Dua hari pun telah berlalu semenjak insiden yang mengejutkan itu tetapi pelakunya masih juga belum terungkap.
Sejauh ini Yuki dan Ramizel masih berusaha untuk mengungkap siapa sebenarnya pelaku yang telah menyebabkan semua ini.
Memang tidak mudah untuk mencari pelakunya terutama di saat sama sekali tidak ada barang bukti yang bisa dijadikan sebagai dasar yang kuat.
Mereka semua sudah mencoba mencari siapa dalang dari semua ini tetapi memang tanpa adanya bukti yang kuat semua ini hampir mustahil untuk ditemukan.
Setelah berusaha mencari sekali lagi tetapi sama sekali tidak membuahkan hasil, Ramizel pun pergi ke ruangan OSIS untuk bersantai sambil memikirkan sesuatu di sana.
Seperti biasa ruangan OSIS sangat sepi karena setiap anggotanya sekarang tengah sibuk mengurusi pekerjaan mereka masing-masing kecuali Ajeng yang terlihat duduk santai sambil membaca buku.
Ajeng yang tengah duduk santai sambil membaca buku itu pun melirik ke Ramizel yang terlihat loyo.
"Tumben kamu ke ruang OSIS di jam segini?", tanya Ajeng dengan santainya.
"Kak Ajeng juga apa kakak gak punya kerjaan?"
"Aku punya banyak sebenarnya tetapi Laura merebutnya lagi."
"Lagi?"
Ajeng melihat ke luar jendela ruangan. Tepat di sana ada Laura yang tengah melakukan pekerjaannya dengan penuh semangat.
"Ya begitulah."
Ini memang sangat mengesalkan bagi Ajeng karena semua pekerjaannya telah direbut sehingga tidak ada yang tersisa untuk dilakukannya.
Laura bukanlah bermaksud jahat, dia bahkan adalah teman terbaik yang pernah Ajeng miliki.
Tentu Ajeng tahu Laura tidak semata-mata melakukan ini hanya karena dia suka kerja tetapi ini semua dia lakukan demi dirinya karena Ajeng sendiri adalah salah satu sosok calon kandidat terkuat untuk menjadi ketua OSIS selanjutnya.
Ya, Laura adalah salah satu orang yang ada di pihak Ajeng.
"(sigh) Setidaknya kalau dia memang ingin berkampanye untuk menaikkan pamor, dia seharusnya mengajakku. Kalau begini aku yang menjadi bosan."
Ajeng memang berkata seperti itu tetapi Ramizel tahu kalau Ajeng kalau sudah bekerja dia layaknya seorang diktator pekerjaan. Bukan dalam artian buruk tetapi dia memang bisa melakukan pekerjaannya dengan sangat baik sampai kadang-kadang orang yang berusaha membantunya sampai merasa segan karena dia tidak kebagian peran.
Mungkin Laura menyadari ini sehingga dia memutuskan untuk rutin merebut pekerjaan Ajeng sehingga dia tidak kelelahan.
"Kakak berdua itu memang sangat dekat ya?"
"Ya begitulah, dia adalah teman berhargaku.", Ucap ajeng sambil tersenyum melihat Laura yang dengan semangat melakukan pekerjaannya dari balik jendela.
"Jadi apa kamu kelihatan lesu karena sedang memikirkan tentang masalah Stalker itu?"
"Ya apa boleh buat, gak mudah buat mengetahui siapa pelakunya apalagi tanpa bukti yang kuat."
Ajeng menyilangkan kakinya.
"Ya ampun, itu sangat mudah kan?"
"Mudah? Mudah dari mana?"
"Di tempat asalku ada salah satu pepatah yang mengatakan 'Becik ketitik, ala ketara', artinya setiap perbuatan baik dan buruk pasti akan ketahuan. Tetapi masalahnya bagaimana caranya, iya kan?"
"Ya begitulah."
"Orang seperti itu memang menjengkelkan karena mereka tidak terang-terangan."
Ajeng menutup dan meletakkan bukunya, dia pun dengan anggunnya menoleh ke arah Ramizel.
"Tetapi manusia adalah makhluk yang cerdas, jika mereka menemui hal yang mustahil maka mereka akan menciptakan sesuatu untuk melampaui kemustahilan itu."
"Menciptakan sesuatu...lampaui kemustahilan...tunggu dulu!"
Pada saat itu Ramizel langsung paham apa yang dimaksud oleh Ajeng.
Ramizel pun tersenyum sambil berpose dengan kacamatanya layaknya tokoh di dalam Anime.
"He~ Naruhodo...kalau kau tidak bisa mengejarnya, buatlah dia yang mengejarmu."
Ramizel berjalan mendekati Ajeng dan dia pun memegang kedua tangan Ajeng dengan erat.
Ajeng pun terkejut dengan Ramizel yang tiba-tiba menggenggam kedua tangannya dan dia juga sama sekali tidak memprediksi ini.
"Tu-tunggu!"
Di dalam pikirannya sudah ada kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi seperti di sebuah komik milik adiknya yang tidak sengaja dia baca dulu yang membuat dirinya merasakan perasaan terancam saat ini.
"Terima kasih kak Ajeng! Berkat kakak sekarang aku mempunyai slogan baru!"
"Eh Slo-slogan?"
"Ya, Slogan baru!"
Tiba-tiba pintu ruangan OSIS terbuka dengan keras dan di sana terlihatlah Laura yang dengan nafas terengah-engah.
"Huft...huft...huft...ternyata firasatku benar!"
"Laura!", ucap Ajeng.
Ramizel pun menoleh ke arah Laura yang masih terengah-engah.
"Kak Laura? Kukira pekerjaan kakak belum selesai."
Laura menarik napasnya dalam-dalam.
Dia pun segera lari dan memeluk Ajeng dan dia juga menatap Ramizel dengan tatapan penuh kecemburuan yang membuat baik Ramizel maupun Ajeng bingung dengan situasi ini.
"Grrr...."
"E~h...."
Ramizel pun melepaskan tangan Ajeng.
"Ahahaha...kalau begitu aku permisi dulu ya kakak berdua, sampai jumpa nanti!"
Ramizel pun kabur meninggalkan Ajeng dan Laura di ruang OSIS.
Sementara itu Ryuu dan Yuki seperti biasa mereka selalu makan bersama saat jam istirahat terutama sekarang Yuki kembali membuatkan bekal untuknya.
Ryuu sangat mengakui betapa berdedikasinya Yuki sampai-sampai dia membuatkan bekal untuknya seperti ini. Dia pasti sudah bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan semuanya.
"Yuki, apa tidak apa-apa membuatkanku sesuatu yang seperti ini? apa itu tidak mengganggumu?"
Yuki pun tersenyum mendengar kata-kata Ryuu itu.
"Tidak apa-apa kok lagipula hanya memikirkanmu memakan makanan yang aku buat cukup untuk membuatku bahagia."
Kemarin Yuki memang agak kecewa karena Ryuu memberikan bekal kepada Anastasia tetapi setelah mendengar bahwa Ryuu yang pertama kali mencicipi makanannya itu membuat Yuki sangat senang.
[Benar-benar gadis yang sempurna]
Seperti biasa walau dia mendengar kata-kata yang bisa membuat laki-laki deg-degan itu Ryuu masih memasang ekspresi datarnya.
"Kurasa laki-laki manapun akan sangat bahagia memiliki kekasih sepertimu."
Mendengar itu seketika wajah Yuki memerah.
"Ba-bahagia?"
"Seorang gadis sempurna baik paras maupun kemampuannya, tetapi gadis itu memilih seorang laki-laki yang membosankan yang tidak sebanding dengannya."
"Ryuu...kamu tidak membosankan kok dan masalah sebanding dan setidaknya akulah yang paling tahu itu dari orang lain. Walau banyak yang beranggapan kalau kamu tidak cocok untukku tetapi bagiku itu tidak penting."
Jawaban itu merupakan jawaban yang sama sekali tidak terduga bagi Ryuu.
Untuk bisa mendengar Yuki yang mengatakan kata-kata seperti itu sama sekali tidak terduga baginya.
Yuki pun tertawa kecil setelah mengucapkan kata-kata itu.
"(gigle) Akhirnya aku mengatakannya juga, kata-kata yang sangat ingin aku ucapkan dari Novel yang aku baca."
Ryuu pun memegang sumpit dan mulai memakan bekal yang disiapkan Yuki.
"Selamat makan."
Mereka berdua pun akhirnya makan berdua.
Ini merupakan momen yang sangat berharga bagi Yuki karena berduaan dengan Ryuu itu merupakan sesuatu yang jarang terjadi.
Setelah melihat Ryuu menghabiskan lahapan pertama Yuki pun bertanya-tanya apakah makanannya itu sudah enak bagi Ryuu atau belum.
"Ummm…bagaimana rasanya?"
Makanan yang dibuat dengan sepenuh hati ini pasti akan membuat laki-laki manapun bahagia untuk mempunyai gadis seperti Yuki sebagai kekasihnya tetapi...
Dengan wajah tanpa ekspresinya Ryuu menjawab pertanyaan Yuki itu.
"Jika dibandingkan mie instan yang biasa aku makan setiap hari, makanan yang kamu masak terlihat seperti makanan para Borjuis."
"E~h benarkah? Ryuu lebih baik jika kamu makan makanan yang sehat lho! Apa perlu aku masakin kamu?"
"Tidak, kamu punya hal lain yang lebih penting untuk dikerjakan kan? dan juga aku mendengar kalau bulan depan kamu akan keluar negeri."
"Tenang saja, aku sudah mempersiapkan semuanya dengan matang jadi sekarang aku punya waktu luang."
"Begitu?"
Ryuu pun melanjutkan makannya bersama dengan Yuki.
Saat-saat seperti inilah yang sangat diinginkan Yuki. Memang Ryuu tidak akan bertingkah seperti protagonis ganteng di dalam novel yang sangat romantis di dalam situasi ini dan Yuki juga tidak bisa membayangkan Ryuu menjadi seperti itu.
Ya, dia sudah senang dengan Ryuu yang seperti ini. justru jika Ryuu bertingkah seperti protagonis seperti itu Yuki tidak tahu apa yang harus dia lakukan karena dia pasti akan menjadi idol dan akan sulit menjangkaunya.
"Oh ya Ryuu, sepulang sekolah nanti apa kamu kerja sambilan lagi?"
"Tidak kurasa. Hari ini aku libur."
Tentu saja Yuki sudah tahu ini karena dia sendiri sudah bertanya kepada pemilik toko tempat Ryuu bekerja tentang shift kerja Ryuu dan ini juga kesempatan untuknya.
"Ka-kalau begitu mau jalan-jalan bersamaku? Mu-mungkin sekalian makan malam bersama!"
Yuki sudah latihan mengajak Ryuu berkali-kali tetapi memang dia masih belum terbiasa dengan hal seperti ini dan juga Yuki merasa hubungan dia dengan Ryuu masih belum sebegitunya karena walau mereka sudah jadian tetapi mereka masih belum melakukan hal seperti kencan atau yang semacamnya dikarenakan masalah yang terjadi beberapa hari belakangan.
Tentu Yuki sekali-kali ingin melepaskan semua masalahnya untuk sejenak dan bersenang-senang sesekali.
"Baiklah."
"Be-benarkah? Kamu tidak keberatan? kamu tidak mempunyai hal penting untuk dikerjakan?"
"Kurasa tidak."
Setelah beberapa waktu mereka pun selesai makan dan mereka berbincang-bincang untuk menghabiskan waktu sebelum bel masuk berbunyi dan mereka kembali ke kelas.
Bahkan saat kembali ke kelas sekalipun orang-orang masih menatap Ryuu dengan tatapan iri.
Tetapi di antara orang-orang yang terlihat iri itu terlihat seorang laki-laki berambut pirang yang Ryuu sempat temui kemarin.
Dia tengah duduk di kursinya sambil melihat Yuki dan Ryuu yang berjalan bersama.
"(sigh) Aku senang karena ada orang yang benar-benar suka dengan Ryuu yang seperti itu tetapi aku tidak menyangka kalau itu Yuki. Entah kenapa aku menjadi mengerti alasan dia berbuat seperti itu apalagi orang tua itu juga gak akan membiarkannya."
Akhirnya bel pulang berbunyi.
Setelah guru yang mengajar meninggalkan ruang kelas pun semua murid juga keluar termasuk Yuki dan Ryuu.
Pada saat itu Axel menyapa keduanya.
"Oi kalian berdua, mau ikut keluar gak?"
"Maaf, kami sudah ada rencana."
"Rencana? Ha! A-apa mungkin kalian berdua mau kencan?"
Dari belakang terlihat teman Axel yang menepuk pundak Axel yang terkejut itu.
"Sudahlah jangan ganggu mereka, biarkan mereka menghabiskan waktu berdua di gemerlapnya malam."
Pada saat itu pikiran Axel sudah melayang kemana-mana membayangkan hubungan Ryuu dan Yuki.
Hubungan mereka memang baru berjalan beberapa hari tetapi dia sama sekali tidak menduga kalau sudah sampai sejauh itu. tentu saja itu hanya di dalam imajinasi Axel yang liar dan tak terkendali.
"Gahh....!"
Melihat itu ekspresi Yuki sama sekali tidak berubah dari yang biasanya yaitu dingin layaknya salju. Dia sama sekali tidak menanggapi Axel dengan imajinasi liarnya.
Yuki tidak tahu harus berkata apa menanggapi Axel dengan imajinasi liarnya itu.
Sebelum imajinasi Axel semakin liar Ryuu pun akhirnya berbicara.
"Yuki adalah seorang elit yang bisa berpikir secara logis jadi jangan buang-buang tenagamu untuk memikirkan hal yang mustahil."
Akhirnya setelah mengatakan itu Ryuu dan Yuki pun pergi meninggalkan Axel dan teman-temannya.
Memang jika dibandingkan dengan mereka, Yuki adalah sosok yang jauh dari tangan mereka. Itu bisa dilihat dari status keluarganya juga beserta kemampuannya yang jauh melampaui mereka.
Untuk orang biasa Yuki terlihat seperti orang yang di luar jangkauan.
"Elit ya...", gumam Yuki sambil berjalan.
Yuki memikirkan akan dirinya dan juga Ryuu.
Dia tahu Ryuu adalah orang yang kurang peduli tentang status tetapi dia juga tahu tempatnya berdiri sehingga tidak mungkin bagi Ryuu untuk macam-macam dengannya.
Yuki tidak ingin jika suatu hari karena status itu Ryuu akan perlahan menjauhinya atau dia dipaksa menjauhinya.
Ya, itu sudah seperti mimpi buruk baginya.
Saat ini di kepala Yuki dipenuhi dengan hal-hal tidak enak seperti itu sehingga Ryuu menyadarinya.
"Yuki."
"Ah...maaf aku sedikit melamun. Ada apa?"
"Tentang tujuan kita. Kamu belum memberi tahu tentang kemana kita akan pergi."
"Oh ya maaf!"
Yuki pun mengatakan tujuannya kepada Ryuu dan akhirnya mereka pun berangkat menuju kesana.
— Bald kommt ein neues Kapitel — Schreiben Sie eine Rezension