Dengan menahan rasa sakit pada kepalanya Azra mengikuti dirinya yang lain dari taman ke sebuah rumah yang tak terlalu besar.
Gadis itu membuka gerbang tanpa menyentuhnya sedikitpun, Azra mengingat bahwa pada usianya waktu itu dia sudah mendapatkan kekuatannya. Dengan langkah cepat dia menerobos masuk ke dalam rumah, saat dia mendapati beberapa buah paku yang terjatuh di lantai membuat alisnya berkerut.
"Aaaaahhhh ampun... Hiks..Hiks.." suara seorang anak kecil terdengar, seolah dia mendapatkan sebuah siksaan dari seseorang.
mendengar teriakan itu, dirinya yang lain berlari ke arah asal suara, sepertinya dia berada di ruang bawah tanah. Suara teriakan itu hanya terdengar samar-samar jika yang mendengarnya adalah orang biasa, namun Azra yang memiliki indra pendengaran yang sangat tajam, membuat dirinya mampu mendengarkan suara teriakan itu dengan sangat jelas. Sekali lagi dirinya mendobrak pintu yang telah dikunci dari dalam.
Kini Azra dapat melihat dari balik pintu bahwa sahabat kecilnya terbaring tak berdaya, sepertinya dia telah tak sadarkan diri, kepalanya mengalami luka yang sangat berat dilihat dari darah yang terus mengalir, dengan wajahnya yang sudah babak belur. Seorang gadis kecil yang mengalami luka demikian membuat siapapun yang melihatnya akan merasakan sakit di dadanya, gadis kecil yang begitu malang.
di hadapan Febri dua anak laki-laki sedang berdiri dan memegang sebuah tongkat pemukul, lelaki yang satu seusia dengan Febri dan lelaki yang satunya lagi berusia kisaran 13 tahun, yang merupakan kakak dari anak kecil yang memegang tongkat pemukul di tangannya.
Mendengar ada yang mendobrak pintu secara paksa membuat mereka sangat terkejut dan melihat ke arah Azra. Tapi kepanikan mereka segera menghilang ketika mengetahui yang datang hanyalah seorang gadis kecil yang tidak berbeda dari febri.
"Rupanya masih ada mainan yang lain? apakah kamu mengenalnya adik?" katanya sambil memperlihatkan senyumannya yang jahat.
*
setelah Afnan menempatkan Rhyan ditempat yang aman, dia segera mencari cara untuk menemukan keberadaan Azra, dia meyakini bahwa sang dewi yang dimaksud adalah Azra. Sepertinya dia mendapatkan kebuntuan membuatnya sangat frustasi, sampai akhirnya sebuah suara terdengar ditelinganya.
"Pejamkan matamu! dan pikirkanlah sang dewi!" Afnan lalu memejamkan kedua matanya dan memfokuskan pikirannya kepada Azra. Sebuah bayangan samar-samar muncul di kepalanya, dia dapat melihat Azra yang telah terbaring tak berdaya di dalam sebuah lingkaran bintang yang menyegel dirinya, lalu bayangan dua orang yang berdiri tidak jauh darinya.
Afnan segera membuka matanya dia sudah mengetahui dimana keberadaan Azra sekarang, dengan perasaan khawatir dia berlari dengan sangat cepat untuk menyelamatkan Azra.
*
"Rupanya masih ada mainan yang lain? apakah kamu mengenalnya adik?"
"Dia adalah target selanjutnya!" ucap Reno geram saat melihat kedatangan Azra. Dia masih mengingat dengan jelas bagaimana dirinya dipermalukan. Saat dia mencoba mengerjai Febri di jembatan, tiba-tiba dia merasa sesuatu yang besar mendorongnya jatuh kedalam air. Sebelum dia mendarat ke dalam air dia melihat tatapan menjijikan dari seorang anak yang berdiri di atas jembatan.
BYURRR....
Reno terjatuh kedalam air yang keruh dan bau, semua anak-anak yang melihatnya tertawa dan mengejek dirinya.
"Untuk melawan seorang perempuan saja tidak bisa, bagaimana caramu ingin menjadi penguasa?!" begitulah ucapan beberapa anak, membuat wajahnya menjadi merah karena marah. Perempuan yang mendorongnya itu tidak lain adalah Azra.
tiba-tiba atmosfir dalam ruang bawah tanah berubah, kedua lelaki itu dapat merasakan suhu dalam ruangan menjadi sangat panas. Azra yang berada dalam ruangan segera berteriak kepada dirinya yang lain!
"Tidak, jangan lakukan itu!" Azra berusaha menghentikan amarah dirinya yang lain tapi saat dia mencoba untuk menyentuhnya, dia tak dapat merasakan apapun. Sentuhannya melewati tubuh itu. Dirinya yang lain berjalan secara perlahan ke arah dua lelaiki itu, dengan mengayunkan tangan kanannya, alat pemukul yang semula berada di tangan Reno terlepas dari genggamannya dan melayang.
"Apa yang terjadi? mengapa tongkat itu bergerak sendiri?" Reno yang melihat alat pemukulnya melayang begitu syok di ikuti oleh kakak lelakinya. Di tambah atmosfir yang sangat tidak nyaman memberikan rasa takut di dada mereka.
saat mereka melihat Azra mata mereka terasa tertekan, dalam penglihatan mereka Azra seperti sosok monster kecil yang siap menyantap mereka hidup-hidup.
melihat hal itu kakak Reno tidak tinggal diam, dia segera berlari ke arah Azra untuk menyerangnya. Tapi sebelum dia sampai di hadapan Azra , tubuhnya terhenti seolah-olah tubuh Azra berada dalam sebuah penghalang yang kuat.
Azra yang melihat dirinya yang lain seperti itu, terus berusaha untuk menghentikannya, dia berdiri tepat di hadapan dirinya yang lain. Namun dirinya yang lain itu hanya terus berjalan maju dan menembus dirinya.
"Hentikan.. kumohon hentikanlah, kamu akan menyesal jika melakukannya!" Azra berteriak histeris mencoba untuk menghentikan perbuatannya di masa lalu. Namun tak ada yang bisa dia lakukan, dengan kedua matanya sekali lagi dia harus melihat kejadian itu berlangsung.
Saat kakak Reno dengan susah payah ingin menyerang Azra, tubuhnya terlempar dengan keras. Reno yang melihat kejadian itu segera berlari ke arah pintu. Namun sayangnya sebelum dia sempat mencapainya, pintu itu tertutup dengan suara yang sangat keras, seolah-olah seseorang telah membantingnya dari arah luar. Sekejap itu juga dia merasa sesuatu mengangkat dirinya dengan paksa.
Azra tidak sanggup untuk menyaksikannya dan berlari menembus pintu itu, dari luar pintu suara teriakan memilukan dan memekakan jiwa terdengar jelas di telinga Azra. Dia hanya mampu menutup telinganya dengan keras menahan suara teriakan itu masuk kedalan telinganya. Dia tak sanggup menahan beban tubuhnya membuat dirinya terjatuh bersimpuh setelah suara itu berhenti.
Pintu itu kini terbuka secara perlahan, sosok dirinya yang lain pun keluar dan sekarang memiliki berbagai noda darah disekujur tubuhnya. Dia membawa Febri sahabatnya keluar dari ruang bawah tanah, sepasang matanya terlihat sangat mengerikan seakan berasal dari sosok monster yang kejam.
Saat dia berada di depan pintu, febri tersadar dan dengan pintu yang masih terbuka lebar dia dapat melihat potongan-potangan manusia tersebar diseluruh ruangan.
"Aaaahh.." Febri berteriak histeris melihat kejadian itu, dan langsung memeluk Azra. Tapi beberapa saat kemudian dia merasa ada yang berbeda pada sahabatnya itu. dalam pelukannya dia dapat melihat berbagai nodah darah di sekujur tubuh Azra, membuat dirinya segera melepaskan pelukannya.
Melihat penampilan Azra yang bermandikan darah dan sepasang matanya yang menakutkan membuat Febri sekali lagi berterika histeris.
"Mo..monster.. kamu monster!" Febri terus berteriak dan menyebut dirinya sebagai monster. Dia terus berjalan mundur dan tidak menyadari bahwa Dibelakangnya ada sebuah tangga. Sampai akhirnya Febri terjatuh dan mendarat dengan sangat keras, sekarang posisi kepalanya terbalik, membuat dirinya mati seketika.
diri Azra yang lain segera tersadar saat sahabatnya terjatuh dan mati didepan matanya, sahabatnya sendiri telah menyebutnya sebagia sosok monster, dengan darah segar yang masih melekat ditubuhnya azra melihat kedua tangannya.
"Apa yang telah kulakukan?!" air matanya pun mengalir dengan sangat keras, dia tak dapat mengendalikan kekuatannya. Sekarang tubuhnya dipenuhi dengan kobaran api.
Azra yang terkulai lemah hanya bisa menyaksikan masa lalunya terulang kembali. Sosok dirinya yang lain membakar keseluruhan rumah dengan kekuatannya, tak ada satupun yang tersisa. Kobaran api begitu sangat besar, sekarang Azra merasa seolah jiwanya telah direnggut.
Kobaran api itu pun secara perlahan menghilang dan berubah menjadi suatu ruangan hitam yang sangat luas. Azra dengan berurai air mata menyesalkan perbuatannya dimasa lalu.
Sosok anak kecil berjalan ke arahnya, itu adalah dirinya yang lain, yang masih memiliki penampilan yang sama setelah dia membantai dua orang anak kecil.
"Ini semua karena kamu!"
"Kamu pembunuh..!"
"Pembunuh!"
"Tidak...tidaaakkkk.. aku tidak bermaksud untuk melakukannya!" Azra berusaha mengelak tuduhan yang diberikan oleh dirinya yang lain.
"Kamu tidak lain adalah seorang monster!"
Azra menutup telinganya tidak ingin mendengar perkataan anak itu.
"Semuanya karena kekuatan ini, aku tidak menginginkannya!" Azra mulai menyakahkan kekuatan yang dia miliki.
"Aku tidak mau kekuatan ini, aku tidak mau...!"