App herunterladen
76.74% Anastasya Story : Cinta Terpendam / Chapter 33: Puncak Pagelaran Pensi : 1

Kapitel 33: Puncak Pagelaran Pensi : 1

Pernah nggak di sekolah-mu dulu mengadakan pentas seni?

Nyatanya, tidak hanya pentas seni atau yang sering disingkat pensi adalah hal yang berbau seni. Tepatnya di ujung sana, tampak berjejer bazar yang menyediakan berbagai jenis makanan juga. Membuat acara tersebut semakin ramai layaknya acara konser musik sungguhan.

Lapangan saat ini pun sudah dipenuhi oleh siswa dan siswi dari berbagai sekolah. Riuh suara para penonton terdengar keras, menunggu acara dimulai dan bintang tamu yang merupakan penyanyi ternama.

Revan berada di antara mereka, tapi laki-laki itu kalem berdiri di samping panggung dengan headset (one ear) yang terpasang di telinga kirinya seraya mengarahkan pandangan pada Gilang dan Citra - para host yang saat ini tengah bercanda gurau menyapa para penonton dari atas sana.

"Waktunya tinggal lima menit lagi. Apa mereka sudah siap?"

Tanya Revan kemudian, telunjuknya terangkat untuk menekan alat pada telinganya sadari suara di sekitarnya terlalu bising.

Tak lama, laki-laki itu pun mengangguk walau seseorang dari sebrang sana tidak dapat melihatnya.

"Oke."

Revan memutuskan sambungan itu dan kembali menatap ke arah panggung.

"Mereka sudah siap semua?"

Pertanyaan barusan membuat Revan menolehkan kepalanya ke samping, ia mendapati Sisil yang berdiri tepat di sampingnya. Dan, Revan hanya mengangguk menanggapi itu.

"Baguslah.."

Sisil terlihat memasang senyum yang penuh arti. Ia tidak sabar menunggu penampilan Anna dan Leo yang katanya merupakan tampilan pembuka, serta melihat reaksi laki-laki di sampingnya ini begitu drama itu dimulai.

Sementara dilain tempat, Jasmine terlihat tengah berjalan mendekati kerumunan orang-orang.

"Oke guys, lima menit lagi!"

Para pemeran di ruangan itu kontan bergeges mengambil peralatan dan mengecek kembali penampilannya. Terkecuali dengan Anna, gadis itu masih duduk terdiam membiarkan seseorang mengolesi lip gloss pada bibir mungilnya.

"Oke, selesai! lo boleh pergi sekarang."

Seru Rosa -sang wakil ketua, dengan senyum bangga melihat hasil kreasinya itu.

Anna pun bangkit dari duduknya, dalam hati ia bersujud syukur. Akhirnya selesai juga ia di dandani sadari tadi hanya diam pasrah membiarkan orang lain mempermak dirinya.

"Lo, cantik."

Suara seseorang dari belakang membuat Anna seketika membalikan badannya, dan mendapati Leo dengan kostum khas pangerannya.

Anna tersenyum masam mendengar itu.

"Cantik kayak badut ya, kan?"

Leo menyerngit, tak lama sebuah senyuman langsung tercetak di wajahnya.

"Gue serius, lo cantik."

Kali ini Anna berdesis. Walau pada akhirnya bibir itu terangkat membentuk senyuman.

"Terima kasih."

Hingga di mana. Konsep pensi diawali oleh drama dari ekskul teater.

Sang putri salju langsung menjatuhkan tubuhnya -pingsan, setelah memakan buah apel pemberian seorang nenek bertudung yang cukup misterius.

Para tujuh kurcaci menangis sedih tidak tahu bagaimana cara membangunkan putri yang diperankan oleh Anna itu.

Disusul suara narator yang bercerita, maka munculah pemeran selanjutnya, yaitu Leo yang berperan menjadi sang pangeran.

Dari wajah itu, kini Manda dan Karin tahu siapa pemeran pangeran dari drama tersebut. Khususnya Manda, perasaan ngilu mengerogoti hatinya.

"Jadi lawan ekting Anna itu, Leo?"

Pertanyaan itu membuat Manda menolehkan kepalanya pada Karin. Gadis itu tidak menjawab, melainkan hanya menelan ludahnya yang susah payah.

Salah dirinya juga yang tidak bertanya dan mencari tahu tentang pensi apa yang diambil Leo, Padahal ia punya banyak kesempatan untuk itu.

Sementara Revan yang juga menyaksikan itu, hanya bisa menahan dirinya saat Anna beradegan mesra dengan laki-laki lain.

"Bagus ya ekting mereka? pas banget, dapet chemistry-nya."

Revan mengangguk kecil menanggapi ucapan Sisil, matanya menyaksikan aksi panggung di depan sana. Tapi, hatinya tidak bisa berbohong bahwa dirinya terusik dengan kedekatan antara gadisnya dengan laki-laki itu, bahkan ia tak bisa sebentar saja mengenyahkan rasa panas dalam hatinya saat ini.

"Kayaknya mereka berdua cocok maen film sungguhan."

Sisil masih terus berusaha mengompori laki-laki di sebelahnya itu. Dan, Revan memilih menyunggingkan senyum tipis.

... Dalam diam, ia menahan rasa cemburunya yang tak lagi ia tepis.

***

"Oke guys! Gimana menurut kalian drama SMA Academy tadi? Seru kan?!"

Tanya Gilang -salah satu host tersebut pada para penonton di bawah sana. Membuat para penonton itu berteriak setuju, apalagi para kaum laki-laki dari sekolah lain seketika memuji kecantikan Anna, dan kaum perempuan yang memuji ketampanan Leo.

"Pastinya seru abis dong, Lang. Gue saja ampe baper sampai sekarang."

Gilang tertawa mendengar komentar dari partner host-nya itu.

"Iya gue setuju! Maka dari itu teman-teman, masih banyak lagi yang belum nongol di pensi ini. Jadi? jadi apa nih, Cit?"

"Apa tuh, Lang?"

"Jangan pada kabur dulu, oke!!"

Teriaknya kemudian. Dan, mereka pun langsung bersorak gembira, bahkan sebagian dari mereka juga bertepuk tangan keras.

Hingga acara itu kembali berlangsung, Anna baru saja keluar dari toilet setelah mengganti pakaian-nya itu. Sepanjang jalan beberapa orang menyapanya, ia hanya tersenyum memamerkan deretan gigi-nya yang rapi.

Dan setelah menaruh kostum itu kembali ke ruang teater, Anna membalikan badannya, saat itulah seseorang memeluk singkat gadis itu.

"Kyaaaa...- sukses juga drama kita. Lo dan Leo memang the best! Thanks, ya."

Anna mengangguk tersenyum pada Jasmine. Sebelum akhirnya ia berucap sesuatu..-

"Itu juga berkat lo semua kok."

Jasmine terkekeh.

"Ya udah, gue mau samperin Leo dulu ya, An."

Sekali lagi, Anna mengangguk tersenyum menanggapinya. Lantas ia pun bergegas keluar dari ruangan itu untuk menghampiri kedua sahabatnya yang sudah menunggu dirinya di lapangan.

"Hai, kalian!!"

Sapa Anna begitu ia tiba di belakang Manda dan Karin. Seketika keduanya pun menolehkan kepalanya pada gadis itu.

"Cieeee, bintang kita hari ini. Gimana adu ekting sama Leo? seneng gak lo bisa mesraan sama dia? secara dia sebelas duabelas sama Revan. Seneng ya, kan? ya, kan? ya, kan?"

Anna terkekeh menanggapi omongan Karin.

"Apaan sih lo, ngegas gitu? biasa saja ah."

"Ya, siapa tahu...-"

Karin tidak melanjutkan obrolannya sadari ponsel pada kantung baju-nya bergetar. Tak lama, ia pun mengelurkan ponselnya itu.

"E.. - gue harus ke back stage, bentar lagi tampil !! do'ain gue ya."

"Oke, fighting!"

Anna tersenyum menatap kepergian Karin. Kemudian mengalihkan pandangannya pada Manda. Ia baru sadar, sejak tadi gadis itu hanya terdiam menatap ke arah panggung.

"E - Man, lo diam saja, kenapa?"

Manda mengerjap, lalu mengalihkan kedua bola matanya pada Anna.

"Enggak kenapa-napa, gue cuma lagi fokus nonton saja, An."

Anna mengangguk paham, ia juga mengarahkan pandangannya itu pada panggung. Walau tidak lama, ekor matanya melihat suatu subjek yang lebih menarik.

Dia adalah Revan, yang tampak mengobrol dengan Sisil -musuh bubuyutannya di samping panggung. Membuat hatinya mendadak sangat panas.

Anna pun menghembuskan napasnya kesal.

Ia juga teringat dengan kejadian sebelumnya, tentang obrolan terakhir Revan padanya. Anna senang saat tahu laki-laki itu kembali bersikap biasa, tidak marah atau pun senang.

Datar seperti biasanya.

Saat itu, Anna pulang diantar Revan. Dengan sigap ia turun dari motor laki-laki itu. Anna berucap terima kasih padanya, tapi kemudian Revan malah mengeluarkan kotak makan di ransel-nya itu, dan berkata...-

"Lain kali sebelum kasih orang, coba dulu sendiri. Kamu ngidam atau apa?"

Anna dibuat menganga saat itu juga. Tak lama, Revan pun menyalakan kembali mesin motornya, melesat pergi tanpa menoleh lagi.

***

Suara dentruman musik terdengar sampai penjuru gerbang sekolah hingga menjelang malam.

Setelah melewati serangkaian kegiatan pensi, tibalah aksi tampilan dari beberapa band. Disana, tampak Revan yang melangkahkan kakinya menuju back stage menghampiri Dimas dkk, yang tengah terduduk menunggu giliran.

"Van, gimana perasaan lo tadi lihat Anna dan cowok itu beradegan intim?"

Tanya Dimas dengan seringai begitu Revan duduk tepat di sebelahnya.

Revan berdecak.

"Lo bisa gak, gak bahas itu."

"Cie elaaah.. ada yang panas."

Dimas terkekeh keras tanpa sadar. Sementara Revan memutar bolanya malas.

Hingga akhirnya datanglah giliran mereka.

Revan dan band-nya pun menaiki panggung. Semua bersorak gembira menyambutnya. Apalagi kaum perempuan, mengingat trend topic kepopuleran Revan dan kawan-kawannya yang sudah terdengar hingga sekolah tetangga.

"Ya ampun ganteng banget Revan, gak nyesel gue dateng ke mari."

"Iya, gue juga suka sama dia. Awas ya kalau lo rebut !!"

"Tapi menurut gue, mending Dimas ke mana-mana sih. Gue denger, Revan itu terlalu kaku jadi cowok."

Pernyataan beberapa gadis di depan Anna membuat ia menggigit bibirnya sebal. Andai saja ini bukan tempat umum, dirinya mungkin sudah menjambak satu-persatu gadis itu

Revan itu punya gue plis!

"Sabar, An."

"Manda bener, An. Gak usah lo dengerin."

Bisik Manda juga Karin yang menyadari itu. Dan, Anna mengangguk menanggapinya.

"Yo, guys! akhirnya kita ketemu star band asal SMA Academy. Ini dia Kick Out!!"

Ucap Gilang, kembali membuat para penonton bersorak.

"Goodnight, guys!"

Billy berkata dengan penuh percaya diri seraya mengenggam erat microfon. Di sampingnya, Revan dan Dimas terlihat membawa gitar dengan tali yang menggantung pada leher. Sementara di belakang, terlihat juga Adit yang meletakan jarinya pada piano, serta Marchel yang terduduk dari balik drum.

"Nah, Bil. Malam ini rencana lo mau bawa lagu apa?"

Tanya Citra kemudian.

"Rencana malam ini kita mau bawakan lagu dari Bruno Mars yang berjudul versace on the floor. Bisa kan semua?"

"Bisa!!"

Jawab serentak para penonton.

"Mari bernyanyi bersama."

Hingga akhirnya, suara musik terdengar. Gilang dan Citra sudah kembali ke belakang panggung.

Let's take our time tonight, girl

Above us all the stars are watchin'

There's no place I'd rather be in this world

Your eyes are where I'm lost in

Underneath the chandelier

We're dancin' all alone

There's no reason to hide

What we're feelin' inside

Right now

Billy bernyanyi dengan penuh penghayatan, membuat para pendengar mulai menaik-turunkan kepalanya mengikuti irama.

So baby let's just turn down the lights

And close the door

Ooh I love that dress

But you won't need it anymore

No you won't need it no more

Let's just kiss 'til we're naked, baby..

Khususnya Anna, gadis itu menatap Revan yang fokus dengan gitarnya.

Entahlah... ia hanya merasa terkesima.

Untuk pertama kalinya ia melihat laki-laki itu memainkan gitar. Membuat dirinya seribu kali lebih tampan.

Versace on the floor

Ooh take it off for me, for me, for me, for me now, girl

Versace on the floor

Ooh take it off for me, for me, for me, for me now, girl, mmm ..

Tak ayalnya dengan Revan, laki-laki itu memainkann gitar-nya dengan mulus. Matanya mulai menelusuri para penonton di bawah sana. Sampai pada akhirnya ia melihat wajah itu.. dan familiar.

Ia sangat mengenal pemilik wajah itu dan kau bahkan sangat tahu siapa.

... Dalam diam, tatapan mereka bertemu.


AUTORENGEDANKEN
Princesstya_ Princesstya_

maaf ya kalau selama ini ada salah kata. maklum lah jaman dulu di sekolah, author bukan anggota osis ataupun ketua osis, apalagi belum pernah ngurus2 pensi gitu :'D

so, ini ngasal abis.. tp intinya ya begitu..

semoga dapet feel ya.

Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C33
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen