Bagian Tigapuluh Dua.
Pulang mengantar Astuti Herman diingatkan oleh Heri bahwa besok ada janji dengan pak Amil masalah surat pernyataan cerai.Akan tetapi yang diingatkan kelihatan tenang, jadi nyali Heri ciut.Ia takut pak Amil membesar-besarkan masalah hingga terdengar oleh Astuti dan Maiwirman." Jangan sampai terjadi hubungan mereka tidak harmonis gara-gara itu", pikir Heri.
Sebenarnya Herman belum lupa kepada janjinya dengan pak Amil, hanya dia memang ingin mengulur waktu biar pihak pak Amil merasakan bagaimana saat membutuhkan sesuatu yang diundur-undur orang. Masalah dengan Halimun cukup panjang dan melelahkan yang dirasakan, Herman kepingin hemat pikiran ,karena itu merevisi konsep pernyataan cerai yang diterima dari pak amil tempo hari dia menyuruh Heri untuk mengerjakannya." Kalem saja,Heri.. Jakarta - Subang sekarng bisa ditempuh dalam dua jam...", sahut Herman,melihat Heri selalu was-was dan tak henti-henti bicara mengingatkan.
" Saya khawatir saat dia datang ke rumah kamu tidak ada ", tangkis Heri..
" Terus.... ? ", tanya Herman.
" Ya tidak terus-terus ", jawab Heri.Kemudian pergi ke kamarnya mengambil konsep pernyataan hasil revisi yang sudah ditempeli dengan meterai untuk diberikan kepada Herman.
Herman sangat paham melihat Heri sedikit rewel malam ini.Kawan itu tidak pernah tanggalkan rasa kesetia kawanannya,walaupun terkadang suka terlihat seperti orang terbatas pemikiran.
" Kamu tanda tangan sekarang atau nanti ? ", Heri ke luar dari dalam kamar bertanya sambil menyodorkan kertas berisikan pernyataan cerai.
Herman menerima lalu langsung membacanya." Ya....tidak apa-apa seperti ini juga ", ucap Herman setelah selesai membaca dia menyerahkan kembali kepada Heri. " Kamu simpan dulu, besok lusa baru kita serahkan ".
" Besok lusa ? ", Heri setengah tidak percaya mendengar ucapan Herman tadi . " Kalau besok lusa berarti lambat....", gerutunya sambil geleng-geleng kepala memperhatikan Herman yang berjalan menuju dapur.
Herman di dapur ingin membuat kopi lalu menjerang air.Sementara menunggu air mendidih terbersit dibenaknya sesuatu yang diinginkan dia membuka pintu kulkas memperhatikan isi kulkas itu tidak ada yang menarik dia tutup kembali.Memeriksa beberapa toples tempat menyimpan kue, semuanya kosong.Dia nampak kebingungan sesuatu yang dia cari belum diketemukan..Dia melihat air sudah menggolak dengan cepat mematikan nyala api kompor.Menuangkan air matang itu ke dalam cangkir...mengaduknya dengan sendok kopi beberapa detik...aroma kopi itu menyebar tercium menyegarkan.
Dengan tangan memegang cangkir kopi Herman berjalan meninggalkan dapur menuju ruang tamu di sana ada Heri sedang duduk santai menonton siaran malam Televisi Favorit.
***
Pagi itu pak Amil dengan menggunakan motor ojeg Sana mendatangi rumah Herman di Kotasari.Wajahnya berseri-seri,karena tugas sebagai penerima kuasa hari ini akan selesai dan sukses.Sejumlah uang imbalan yang dijanjikan oleh Surya dan Rumi terbayang di pelupuk matanya." Tidak ada persoalan tertunda bila Saya yang menangani ", ujar pak Amil dalam hati.
Dalam perjalanan benak pak Amil melayang jauh,bagaimana mulanya Surya dan Rumi memberi surat kuasa untuk berurusan dengan Herman :
Sore hari ketika ia pulang selesai menikahkan orang di kampung Jeruk,melihat di rumahnya ada Surya bersama istrinya duduk di kursi tamu yang ada di beranda rumah.Ia hafal Surya karena sering menikahkan Halimun.Pernikahan pertama,ketika itu Halimun masih sekolah kelas tiga di SMK dijodohkan dengan seorang pria punya istri dan anak ia yang menikahkan.Pernikahan kedua Halimun dengan lelaki sekampung ia yang menikahkan.Pernikahan ke tiga Halimun dengan lelaki asal desa tetangga sebelah,dan pernikahan ke empat dengan Herman juga ia yang menikahkan.Kerapnya menikahkan di kelurga Surya itu maka ia paham melihat Surya dan Rumi mau berlama-lama menunggu.
" Pasti mau menikahkan lagi ya ", ujar pak Amil menyapa Surya.
Surya hanya membalas sapaan itu dengan senyuman.Setelah bersalaman, pak Amil menyuruh Surya dan Rumi duduk kembali.
" Saya harus ganti baju dulu supaya kita ngobrolnya enak ", ujar pak Amil setelah itu ia langsung masuk ke dalam.
Tak lama Surya dan Rumi menunggu pak Amil berganti baju.
" Rencana nau menikahkan siapa lagi ? ", tanya pak Amil.
Surya dan Rumi tidak segera menjawab.Karena rasa malunya kemungkinan suami istri itu merasa berat bertutur.
Pak Amil mencoba menjawab sendiri,dengan terkaannya." Sekarang giliran si Asih menikah ya ? "'
" Bukan ", sahut Rumi
Pak Amil tertegun,dan kemudian langsung bisa menebak Halimun yang akan dinikahkan lagi.
" Dengan Herman jodohnya pendek...sebagai orang tua kami tidak bisa mengelak itu ", ujar Surya,rupanya ia paham kalau pak Amil sudah bisa tahu setelah mendengar ucapan Rumi tadi mengarah kepada Halimun.
" Resmi Halimun bercerai dengan Herman ? ", pak Amil mulai menelisik,kali ini ia harus teliti betul dalam pekerjaan menikahkan orang.Ia tidak ingin kesalahan beberapa waktu lalu terulang lagi.Menikahkan seorang wanita mengaku surat jandanya hilang setelah menikahkan datang gugatan dari lelaki yang mengaku masih suaminya.
Lelaki itu mengakui meninggalkan istrinya dalam waktu sangat lama,dimulai dari pertengkaran.Namun setelah mendengar istrinya bisa menikah ia datang menggugat.
Terbawanya ia ke kasus itu ia merasa banyak merugi.Keuangan, tenaga dan pikiran.Dan ia sudah bersumpah akan bekerja sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku.
" Maaf beribu maaf, jika tidak ada bukti suaminya menceraikan.... walaupun orang sekampung tahu Halimun sudah pisah dengan suaminya...tidak bisa menikah ", pak Amil memberi pandangan kepada Surya dan Rumi.
" Tapi bagaimana jika anak saya dengan lelaki calon suaminya hubungan sudah terlalu jauh ? Apa kita diamkan saja ? ", Surya berusaha ingin mempengaruhi pak Amil supaya memberi kebijakan,menyelamatkan perbuatan dosa dengan segera menikah.
" Jangan didiamkan-----Ya anda sebagai orang tuanya jangan diam saja ", balas pak Amil,dan Surya beserta istrinya menjadi tegang.. " Datangi Herman secara baik-baik, katakan kepadanya bila memang sudah tidak suka dengan Halimun berpisah secara baik-baik.... ".
" Itu yang tidak bisa saya lakukan ", sahut Surya.
" Melihat wajah Herman saya sudah tidak suka... jadi tidak mungkin suami saya mencari-cari dimana Herman berada ", Rumi menambahkan kata-kata suaminya.Sepertinya Rumi masih mendendam karena Herman begitu mempercayai kata-kata Darmo beberapa bulan lalu.
Rumi dan Surya akhirnya meminta pak Amil untuk bisa menguruskan perceraian Halimun dengan Herman.Mereka akan memberi imbalan yang lumayan besar untuk pak Amil mendapatkan surat pernyataan cerai dari Herman, ditambah dengan biaya perkawinan baru Halimun nanti.
" Untuk pengurusan seperti itu harus pakai surat kuasa ", pak Amil memberi tanda kalau ia siap menguruskan.
Konsep surat kuasa segera dibuat,setelah dibacakan di hadapan Surya dan Rumi tanpa ada koreksi lagi.Hari itu Surya dan pak Amil masing-masing membubuhkan tanda tangannya.
" Pak Surya dan ibu Rumi,saya telah menerima kuasa dari bapak dan ibu untuk mengurus masalah Halimun dengan Herman ...insya allah cepat selesai dan Halimun bisa menikah tanpa membawa masalah ", pak Amil memberi keyakinan kepada Surya dan Rumi.
Sampai di depan rumah Herman pak Amil kecewa tidak bisa bertemu dengan Herman.Ia kelihatan sangat berang,bicaranya dengan keras melantur hingga beberapa orang tetangga ke luar dari rumahnya.Mereka melihat pak Amil di sebelah Sana tukang ojeg nampak marah-marah.Tapi ia nerves banyak mata memperhatikan.
Ada kekecewaan dalam hati pak Amil,ia bingung apa yang harus disampaikan kepada Surya dan Rumi, kemarin ia sudah mengklaem bahwa hari ini pernyataan cerai dari Herman sudah bisa didapat.
Sana berusaha menenangkan pak Amil,melihat orang datang melihat kian bertambah ia menjadi malu." Percuma marah-marah,Pak...Kang Herman memang sedang tidak ada di rumah...dia bukan sembunyi.... Bapak meletup-letup marah begitu hanya akan menjadi tontonan mereka ", ujar Sana dengan tenang.
" Tapi dia sudah berjanji hari ini akan tanda tangan ", sahut pak Amil tetap bersitegang.Benaknya dibayang-bayangi sejumlah imbalan yang akan ia dapat.
Dengan membawa kekecewaannya pak Amil memutuskan pulang.Orang-orang yang melihat satu persatu membubarkan diri.
" Kang Herman itu tidak pernah berniat mempertahankan Halimun...", kata Sana sambil menyetir motor dalam perjalanan pulang.Wajah pak Amil seperti dilipat,ia tidak bicara sekata pun.