"Ngomong apa, sih? Gak jelas!" Rio menendang kaki Leandra yang menghadangnya dengan sengaja.
Mata mereka sempat saling menatap, seolah ada bara api yang berkilat di sana. Entah apa isi kepala dua anak muda ini. Yang pasti ketegangan kosong ini masih berlanjut sampai salah satu dari mereka memilih memalingkan wajah dan pergi. Satu persatu berjalan ke arah berbeda.
Rio mengambil langkah lebih awal, pemuda itu memburu langkah kaki Laras. Sesungguhnya Gadis tersebut sudah hilang dari pandangan.
Sedangkan Leandra, pemuda tersebut tampaknya tertarik pada kerumunan di tanah lapang. Untuk itu ia berjalan menuju hamparan tanah yang dilapisi rumput tipis tak jauh dari Surau.
Leandra melihat Martin dan Nana ada di sana. Kedua temannya tersebut berbaur dengan masyarakat kampung dan bocah-bocah kecil yang tak seberapa banyaknya.
Bocah-bocah kecil berbaris layaknya tentara. Tepat di depan keberadaan mereka yang terbagi menjadi beberapa kelompok—terdiri dua hingga empat anak—terdapat meriam bambu. Sebuah benda yang aneh menurut Leandra.
Pemuda ini mendekat. Berdiri beberapa meter di belakang sekelompok bocah yang tertangkap sangat sibuk.
Berbeda dengan apa yang dilakukan Martin dan Nana yang memilih bergumul bersama keseruan anak-anak kampung. Mereka berdua ikut serta mempersiapkan sesuatu. Entah apa itu, yang pasti barisan bambu berwarna hijau tersebut selalu bersanding dengan lampu minyak atau lilin.
Alih-alih penasaran, pemuda berbulu mata lentik dengan rambut yang dibiarkan terurai berserakan tersebut berdiri awas. Sempat tertangkap bersedekap tangan. Mengerutkan dahi hingga kedua belah alis tebal tersebut hampir menyatu. Tatkala pemuda ini menyadari anak-anak—bahkan Martin dan Nana—ikut memunguti sesuatu yang mirip dengan arang, akan tetapi warnanya bukan hitam melainkan abu-abu.
Sebuah zat padat berwarna abu-abu tersebut dimasukkan ke dalam lubang kecil buatan yang terletak beberapa sentimeter dari dasar bambu.
Mereka berhitung. Riuh. Gelegar antusiasme yang membakar suasana.
Satu..., Dua...,
Leandra awalnya hendak tersihir untuk turut serta berhitung. Namun selepas ia melihat anak-anak itu memindahkan nyala api secara perlahan dari lilin atau lampu minyak yang berada di dekat batang bambu. Ia memilih berjalan pergi, detik berikutnya dia mempercepat langkah, semakin cepat dan kian cepat, dia berlari. Leandra berlari secepat dia bisa.
Tiga...,
Riuh, warga menyambut lengkingan lantang dentuman demi dentuman tembakan mercon bambu. Senada bom molotof.
Leandra berlari tunggang lalang. Menuju rumah joglo dan mendorong pintu tersebut kuat-kuat.
Hentakan tangannya membuat pintu kayu berbunyi keras sekali. Dua orang di dalam yang sedang merapikan alas tidur menoleh padanya.
Pada pemuda yang lekas menutup pintu kembali dan sejalan kemudian terlihat punggungnya menempel pada pintu. merosot perlahan. menelusuri daun pintu dan terduduk lelah di Selasar lantai.
"Kau kenapa?" ini suara Rio.
Sekian detik Leandra sekedar menatap kosong. Menatap Rio lalu orang lain yang ada di sana.
"Tak ada," lekas berdiri dan membuat gerakan tangan yang terlihat seperti menepuk-nepuk debu di bajunya. Di seputar celananya.
Laras menatap sekilas pada pemuda tersebut, gadis ini buru-buru memalingkan wajah setelah benaknya lebih fokus merangkai persepsi lain terkait, 'apakah lantai rumahku terlalu kotor?'
Leandra tidak menyadarinya. Dia konsisten sibuk membersihkan dirinya.
"Bisakah kau hentikan gerakanmu itu?!" ini ungkapan Rio. Dia sempat bertemu mata dengan Laras. Dan merasa jengkel melihat kelakuan Leandra yang kurang peka. Caranya membersihkan debu yang tidak tampak tersebut terlihat kurang menyenangkan.
"Ada masalah?" bahu Leandra naik bersama kedua telapak tangannya. Acuh tak acuh pemuda berambut panjang itu melempar dirinya pada kursi menjalin yang ukurannya paling panjang. Dia membaringkan diri tak peduli yang lain sedang sibuk merapikan selasar yang nantinya akan menjadi tempat mereka beristirahat bersama-sama.
"Kau harus memindahkan api di atas itu," dia yang membaringkan tubuhnya di kursi menjalin panjang mengarahkan telunjuknya pada sebuah lampu gantung yang berada tepat di atas tubuhnya. di tengah-tengah ruangan. Sebuah lampu antik yang seolah berasal dari dunia kolosal menjuntai dari langit-langit dan menggantung di sana. Lampu dengan bahan bakar minyak tanah dan nyala api yang berkilau indah. Tidak akan ditemui pada rumah modern.
Laras dan Rio mengabaikan dengungan protes pemuda tersebut.
"Kenapa kamu tak mendengar kata-kataku??" Leandra bangkit. Setengah melompat dia memburu Laras yang terlihat meninggalkan kesibukannya merapikan kasur tipis berbalut dengan sprei. Selasar yang nantinya digunakan teman-temannya istirahat telah siap.
"Ini sudah malam. Cahaya yang redup membuat kalian lebih nyaman, bukan," pemikiran inilah yang menjadikan laras mematikan lampu neon lalu menggantinya dengan lampu yang dalam istilah Leanda ialah lampu kolosal.
"Aku sungguh-sungguh! Matikan itu! Dan ganti lampu neon saja! Atau Matikan saja semuanya!" Volume suara pemuda ingin meninggi tanpa alasan yang berarti.
Otomatis Rio berlari mendekati 2 anak muda yang terdengar saling berselisih paham.
"Hai apa-apaan kau?" Rio menarik bahu leandra. Mendorong pemuda itu untuk menjauhi Laras. Pemuda tersebut mengkonfrontasi Laras dengan membuat gadis itu terhimpit antara dirinya dan celah pintu.
Perempuan ini sempat menatap aneh pada leandra. Sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan dua pemuda yang masih berdiri di tempat yang sama.
"Aku tidak tahu bagaimana caramu hidup. tapi aku mohon kali ini saja. sebab kau bertamu di rumah ini bersamaku. cobalah untuk menghargai pemilik rumah?"
Kalimat yang diutarakan Rio jelas tidak begitu dipedulikan oleh Leandra. pemuda tersebut memilih kembali duduk di kursi menjalin. Menatap toples toples kaca yang tersusun di atas meja. toples yang berisi beraneka kue kering, aneka keripik bahkan beberapa piring hidangan yang terbungkus daun pisang.
Pemuda ini meraih satu bungkusan daun pisang. Perlahan di dekatkannya bungkusan berwarna hijau tersebut pada indera penciumannya. Bau tajam legit.
"Kau tahu ini apa?" tanya Leandra pada Rio.
"Jangan ambil apa pun!" Rio menggertak sembari membaringkan tubuhnya. Dia mulai mengambil selimut untuk membungkus dirinya.
gertakan Rio tak berarti, Leandra bukan sekedar mengambil. pemuda ini menarik batang lidi yang menusuk bungkusan daun pisang.
"Ah…," ia tersenyum. tidak percaya dengan apa yang terlihat di dalamnya. bau legit tersebut ternyata berasal dari ketan berwarna hijau dan berair. leandra merasa ia pernah memakan hidangan serupa.
Hidangan pencuci mulut yang akan ditawarkan pada sesi akhir pertemuan-pertemuan resmi. Beberapa sendok tersaji di atas piring kudapan. tapi pemuda ini lupa namanya. menyeruput buluran air yang mengalir di atas daun pisang masuk ke mulutnya. manis bercampur kecut terpadu bersama menjadi satu. Menggigit dan mulai membuat hidangan itu berserakan. Daun-daun pisang bekas pembungkus berjatuhan di lantai.
***
.
.
"Laras, aku rasa kami akan berangkat pagi-pagi," Martin memasuki ruang tengah. Nana akan tidur di kamar laras. Rumah Joglo memiliki konsep monoton selama berabad-abad silam. Selain bentuknya yang kotak presisi. Rumah tipe lama ini secara nyata terbagi menjadi dua bagian. Bagian muka merupakan bale-bale atau ruang tamu yang besar. Dan bagian belakang berupa ruang tengah yang berpadu dengan tiga kamar. Kamar-kamar tersebut berbaris sejajar pada sisi belakang.
Kamar kanan, kiri dan kamar Senthong. Senthong ialah kamar tengah yang pada zaman dulu digunakan untuk menyimpan pusaka maupun harta keluarga. Termasuk tempat untuk beribadah.
Sepertinya fungsi tempat beribadah masih dipertahankan oleh keluarga selaras. Kamar tengah terbuka lebar untuk shalat.
Maka dari itu tertangkap dua perempuan muda, Laras dan Nana detik ini berdiri di depan pintu kamar sisi kiri--pintu kamar Laras.
"Berarti sebelum shalat ied?" tanya Laras.
Martin menatap Nana.
____________________________
Hello, bantu saya dengan memberi komentar terbaik anda
Masukan pada perpustakaan
Peringatan! Jika buku ini berhenti update ikuti kisah lengkapnya dengan DM saya di Instagram.
Sampai jumpa di hari yang indah
Nama Pena: dewisetyaningrat
IG & FB: @bluehadyan
Discord: bluehadyan#7481