"EEEENNNNNGGGGGGHHHH," Nuansa mengerang keras, ia baru bangun, dan itu berguna untuk membuang rasa kantuknya.
Ya, hari telah berganti, dan sepertinya Nuansa tidur terlalu nyenyak setelah semalam menceritakan kepada orangtuanya tentang perjalanannya ke Korea bersama Neptunus.
Usai mengerang, Nuansa pun lantas duduk dengan kondisi wajah yang masih kusut, ia lalu melihat jam.
"HUH?! JAM DELAPAN?!" seru Nuansa, kedua matanya langsung terbelalak begitu ia melihat jam.
"Kenapa Ayah atau Ibu tidak membangunkanku?!" sambungnya, ia kemudian langsung keluar dari dalam kamarnya dan pergi ke kamar mandi untuk mandi.
***
Usai mandi dan berpakaian, Nuansa lantas pergi ke dapur dan melihat Ibunya yang sedang membuat banyak sekali menu makanan berbahan dasar singkong yang jarang mereka buat, mulai dari risol singkong, tiwul, tape, lemet, cenil, kemudian kolak singkong, sawut singkong, hingga kue talam.
Nuansa tentu saja terkejut melihat Ibunya membuat olahan sebanyak itu, apa lagi olahan-olahan tersebut sangat jarang mereka buat.
"Ibu?" Nuansa menyapa Durah.
"Ibu sedang membuat apa? Kok banyak sekali?" sambung Nuansa.
"Oh, iya, pergi bawa ini ke kebun, kau akan tahu jawabannya," ucap Durah yang menyuruh Nuansa untuk membawa kolak singkong yang dibuatnya ke kebun singkong mereka.
"Baik, Ibu," Nuansa lantas langsung melaksanakan perintah sang Ibu.
"Buat dua piring, ya," ujar Durah.
"Dua porsi?" tanya Nuansa.
"Iya, dua porsi."
"Untuk-"
"Sudah, lakukan saja apa yang Ibu suruh."
"Hm, baiklah."
Gadis itu kemudian pergi ke kebun singkong dengan membawa dua piring kolak singkong.
'Kenapa Neptunus tidak menelpon atau mengirimku pesan? Apa dia tidak akan pergi kemana-mana hari ini? Tapi tidak biasanya dia tidak menggunakan jasaku seperti ini, karena kalau tidak, dia akan rugi jika tidak aku tidak ada di dekatnya satu hari saja, sebab lima jutanya akan melayang begitu saja,' batin Nuansa yang sebelumnya telah memeriksa ponselnya, ia melihat tidak ada panggilan ataupun pesan apapun dari Neptunus, dan itu cukup aneh baginya.
Saat akhirnya sampai di kebun, Nuansa langsung pergi menuju pondok, dan ia mengedarkan pandangannya untuk melihat sudah seberapa kosong kebun keluarganya itu, dan ternyata kebunnya itu sudah kosong dari pohon singkong. Hal ini membuatnya terkejut, karena dia tidak menyangka bahwa orangtuanya bisa mengosongkan kebun ini dari pohon singkong dengan begitu cepat.
Nuansa kemudian melihat ke arah pondok, dan menyadari bahwa sang Ayah sedang tidak sendirian berada di sana, ada seorang pria yang duduk membelakangi Nuansa dan sedang mengobrol dengan Arfan, Nuansa tidak bisa melihat wajahnya karena posisi duduknya itu.
"Siapa itu?" gumam Nuansa, dirinya lantas mempercepat langkahnya agar ia bisa cepat sampai ke pondok.
"Neptunus?" ucap Nuansa dengan perasaan tidak menyangka saat ia sampai di pondok dan memberikan Neptunus juga Arfan satu porsi kolak buatan Durah.
"Hei," Neptunus menyapanya, ia terlihat sangat kotor, namun pria itu menggunakan pakaian yang biasa-biasa saja, jadi Nuansa bisa memastikan kalau dia datang memang untuk membantu Arfan mencabuti pohon-pohon singkong di kebun ini.
"Kenapa kau datang kemari?" tanya Nuansa.
"Memangnya kenapa? Tidak boleh?" Neptunus bertanya balik.
"Bukan begitu, tapi ... kenapa kau tidak menyuruhku untuk bangun?"
"Memangnya kenapa kalau aku tidak menyuruhmu untuk bangun?"
"Ish!"
"Aku kan hanya bertanya."
"Sudahlah, berbicara denganmu hanya akan membuatku merasa sakit."
"Hahaha, aku datang hanya untuk membantu Ayahmu memanen seluruh singkong di sini," ujar Neptunus.
"Bagaimana bisa kau tahu kalau kami akan memanen semua singkong di sini?" tanya Nuansa.
"Kau yang menceritakannya padaku kemarin saat kita sedang dalam perjalanan menuju rumahmu, kan?"
"Eh, iya ya, hehehe."
"Jadi aku memutuskan untuk datang ke sini pagi tadi dan membantu paman Arfan menyelesaikan semua ini."
"Dia anak baik," kata Arfan pada Nuansa.
Nuansa kemudian terdiam sembari menatap Neptunus.
"Ayo, dimakan, Nak," Arfan menyuruh Neptunus memakan kolak buatan Durah itu.
"Iya, Paman," sahut Neptunus dengan bersemangat, mereka berdua lantas sama-sama langsung memakan kolak itu dengan sangat lahap, tampaknya memanen seluruh pohon singkong yang tersisa di sini dibawah teriknya panas Matahari pagi membuat perut Arfan dan Neptunus menjadi kosong, terlebih lagi memanen semua pohon singkong yang tersisa di sini memang sangat melelahkan, dan mereka berhasil menyelesaikannya dalam waktu 2 jam.
Menyadari dirinya sedang ditatap oleh Nuansa, Neptunus pun kemudian mengangkat kedua alisnya secara bersamaan sebagai bahasa isyarat untuk mempertanyakan kepada Nuansa mengenai alasan gadis itu menatapnya seperti itu.
"Bantuanmu ... tidak ada hubungannya dengan gajiku, kan?" tanya Nuansa dengan nada penuh selidik.
Mendengar hal itu, Neptunus langsung tersedak karena tertawa, pria itu lantas terbatuk-batuk dan meminum segelas air putih.
"Nuansa, kau ini," Arfan menegur putrinya.
"Bantuannya ini patut dicurigai, Ayah, bisa saja ini akal-akalannya untuk mengurangi gajiku karena uangnya mulai habis," kata Nuansa.
"Hei ... kau ini apa-apaan."
"Hanya untuk berjaga-jaga, Ayah."
Arfan kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Hahahaha, tidak, ini tidak ada hubungannya dengan gajimu, aku memang melakukannya secara cuma-cuma karena memang aku ingin melakukannya. Lagi pula kegiatan seperti ini sangat menyehatkan, kan? Apa lagi bekerjanya dibawah terik Matahari pagi yang sangat bagus untuk tubuh, ditambah lagi olahan-olahan singkong bibi Durah yang rasanya ingin aku nikmati setiap hari, berhasil membuatku sangat ingin membantu paman Arfan. Jangan khawatir, ini benar-benar tidak akan ada hubungannya dengan gajimu, ini murni karena aku ingin melakukannya," papar Neptunus.
"Janji?" tanya Nuansa.
Mendengar hal itu, Arfan sangat malu rasanya. Namun Neptunus malah tersenyum lebar.
"Iya, janji," balas Neptunus, ia dan Nuansa lantas membuat simbol berjanji dengan menyatukan kelingking mereka.
"Yasudah, aku mau membantu Ibu masak dulu," ujar Nuansa, ia kemudian pergi masuk ke rumahnya untuk membantu Durah menyelesaikan masakan-masakannya itu.