App herunterladen
32.69% The Secret Of My Dream - tahap revisi / Chapter 16: 16. Sebuah Ungkapan

Kapitel 16: 16. Sebuah Ungkapan

Zei tersenyum lembut seiring tatapannya pada Nain, "Aku..."

"Aku menyayangimu, Nai." sambung Zei dengan berbisik di telinga Nain sebentar.

Nain terkesiap. Menatap Zei penuh tanya. "Apa kau sedang bercanda, Zei?"

Zei masih mengembangkan senyum tulusnya bersama tatapan dalamnya. Nain semakin yakin, Zei tidak pernah seserius ini.

"A-apa maksudmu, Zei?" tanya Nain memastikan.

"Aku menyayangimu, Nai. Sebagai seorang wanita." sambung Zei lagi yang tak lepas dari pandangannya.

"Aku-aku tidak mengerti." kata Nain terbata-bata kemudian meletakkan punggung tangannya di dahi Zei, "Apa kau sakit? Badanmu sepertinya hangat."

Zei mengambil tangan Nain yang menempel di dahinya kemudian menggenggamnya, "Aku tahu ini terlalu mengejutkan bagimu Nai. Terlebih kita sudah bersama seperti saudara kandung. Tapi perasaanku sudah berubah. Kita sudah tumbuh semakin dewasa, dan aku menyadari aku tidak hanya menyayangimu, tapi aku sangat menyayangimu dan menyukaimu, Nai."

"(Zei? Aku tidak menyangka ternyata Zei akan menyukaiku. Apa yang harus kulakukan? Aku juga menyukaimu, Zei. Tapi, apa yang akan terjadi setelah ini, aku masih belum bisa memikirkannya.)" guman Nain dalam hati yang masih bingung dengan perasaannya.

"Bagaimana denganmu, Nai? Apa kau juga memiliki perasaan itu terhadapku?" tanya Zei menunggu jawaban dari Nain.

"Aku-" seketika Nain mengingat Ran yang tengah menjalin hubungan dengan Zei. "(Tidak, Nai. Bagaimana mungkin aku bisa bersama dengan Zei sementara Ran sangat menyukai Zei. Aku tidak boleh egois dengan mementingkan diri sendiri. Tapi-)"

"Nai?" panggil Zei yang menyadari Nain memandangnya dengan melamun.

Nain tersadar dan mengalihkan pandangannya. "Aku sangat lapar, Zei. Ayo ke kelas, mungkin di sana aku bisa mendapatkan makanan."

"Memendam perasaan karena memikirkan orang lain. Benar-benar b*d*h." Fiyyin tersenyum remeh. "Tunggu, kenapa aku perduli? Sepertinya aku mulai lapar lagi." Fiyyin lekas melanjutkan jalannya dengan mengambil arah berlawanan dari tempat Nain dan Zei berdiri.

Zei tersenyum mengerti jika Nain sangat terkejut dengan perasaannya. "Kau sangat manis saat gugup seperti ini. Baiklah, Ayo!" Zei menarik tangan Nain yang masih dalam genggamannya.

"Lepaskan tanganku, Zei. Bagaimana jika seseorang melihat?" Nain menggeliatkan tangannya. Sementara Zei semakin menggenggam erat tangan Nain sambil tersenyum kecil.

"Zei, lepaskan." Nain masih berusaha menarik tangannya. "Tidak sampai kau memberitahu isi hatimu." kata Zei seiring jalannya menarik Nain.

Nain diam namun masih berusaha menarik tangannya. "(Zei, ada apa denganmu. Aku benar-benar tidak bisa menjawabnya.)" tatap Nain lirih sambil bergumam dalam hati.

Zei menoleh dan menghentikan langkahnya, menatap Nain kembali.

"Baiklah. Aku mengerti. Aku akan menunggumu, Nai. Sampai kau benar-benar memikirkannya."

"A-aku," jawab Nain ragu.

"Wah, apa yang terjadi di sini? Apakah pria ini memaksamu Nai?" sambar Ran tiba-tiba dari belakang.

Nain dan Zei menoleh bersamaan. "Ran?" Nain lekas menarik tangannya dan terlepas dari genggaman Zei.

Ran tertawa. "Ada apa dengan kalian, seperti baru melihat hantu saja. Hahaha..."

"Ada apa? Kau butuh sesuatu?" tanya Zei begitu saja. "Jika tidak, aku akan masuk ke dalam kelas."

"(Benar-benar tidak berperasaan. Setelah menyatakan cinta pada wanita lain, bagaimana mungkin kau tidak merasa bersalah sedikitpun.)" gumam Ran dalam hati, menatap Zei sambil tertawa terpaksa. "Aku lapar. Ayo beli makan. Katanya ingin menungguku di kantin, tapi kenapa kalian pergi? Apa kalian sudah makan lebih dulu tanpa menungguku?"

"Ahh, tidak seperti itu Ran. Aku hanya tidak ingin makan di kantin saja." jawab Nain tak enak.

"Aku juga sedang tidak ingin makan di kantin. Pergilah sendiri." sambung Zei.

Ran melingkarkan tangan pada lengan Zei, "Ahh, ayolah Zei. Aku tidak ingin makan sendiri. Ayolah?"

Nain tersenyum manatap Ran, "Baiklah. Aku pergi dulu. Dah.." Nain berbalik badan sambil melambaikan tangannya.

Zei menatap Nain tak enak dengan tigkah Ran. "Apa kau tidak cemburu?" ucap Zei spontan. Seketika langkah Nain terhenti.

"Aku pergi dulu." Nain kembali melanjutkan jalannya dengan tergesa-gesa dan mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kelas dan menuju taman.

Ran menoleh dan menatap tidak suka. "Apa maksud ucapanmu, Zei?"

Zei tak menjawab pertanyaan Ran, menepiskan tangan Ran yang melingkar di lengannya kemudian berjalan ke arah kantin. Sementara Ran masih dengan tatapan tidak sukanya, "Aku tidak akan melepaskanmu, Zei. Kau satu-satu yang aku punya saat ini. Aku tidak akan membiarkanmu bersama dengan Nain sebagai kekasih."

*ThaSecretOfMyDream*

Fiyyin dengan lahapnya memakan Roti yang ia bawa dari kantin sebelumnya sambil menatap kolam ikan yang searah dengan kursi taman yang ia duduki.

Nain yang baru saja tiba duduk di kursi yang berbeda dari tempat Fiyyin namun hanya berjarak 5 meter. Nain ikut menatap kolam ikan yang indah itu, namun bukan keindahan yang menjadi tujuannya melainkan ikan-ikan yang segar di sana.

"Apa aku bisa memakan ikan-ikan itu?" gumam Nain sambil menelan kental ludahnya bersama sahutan perutnya yang berbunyi setiap beberapa detik. Ia benar-benar lapar terlebih setelah keluar dari wc sebelumnya dan belum memakan apapun.

"Gadis b*d*h." kata Fiyyin saat mendengar gumaman Nain.

Nain mulai berdiri dan mendekati kolam ikan. Menyentuh air kolam yang di penuhi dengan ikan mas koki di sana. "Aku ingin memakannya. Aku tahu harganya sangat mahal tapi hanya ini yang bisa di makan." gumam Nain yang mulai meraih-raih ikan di dekatnya.

Di jarak yang cukup jauh, Zei tersenyum sambil melihat kearah Nain dengan membawa beberapa roti kesukaan Nain. "Aku sudah tahu kau pasti akan ke sini."

"Kau tidak akan bisa memakannya jika kau tidak membersihkan ikannya lebih dulu." kata Fiyyin tiba-tiba yang berjalan mendekati Nain. Nain terkejut dan cepat menarik tangannya dari kolam.

"Apa maksudmu? Aku tidak mau memakannya." Nain beralasan.

Fiyyin menggeleng, "Ini makanlah. Aku bisa mendengar jelas suara perutmu itu." Fiyyin menyodorkan roti keju mentega pada Nain.

Perut Nain semakin mengeluarkan suara saat melihat roti kesukaannya. Nain ingin sekali memakannya, tapi karna ulah siapa Nain memilih tidak makan di kantin. Ya, pria yang menyodorkan roti padanya adalah alasannya.

"Tidak. Aku tidak mau." Nain membuang wajahnya. Ia lebih memilih menahan gengsinya terlebih orang yang menawarinya adalah orang yang sangat ia kesali.

"Kenapa? Karena aku yang memberikannya?" Fiyyin tersenyum melihat Nain tak menggubrisnya. "Baiklah. Terserah, lagi pula bukan aku yang membeli roti ini, aku mendapatkannya secara cuma-cuma dan juga, bukan aku yang membuatnya. Jika kau tetap tidak mau, bagaimana jika aku memberikannya pada ikan-ikan ini, sepertinya mereka sangat kelaparan." kata Fiyyin dengan menyindir.

Nain memanyunkan bibirnya dan mengernyitkan dahinya. Gengsi Nain mulai goyah saat Fiyyin mulai membuka plastik roti yang di pegangnya. "(Ahh, dia benar-benar menyebalkan. Aku menginginkan roti itu!)" teriak Nain dalam hati dengan berat hati.

Fiyyin hanya tersenyum mendengar ucapan gadis di sampingnya dan hendak melemparkan roti yang di pegangnya. Tiba-tiba Nain menahan tangan Fiyyin, "Jangan!" Nain menutup matanya setelah tangannya memegang pergelangan tangan Fiyyin. Hancur sudah harga dirinya.

Fiyyin semakin mengembangkan senyumnya dan mendekatkan wajahnya di depan wajah Nain. "Gadis b*d*h. Kau pikir aku tega memberikan roti enak ini pada ikan-ikan itu." Fiyyin mengambil tangan Nain yang menahan tangannya kemudian memberikan roti di tangannya, "Ambilah. Tidak ada gunanya menahan harga diri di saat seperti ini. Kau hanya perlu memikirkan kondisimu." Fiyyin kemudian berjalan meninggalkan Nain dan kembali ke tempat duduknya.

Nain tersenyum. Tidak buruk, ia pikir Fiyyin akan mengejeknya tapi malah memperdulikannya. Tanpa pikir panjang lagi, Nain lekas memakan roti di tangannya dengan lahap. "Tunggu, dia baru saja mengatakan aku menahan harga diri? yang benar saja, harga diriku sudah pergi setelah aku menahan tanganmu." Nain mengernyit.

Fiyyin tersenyum sambil menyilangkan tangannya, "Bod*h."

Sementara dari kejauhan, Zei mengepalkan tangannya menyaksikan semua itu.


AUTORENGEDANKEN
Iralta Iralta

jika ada yang tidak di mengerti bisa di tanyakan melalui komentar. semoga kalian selalu menantikan cerita ini

Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C16
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen