"SEKRETARIS BARU! Itu saja yang kubutuhkan saat ini."
Semua orang di ruang rapat itu, riuh, berbisik satu sama lain. Untuk pertama kalinya, sang presdir membuka lowongan itu secara terbuka setelah sebelumnya posisi tersebut bagaikan kursi kaisar yang hanya diwariskan secara turun temurun. Tapi apa yang terjadi dengan sekretaris saat ini?
"Apa Hans melakukan kesalahan?"
"Dia mungkin tidak tahan dengan gadis itu!"
"Ku dengar ia akan menikah, jadi ia menyalahi kontraknya sebagai sekretaris. Maka dari itu ia akan segera mundur."
"Jabatan itu sekarang benar-benar konyol."
"Benarkah? Kukira dia mungkin akan menikahi presiden kita."
"Jangan bicara omong kosong, tidak mungkin ia akan menikahi sekretarisnya sendri."
"Tidak ada yang mustahil, suatu saat gadis itu harus tunduk pada seorang pria. Entah itu sekretarisnya atau bukan."
"Aku harus menyuruh putraku untuk segera melamar."
Sebelumnya memang tak ada yang senang dengan gadis itu. Menempatkan seorang wanita pada posisi puncak tentu tidak mudah. Tapi Hermawan Hartanto telah melakukanya, itu hal mudah, gadis itu memang terlahir untuk menduduki posisi puncak di perusahaan besar mereka.
Sebagai satu-satunya putri di keluarga Hartanto, Jessica telah membutktikan dirinya dengan gelar MBA dari Stanford diusianya yang ke-23. Meskipun begitu awalnya para pemegang saham tak setuju dan mengecam akan berhenti berinvestasi.
Tapi keputusan mereka langsung berubah ketika gadis itu menunjukan dirinya didepan para dewan dan mengguncang mereka dengan hanya beberapa kata. Mereka memberikan gadis itu kesempatan untuk membuktikan dirinya.
Dengan peraihan keuntungan berlipat, beberapa usaha baru yang berhasill diambil alih, proyek besar dan pergerakan harga saham yang terus naik. Kini semua orang mau tak mau memuja gadis itu. Tidak ada tahun yang lebih baik di bandingkan saat gadis itu menjabat.
Entah itu memang karena kemampuannya atau karena tidak ada yang tahan dengan pesona dan daya tarik gadis itu. Tiga tahun yang singkat dan saham yang gadis itu miliki sekarang sudah lebih dari cukup untuk membuat dirinya menggantikan Hermawan sebagai Ketua Dewan Komisaris.
***
Laporan dibukanya lowongan itu pun sampai ke telinga Hermawan Hartanto yang saat ini berada di Negara S. "Benarkah putramu akan segera menikah?" Pria tua itu menyesap kopi kesukaannya dengan perlahan.
"Mohon maaf aku terlambat memberi tahu anda, Tuanku. Anak itu bahkan baru saja memberi tahu aku kemarin." Tuan William membungkuk penuh hormat, sebagai permintaan maafnya. Anaknya – Hans – yang satu itu memang kadang menyulitkannya.
"Tidak perlu meminta maaf, memang sudah waktunya bagi putramu untuk menikah. Aku berterima kasih untuk putramu yang telah membimbing cucuku itu. Kalau bukan karena kontrak atau aturan konyolnya itu, Hans mungkin dapat bertahan sebagai sekretarisnya. Maafkan cucuku."
"Tidak tuan, menurut saya keputusan nona muda tidak sepenuhnya salah. Mungkin ia hanya ingin seseorang lajang yang lebih berfokus pada pekerjaannya. Aku akan membantu Nona Muda untuk menemukan pengganti Hans dengan segera."
"Tidak perlu, dia sudah membuka lowongan untuk posisi Hans. Aku tidak percaya ia berani melaku kan ini." Hal wajar mungkin untuk membuka lowongan untuk sebuah pekerjaan.
Tapi pekerjaan seperti sekretaris dari cucunya yang berharga itu tidak bisa ia berikan pada sembarang orang.
"Benarkah? Haruskan aku mencarikan seseorang yang pantas untuk melamar disana?"
"Ya, kirimkan beberapa orangmu dan pastikan lowongan itu tidak tersebar luas."
"Baik, Tuan!" Sebagai tangan kanan keluarga Hartanto. Keluarga William telah mengabdi secara turun temurun. Bahkan istri Tuan Will sendiri pernah menjabat sebagai sekretaris Jessica, tetapi gadis itu memberontak dan meminta seorang pria untuk menjadi sekretarisnya. Hanya karena gadis itu tidak tahan untuk tidak ingat pada ibunya ketika istri William menjadi sekretarisnya.
Hermawan tidak dapat mempercayakan cucunya itu ditangan pria manapun. Jadi saat William mengusulkan anaknya dan Jessica menerimanya Hermawan cukup merasa tenang.
Tapi tentu saja ia tidak dapat mengandalkan Hans selamanya, kecuali Hermawan berbesar hati memberinya jabatan yang lebih tinggi - sebagai menantu. Sangat jelas bahwa pria tua itu tidak akan pernah terpikir untuk melakukannya.
***
"Aku tidak tahu bahwa kau akan meninggalkan aku seperti ini. Apa ini karena aku kejam atau terlalu memanjakanmu?"
Setelah rapat umum barusan, Jessica tidak tahan untuk segera melakukan sidang pada Hans si sekretaris pengkhianat itu. Beraninya pria itu menyerahkan surat pengunduran dirinya begitu tiba-tiba.
"Apa kau tidak ingin aku meninggalkanmu?"
Jessica hanya mendengus. Pria didepannya itu tak pernah sekalipun kehilangan kepercayaan dirinya.
"Aku tidak ingin menahan diriku lebih lama hanya karena disampingmu adalah tempat terbaik di dunia ini."
"Aku pasti sudah terlalu memanjakanmu, Hans." Jessica menggelengkan kepalanya, tak mau cukup paham apa yang barusan Hans coba katakan padanya.
Jessica paham dan mengerti apa yang coba Hans katakan padanya. Tapi paham dan mengerti adalah hal yang berbeda. Tiada satupun dari kedua hal itu yang bisa mengubah pikirannya tentang Hans.
"Mungkin kau memang benar. Dimanja olehmu adalah upah terbaik yang pernah aku terima dan aku sangat mensyukuri hal itu. Mereka benar-benar lebih dari sepadan." Hans memasang senyuman terbaiknya diwajahnya saat ini.
Yang dimaksud dimanja itu, penghasilan dan fasilitas yang diterimanya dari Jessica. Hans tahu bahwa menjadi seorang sekretaris Presiden Direktur memang punya kelas tersendiri. Tapi lebih dari apapun Hans merasa bahagia bisa menjadi sekretaris untuk gadis yang pertama singgah di hatinya.
"Seharusnya aku tidak terlalu berbaik hati padamu. Tentu saja, kau tidak akan pernah dapat hasil yang sama dimana pun di dunia ini selain disisiku." Dan ya, gadis sombong ini memang tidak selalu dapat menahan dirinya.
Tapi Hans tidak pernah mempermasalahkannya, karena hatinya sudah terlebih dahulu berlari menuju gadis itu sejak awal. Walau apapun yang dilakukannya sepertinya tidak akan cukup berarti. Gadis itu berada jauh di atasnya.
"Ah, jika saja kau dapat memberikan hatimu, tentu aku akan selamanya disampingmu."
"Berhenti meracau. Jika kakek tua itu tahu, kau tidak akan dapat apa-apa setelah undur diri dari posisimu sekarang. Tapi karena aku menghargai perasaanmu itu, tempat ini akan tetap terbuka untukmu, kau bisa pilih jabatan apa pun yang kau mau."
"Tentu saja, aku akan menerima kebaikan hatimu itu. Terima kasih, Cantik. Aku tidak akan melupakanmu." Hans mengerling diakhir kalimatnya, membuat Jessica hampir memuntahkan sarapannya.
Setelah tahun-tahun yang mereka lewati, rayuan yang saling mereka lontarkan. Mungkin ada kalanya, Jessica tertarik pada Hans. Tapi bahkan di alam bawah sadarnya tak pernah ada kelebat Hans disana. Gadis itu tak terpengaruh sedikit pun.
"Omong-omong kapan kau akan mengenalkan calonmu itu padaku. Kenapa aku tidak pernah tau dan baru tahu saat kau akan menikahinya. Setidaknya, biarkan aku melihat bagaimana calon istrimu itu."
"Akan kutunggu saat yang tepat. Kau masih harus menyelesaikan tugasmu untuk saat ini."
Hans mengejeknya, ia mengambil tumpukan berkas dimeja Jessica dan menggantinya dengan berkas lainnya. Ya, saat ini masih banyak hal yang harus Jessica lakukan.
"Cih, tidak akan sulit untuk mencari tahu."
Ya, wanita pilhan Hans itu adalah sebuah misteri. Karena setiap hari Hans selalu menempel padanya. Menatapnya penuh pemujaan, melakukan setiap kata yang keluar dari mulut gadis itu. Menjaga gadis itu bahkan dari setetes hujan.
Mungkin memang Hans sudah memutuskan untuk menyerah, tapi apakah hatinya benar-benar tertambat pada wanita lain?
First time here, and I can't help my self to fall for the story