Dua tahun telah berlalu, aku sudah lulus dari sekolah SMA ku, aku kemudian melanjutkan studi di Tokyo. Kebetulan aku diterima di salah satu Universitas Negeri yang terkenal di Tokyo. Mengenai hubunganku dengan Tante Suzu dan ke dua pacar ku di kota asalku sudah berakhir, sejak aku memutuskan untuk pergi kesini. Dan bukannya berakhir begitu saja, hanya kami tidak bisa saling berhubungan seperti dulu, namun kami tetap masih selalu berhubungan lewat e-mail atau telepon.
Aku takut akan sangat berbahaya bila mereka semua mengantarku pergi, kalau tante sih tidak masalah, itu sebabnya aku lebih memilih di antar oleh tante ke bandara. Tapi, mengenai hal itu pacar ku tidak mau menerima, jadi pada akhirnya mereka berdua juga datang.
Berhubung ke dua orang tua ku juga sedang tidak bisa mengantar, aku pun di antar oleh Tante Suzu tentunya ia diizinkan oleh Paman Naoki. Sedangkan Manami-san dan Rika-tan saat aku memberitahu mereka lewat telepon tadi malam mereka bersikeras juga ingin ikut, itu membuat ku ketahuan telah membohongi mereka.
Aku mendesah, Tante Suzu saat itu membantuku merapikan pakaian dan keperluanku yang akan ku bawa. Saat ia mendengar hal itu ia hanya tertawa dengan pelan dan menasehatiku dengan mengatakan sebuah pepatah: "Sepandai - pandainya tupai melompat pasti ia akan jatuh juga".
Tapi, ya sudahlah. Mereka pada awalnya marah saat aku tidak mengijinkan mereka untuk ikut bersama ku. Itu sebabnya mereka saat pagi itu juga datang ke rumah ku dan ada di depan rumahku, membuatku ketahuan bahwa aku membohongi mereka dan aku telah memacari mereka berdua (Selingkuh). Setelah akhirnya aku meminta maaf pada mereka, mereka pun mau menerimanya, kalau Rika-tan memiliki pribadi yang pendiam dan sedikit malu-malu, sedangkan Manami-san sedikit kasar bisa dibilang orangnya cukup berani.
Aku hanya bisa tertawa saat mereka memarahi ku karena tahu bahwa masing-masing dari mereka adalah pacarku. Tentunya aku berhutang budi atas bantuan Tante Suzu, "kalau tidak, mungkin mereka tidak akan memaafkan ku lagi".
Usiaku saat ini sudah memasuki 18 tahun, disaat orangtuaku harus pergi tugas dari kota ini ke kota lain untuk mengurusi pekerjaannya, aku terpaksa sendiri yang harus mengurusi keberangkatanku. Jadinya begitulah.
Atas permintaan orangtuaku jugalah aku bisa ditemani oleh Tante Suzu. Maka aku diantar oleh kedua pacarku dan tentunya Tante Suzu berangkat dari bandara untuk ke kota Tokyo.
Sampai disana aku pergi ke sebuah rumah kos yang telah disiapkan oleh ayahku, ukurannya cukup besar, dengan model kuno khas jepang. Berbentuk letter L dengan halaman luas di depannya, ada sepasang pohon tabebuya.
Memasuki rumah kos terdapat ruang tamu yang memanjang kebelakang yang bersekat dimana ada empat kamar di unsur tengahnya yang berhadapan langsung dengan ruang makan. Semuanya berjumlah sepuluh kamar.
Aku sendiri sedang di kamar terakhir di unsur letter L-nya. Empat kamar tergolong kamarku berakses langsung terbit melalui pintu samping dengan halaman kecil di tanami pohon mangga kecil. Dipisahkan oleh tembok belakang suatu rumah.
Aku pun berkenalan dengan teman-teman yang ada di rumah kos ini, mereka terdiri dari 3 pria dan 3 wanita mereka semua lebih tua dariku. Nama mereka adalah Ikeda Rini, Rin Nori, Kimura Mizuki mereka bertiga adalah wanita dan aku memanggil mereka Oneesan sedangkan yang lain adalah Hayashi Norio, Maeda Mitsuo, Inoue Kotaro mereka bertiga adalah pria aku memanggil mereka Onisan serta pemilik kos.
Alasan ayah memilih menyuruhku untuk tinggal di rumah kos ini, adalah karena ayah sudah pernah tinggal disini, dan lagi, jika aku tinggal di apartemen sendiri aku harus mengurus makananku sendiri, karena tempat ini juga menyiapkan makanan untuk para tamunya maka tempat inilah yang ia pilihkan untuk ku. Sebenarnya aku sih tidak masalah tinggal sendirian di apartemen, tapi mau bagaimana lagi dengan tinggal disini uang saku ku juga akan di tambah karena lebih hemat tinggal disni.
Terdapat sebuah rumah yang berada tepat di depan rumah kos ini. Lalu aku pun menyapanya dan sambil berkenalan dengan ibu tetanga itu. Nama ibu itu adalah Nishimura Sinziku, Tante Nishimura terlihat sangat baik dan ramah ia mempunyai dua anak perempuan, yang satu bernama Nishimura Saki yang sekarang sedang sekolah kelas 1 SMA dan adiknya Nishimura Rei yang masih kelas 2 SMP. Suaminya adalah seoarang guru dan aku bisa melihat bahwa pernikahan mereka masih muda karena Tante Nishimura masihlah sangat muda berumur 37 tahun. Sebenarnya mereka berdua adalah guru.
Aku memiliki tinggi badan yang sekarang adalah 172 cm, dengan berat 60kg dengan wajahku yang tampan dan kulit putih membuat wanita tertarik kata Ikeda Oneesan itu membuatku terlihat manis. Untuk ukuran penisku pun bisa terlihat normal, tegak lonjong keatas tanpa membengkok.
Hari-hari berlalu, aku telah mulai terbiasa dengan lingkunganku yang baru, aku sering pergi dengan teman-temanku yang baru baik di kampus maupun di rumah kos itu. Terutama tidak jarang pula Inoue Onisan meminta menemaniku untuk mendatangi pacarnya, sebel juga karena pada akhirnya aku harus melihat mereka pacaran dengan mesra.
Jika karena bukan aku tidak enak hati dengannya, mungkin aku lebih memilih ajakan Ikeda Oneesan untuk pergi bareng.
Saat kami kembali sering kami berjumpa dengan Nishimura Saki, karena aku bingung dalam pemanggilannya jadinya aku lebih sering memanggilnya Saki-san. Kami berhenti dan Inoue Onisan tidak jarang menggoda cewek itu, orangnya sih khas cewek tsundere gitu, memiliki kulit yang agak hitam ke coklatan tidak bisa dibilang cantik tapi wajahnya cukup manis.
Lama kelamaan aku pun iseng-iseng ikut menggodanya. Dia kembali sekitar jam 4 sore sementara aku kembali jam 5 sore dan cuma aku yang masih kuliah teman-teman kosku telah bekerja semua, dan pastinya saat mereka bekerja mereka baru kembali sekitar jam malam dan hanya aku yang kembali lebih awal.
Aku mendekatinya, dia sering mengenakan celana pendek olahraganya dan berkaos tanpa lengan sedang membaca sebuah novel. Lumayan, tidak hitam-hitam amat demikian pikirku manakala mataku mencari kakinya.
Begitulah, tidak jarang aku menggodanya dan nampaknya dia suka. Naluri laki-lakiku mengatakan bila dia sebetulnya ada hati kepadaku. Atas dasar keisengan, aku menulis sebuah surat di atas kertas berwarna pink dan harum dengan ukuran artikel agak besar. Sangat singkat, "Sika-san, I love you" saat pada malam harinya aku sisipkan di jendela kamarnya, dari luar aku dengar dia sedang bersenandung kecil sedang mendegarkan lagu kesukaannya.
Dengan cepat kertasku tertarik masuk, aku terkejut takut; kalau-kalau bukan Sika-san yang menariknya. Tidak lama kemudian lampu dimatikan dan jendela terbuka.
"Ah, Sika-san mengeluarkan kepalanya keluar dan melihat-lihat. Ketika dia melihatku dia tersenyum kemudian melambai agar aku mendekat. Kemudian aku mendekat. Ketika aku menghampiri tiba-tiba "Cuupp".
Sika-san mengecup bibirku, aku kaget atas perlakuan itu. Belum lagi keterkejutanku hilang ia mengulangi perbuatannya. Kali ini dengan sigap aku peluk pundaknya, aku lumat bibirnya.
Gantian ia yang terkejut, aku tahu bahwa ia ingin membalas suratku dengan kecupan kilat dan aku justru membalasnya dengan liar. Lidahku meliuk-liuk dalam mulutnya yang menganga karena terkejut, terlihat kalau ia belum pernah berciuman.
"Mmmppphh…"
Lalu tubuhnya mengejang, rona wajahnya memerah desiran panas napas kami mulai memburu. Ia memejamkan matanya pelan dan dia mulai mengikuti lidahku yang mengembara di dalam rongga mulutnya dan dia melenguh pelan yang tertahan saat lidah-lidahku bersentuhan lembut dengan lidahnya. Refleks tangan kirinya memeluk pundakku dengan lembut, kepalaku dan tangan kirinya bertopang pada tepian jendela.
Dalam keadaan gelap, pelan aku turunkan telapak tangan kananku dan meraih gundukan payudara sebelah kirinya.
"Ah..!"
Ia melenguh lirih dan terkejut, menepis pelan tanganku. "Sudah malam yah, Onichan!" Bisiknya lirih, memberiku satu kecupan dan menutup jendelanya. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Paginya seperti biasa aku siap-siap ingin berangkat, aku biasa naik angkutan umum. Aku pergi berjalan ke depan stasiun yang ada di dekat tempat kos ku dan tampaknya belum banyak penumpang yang naik.
Aku naik MRT terkadang di jam segini biasanya padat penumpang. Lumayan seru sih pada saat kereta MRT sedang penuh-penuhnya tak jarang ada siswi-siswi SMA maupun SMP yang terpaksa desak-desakan dengan ku, jadi bayangkan deh pada saat itu sesaknya kereta lumayan deh bisa menyenggol payudara. Hihihi...
Sepulang aku kuliah Sika-san sudah menantikan ku di samping rumahnya. Aku pulang juga agak maleman, soalnya tugas juga banyak yang mau di selesaikan di tempat kuliah, maklum saja setiap saat kami dituntut untuk menyelesaikan tugas kuliah, walaupun memang aku juga sering mendapatkan waktu sengang yang kadang ku manfaatkan untuk melakukan kerja paruh waktu. Tidak sedikit juga tambahan uang yang bisa ku hasilkan.
Seringkali saat aku pergi berangkat kuliah, Sika-san juga sudah berangkat lebih dulu jadi mungkin kami jarang pergi bersamaan. Tentunya hal ini membuatnya ingin menungguku, toh sejak malam tersebut aku telah sah jadi pacarnya.
Aku menekan bel pintu di depan rumah nya, lalu ia pun membuka pintu. Aku melihat ke sekeliling di sekitar rumahnya, namun tidak ada orang di rumah. Ia juga telah memberitahuku bahwa kedua orangtuanya yang seorang guru dan adiknya telah pergi untuk ikut studi tur. Sehingga tinggal dia sendiri di rumah.
"Maaf tadi malam Onichan, aku marah ya?"
Senyuman dan guratan giginya semakin terlihat putih dipadu dengan rona wajahnya yang coklat kehitaman.
"Tidak tuh," sambil aku menghampirinya.
Entah kenapa dia pun beranjak masuk ke dalam rumahnya dan kami semakin tidak terlihat dari luar.
"Habisnya surat Onichan kemarin sudah malam sih kasinya."
Aku raih tangannya dan dengan pelan aku merapatkan tubuhku kearahnya dan aku cium bibirnya ah.. dingin-dingin empuk. Lidah-lidah kami bertautan, matanya terpejam. Jarum jam menunjukkan pukul 18.35.
Karena ia tempaknya masih belum terbiasa dan ini adalah pertama kalinya, dia memelukku dan tidak banyak respon darinya tidak terdapat reaksi apapun selain menggenggam dan memelukku.
Akupun tidak terlalu memaksanya, karena ini adalah pengalaman pertamanya aku memperlakukannya dengan sabar.
"Mmmpp…" "Hhh… Hhhh…" desisnya lirih
Ciumanku merayap turun ke payudaranya dan tanganku mulai meraba-raba gundukan diatas selangkangannya.
"Hhhmmmpp…"
Perlahan - lahan ia mulai bereaksi dengan ku arah kan tangan lembutnya untuk menggenggam batang penisku tidak banyak yang ia lakukan selain menggenggamnya. Walaupun begitu penisku juga sudah tegang dan keras sekali.
"Sayang…" Demikian bisikku di telinganya saat tanganku dengan pelan menyibakkan rok seragam miliknya tidak banyak naik. Tanganku perlahan mengelus vaginanya yang masih di tutupi oleh celana dalam miliknya sampai pada akhirnya jariku dengan bebas masuk dan menyentuh vaginanya secara langsung. Ketika aku menoleh kebawah ia mendadak mendekapkan kepalanya kedadaku. Apakah ia malu tapi juga ingin pikirku.
Pernyataan cinta yang secara iseng aku lontarkan ternyata mendapat sambutan yang sedemikian dasyatnya. Sungguh dia sekarang pasrah berada dalam pelukanku. Sementara aku, menahan nafsu yang berputar-putar didalam otakku.
Aku baringkan tubunya kelantai agar tubuh ku bisa lebih leluasa menyetubuhinya. Ia menurut saja atas perlakuanku. Aku genggam batang penisku, dan aku arahkan kelobang vaginanya.
Seperti biasa aku menempelkan sambil mengesekkan terlebih dahulu ujung kepala penisku ke dekat bibir vaginanya yang lembut dan sudah basah. Lalu dengan pelan aku memasukkannya untuk meminimalisir keteganggan.
"Sreet…" Terasa kepala penisku seperti dijepit -jepit oleh sesuatu, lalu aku tekan sedikit lagi dengan pelan. Sika-san tidak terlalu banyak bergerak ia tampaknya terdiam pasrah. Lalu karena ia mulai merasa terdapat sesuatu yang aneh, ia mulai begerak saat aku kembali menekan terus dan menyobek sesuatu.
Disaat itu pula ia berteriak kesakitan dan aku membujuknya untuk menahannya sebentar. Ia menggigit bibir bawahnya dan menahan kesakitan, wajahnya terlihat tegang dan cengkeraman tangannya juga lumayan erat saat pantatku mendorong lebih dalam.
Tangannya menggenggam erat, pahanya mengapit kuat pantatku dan wajahnya semakin terpejam. Aku mendiamkan sebentar dan memberikannya kecupan lembut ke bibirnya, kemudian dia mulai menangis. Dan mendekap tubuhku dengan erat; dengan tidak bergerak dan menahan pahanya di pantatku.
Terlihat ada air mata pada ujung kelopak matanya, melihat itu aku segera berbisik padanya bahwa aku akan bertanggung jawab atas semua ini. Barulah dia berubah riang kembali, dan aku mulai melanjutkan aktifitas yang sempat terhenti.
Perlahan pantatku aku mainkan dengan naik-turun, untuk menenangkannya. Aku membisikkan sesuatu ketelinganya.
"Sakit…?"
"Aku tahan, aku sayang kamu…" jawabnya sayu.
Terdengar suara hentakan saat penisku aku maju-mundurkan, dia duduk di atas sofa sedangkan aku memeluknya dari depan, Sika-san tidak bergerak dari pelukkannya pada ku; dan kedua kakinya tetap berada diatas betisku; dan kali ini jepitan pahanya di pantatku tidak banyak mengendor.
"Plak… plak… plak…" terdengar bunyi khas dari tubuh bagian bawah kami saat saling bergesekan; dan suara tersebut adalah pertama kalinya ia dengar.
Dua puluh menit selesai aku sukses memerawaninya, aku terus memainkan penisku maju-mundur terus seperti itu tanpa banyak terdapat variasi. Karena dengan begitu lambat laun rasa sakit padanya akan mulai menghilang.
Aku mulai merasakan ia mulai menegang dan saat itu Sika-san sudah mencapai puncaknya lalu ia jatuh terlentang, kedua kakinya terkulai lemas. Aku tahan badanku dengan kedua tanganku kali ini pantatku bebas menaik turunkan. Dengan memaju-mundurkan penisku di dalam vaginanya dan memeluk tubuhnya.
Aku mulai merasakan klimaks, akupun mempercepat gerakan pantatku naik-turunkan. Dengan cepat - cepat aku pun mencabut penisku Dan… "Ahhhhhh…" "Crott.. croot.. crooot…" Bersamaan dengan itu aku semprotkan air maniku di atas tubuhnya yang manis itu. Terasa nikmat.
Malam itu aku tidur bersama dengannya dan mengajaknya ke dalam kamar. Setelah ia sudah segar kami pun melanjutkannya dengan melakukan berbagai gaya. Ia sudah tidak merasakan sakit lagi dan puas dengan melakukan itu. Sampai keesokan paginya kami memilih untuk bolos sehari dan melanjutkannya lagi.
Ok, next terdapat kesalahan maaf pada pembaca.