-basi lagi. Sebenarnya... pendiri Payton adalah James."
Mendengar nama itu membuatnya menghembuskan nafas terberatnya.
"Kau ingin aku mengakuisinya? Jika iya, aku tidak sanggup. Tidak. Aku bahkan tidak ingin. Kenapa kau tidak minta bantuan papa saja?"
"Boleh saja. Hanya saja, mungkin James akan membujuk ayahmu untuk menikahkanmu dengan putrinya. Cara yang paling mudah untuk menghapuskan hutang budi."
"Apa? Apa hubungannya.. Aku tidak akan menikah dengannya. Clarissa bukanlah wanita yang cocok untuk dijadikan istri. Lagipula kedua orangtuaku juga tidak akan memaksaku untuk menikah dengan orang yang tidak kusukai."
"Ayahmu mungkin tidak. Tapi bagaimana dengan ibumu? Clarissa sangat ahli dalam mengambil hati seorang ibu. Kau juga mengetahuinya."
Vincent sama sekali tidak menyukai gagasan itu. Dia sama sekali tidak bisa membayangkan ibunya masuk dalam tipu muslihat dari Clarissa yang merupakan putri tunggal dari James Paxton.
"Karena itulah, aku ingin kau yang melakukannya. Dengan begitu kau bisa bebas menentukan pilihanmu sendiri. Dan James tidak akan memiliki alasan lagi untuk menikahkan putrinya denganmu."
Vincent mendesah berat masih tidak ingin berurusan dengan pria tua penuh trik tersebut.
"James adalah saudaramu, kenapa bukan kau yang membantunya?"
"Kau pikir aku ingin membantunya?"
Kali ini Vincent benar-benar dibuat bingung oleh sepupunya. Bukankah Ben khusus meminta bantuannya karena ingin membantu James? Lalu apa maksudnya dengan mengatakan 'kau pikir aku ingin membantunya?'
"Memangnya, kau tidak ingin membantunya?"
"Tidak. Tidak sama sekali. Aku justru ingin membeli semua saham yang ia miliki. Aku ingin mengambil semua kepunyaannya hingga tak bersisa. Sayangnya, jika aku yang membelinya dengan namaku, James beserta saudara-saudara sepupuku lainnya akan menyerangku dan membuatku menyerahkannya kembali dengan paksa."
"Aku tidak mengerti. Biar bagaimanapun James adalah seorang Paxton, dia termasuk keluargamu. Kenapa kau malah ingin menghancurkannya? Dan lagi, kau menggunakanku?!"
Vincent sudah tidak lagi bisa menahan kejengkelannya. Dia sanggup menanggapi kejahilan dan gurauan dari sepupunya. Tapi, dalam hal ini.. dia tidak bisa menerimanya.
"Kau sama sekali tidak mengerti. Paxton bukanlah seperti apa yang dilihat. Aku tidak bisa menceritakan semuanya."
Keluarga Paxton memang sangat unik dengan tradisinya. Mereka sangat menaati tradisi turun menurun dengan mengutamakan anak sulung tidak peduli apakah anak tersebut seorang lelaki maupun perempuan. Secara keseluruhan, anak sulung yang berhak mewarisi sembilan puluh persen kekayaan generasi sebelumnya.
Ayah kandung dari Benjamin merupakan putra sulung yang berarti Benjamin yang merupakan anak tunggal memiliki harta ayahnya seutuhnya.
Davone, ayah dari Ben memiliki beberapa keponakan. Diantaranya adalah James dengan putri tunggalnya bernama Clarissa berusia dua puluh enam tahun.
Secara tradisi, saudara-saudara dari ayah Ben hanya mendapatkan sepuluh persen yang dibagi sama rata. Otomatis saudara-saudara sepupu Ben mendapatkan apa yang didapatinya dari orangtuanya.
James beserta keponakan Davone lainnya menginginkan lebih. Keserakahan mereka tidak bisa dibendung dan terus mencari cara untuk merebut apa yang dimiliki Benjamin saat ini.
Dengan bantuan ibunya, Benjamin berhasil menyembunyikan sebagian besar asetnya dan hanya menunjukkan beberapa yang sudah diketahui keluarga Paxton pada umumnya.
Untuk aset yang belum ditunjukkan, dia tidak pernah menunjukkannya ataupun menggunakannya. Dengan begitu saingannya tidak akan tahu apa yang harus direbut dan diam menunggu kesempatan datang.
Ada satu kelemahan yang dimilikinya. Benjamin sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan Paxton. Jika hal ini diketahui, tidak diragukan lagi... namanya akan dihapus dari silsilah Paxton yang berarti dia akan jatuh miskin.
Dia sama sekali tidak keberatan jika dia jatuh miskin. Itu sebabnya dia membangun Hotel Star Risen yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Paxton.
Dia lebih banyak menerima investasi dari keluarga Regnz daripada Paxton. Saat ini hanya Regnz satu-satunya keluarga dan dukungan yang ia miliki.
Namun sekarang berbeda. Dia memutuskan untuk mempertahankan segala aset Paxton dan akan menyerahkannya pada Catherine. Sebelum itu, dia harus menyiapkan agar Catherine tidak termakan oleh segala trik licik para anggota keluarga Paxton.
Hanya dengan mengembalikan semua warisan pada Catherine.. putri sulung dari putra sulung Davone; dia bisa mengurangi rasa bersalah dan menebus kesalahan ibunya.
Dia yakin ibu kandungnya tidak pernah memberitahu Davone bahwa dia telah mengandung dirinya sebelum menikah dengan pria itu. Ibunya juga tidak pernah peduli pada Daniel dan tidak pernah mencari tahu keberadaannya meski Davone selalu memikirkan putra sulungnya.
Benjamin sama sekali tidak tahu apa-apa hingga saat kedua orangtuanya tiadapun, dia sama sekali tidak mengetahui bahwa dia memiliki seorang kakak. Kenyataan bahwa dia bukanlah anak kandung Paxton juga masih belum diketahuinya.
Jika seandainya pemerintah tidak menghubunginya waktu itu, rahasia ini tidak akan terkuak. Jika seandainya dia tidak merasa harus menyelidiki keempat anak dibawah umur kala itu, dia tidak akan mengetes DNA mereka dengan Davone Paxton. Dia tidak akan tahu bahwa dirinya bukanlah anak kandung Paxton, karena dia mengetes DNAnya dengan Daniel yang hasilnya mengatakan mereka berdua sama sekali tidak memiliki hubungan darah.
Waktu itu pula dia mengetes DNA Daniel dengan milik Davone dan tidak diragukan lagi, Daniel memang adalah putra kandung Davone.
Disaat itulah dia mengerti... Kenapa ayahnya tampak tidak menyayanginya dan selalu memikirkan hal lain. Disaat yang sama dia membenci Daniel dan tidak mau mengunjunginya di rumah sakit jiwa dan berharap kakaknya tidak pernah sembuh.
Seiring berjalannya waktu, dia melihat wajah Catherine yang tumbuh dewasa. Wajah gadis muda itu mengingatkannya pada seseorang. Tidak.. wajahnya sangat mirip dengan wanita itu.
Karena itu.. dia melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Dia memanggil ahli spesialis kejiwaan untuk mengobati kakaknya. Dia bahkan membantu Catherine dan mempersiapkannya untuk menjadi seorang Paxton sepenuhnya.
Semuanya sudah dia persiapkan. Bahkan akte kelaharian Catherine beserta ketiga adiknya yang menggunakan nama West juga sudah diubahnya kembali menjadi Paxton. Sisanya hanyalah menunggu Catherine siap dan mengenalkannya pada seluruh dunia.
Tapi sebelum itu.. dia harus mengatasi tiap-tiap serigala licik yang hendak menerkam Catherine tanpa ampun.
"Hanya kau satu-satunya yang bisa membantuku." Ben mengucapkannya dengan putus asa tanpa disadarinya.
"Jika aku melakukannya, aku akan melibatkan seluruh keluarga Regnz, dan lagi.. aku tidak punya uang sebanyak itu. Kau juga tahu itu."
"Benar, kau tidak punya. Tapi V memilikinya."
Saat itulah wajah Vincent menjadi kaku.