Irfan mengenakan setelah jas hitam yang rapi, Putri tidak mengungkiri bahwa Irfan terlihat sangat maskulin dan tampan. Walaupun tidak ada senyuman yang ia tampilkan.
Kembali mengingat sifatnya yang menyebalkan, membuat Putri memalingkan wajahnya untuk tidak melihatnya. "Putri, sayang kemari." Ucap Bambang dengan riang menatap Putri yang baru saja tiba.
Surya yang berdiri di samping ayahnya, melihat Putri yang tiba langsung berdiri dan memberikan ruang untuk Putri agar duduk disebelah ayahnya. Putri menatap tersenyum ke arah keluaga Wijaya.
"Putri kenalkan ini Pak Brama dan istrinya Ibu Santi." Ucap Bambang mengenalkan Putri kepada suami dan istri keluarga Wijaya. Putri memberikan hormat, dan tersenyum kepada pasangan suami istri tersebut.
"Dan ini kamu pasti sudah kenal dengan Tante Rita dan ini suaminya Harry." Ucap Bambang menunjuk ke arah Rita dan Suaminya. Rita memamerkan senyumnya dengan lebar, sedangkan Harry menatap Putri dengan sedikit senyuman.
"Halo tante, apa kabarnya." Ucap Putri membalas senyuman Rita, "Dan ini Irfan, adik dari tante Rita." Bambang melanjutkan perkenalannya, Irfan dan Putri saling bertatapan.
Bukan karena mereka saling menyukai, tetapi karena pertemuan terakhir mereka berakhir dengan kondisi yang rumit. Irfan memberikan senyuman yang terlalu dipaksa, sedangkan Putri membalasnya dengan tidak tersenyum dan memilih untuk menunjukkan keangkuhannya di depan Irfan.
"Wah.. wah.. kalian sudah saling mengenal satu sama lain ya?" Ucap Harry yang terlihat fasih dengan bahasa Indonesia, Putri menatapnya dengan terkejut. "Jangan bingung Put, suami tante ini bahasa Indonesianya jago." Ucap Rita yang menyadari kebingungngan Putri.
"Jadi kalian sudah kalian kenal?" Tanya Santi dengan amat senang, "Ya Bu Santi, kami sudah pernah bertemu sebelumnya." Ucap Putri dengan Ragu. "Aduh jangan panggil Ibu, gimana panggil bunda." Ucap Santi tersenyum memandang Putri dengan senang.
"Santi, kamu jangan terlalu terburu-buru seperti itu. Putri baru saja berkenalan dengan kita." Ucap Brama melihat Putri yang canggung. Irfan masih menatap Putri tanpa berkedip, Putri yang menyadarinya mencoba memalingkan wajahnya dan lebih memilih menatap meja yang berada di depannya.
Diruang tamu, Putri lebih banyak menjadi pendengar. Mendengar perbincangan yang dia sendiri kurang memahaminya, sampai akhirnya Renata tiba di ruang tamu dan mengatakan hidangan makan malam sudah siap.
Kali ini mereka bergeser ke ruang makan, entah disengaja atau tidak Putri yang berusaha menjauhi Irfan. Justru kali ini ia berhadapan persis dengan Irfan, Putri tetap mempertahankan ketidaksukaannya terhadap Irfan.
"Putri, bunda dengar sekarang kamu udah di tahun terakhir SMA ya?" Tanya Santi yang kali ini sudah terlihat kenyang dengan jamuan makan malam. "Iya bunda Santi." Jawab Putri dengan singkat.
"Wah pas dong ya, sebelum kamu lulus kita buat rencana pertunangan. Dan setelah kamu lulus baru kita persiapkan acara pernikahan." Ucap Santi dengan santai, tapi Irfan dan Putri yang mendengarnya langsung tersedak.
Putri bahkan mengambil air minum Rian yang duduk di sebelahnya, sedangkan Irfan langsung minum dengan satu kali tenggak. "Tunangan bunda?" Tanya Putri cukup nyaring tapi tetap sopan.
"Menikah? Sama dia? Anak kecil?" Ucap Irfan dengan kasar melihat ke arah Putri. Raja dan Rafa yang melihat reaksi Irfan, mencoba untuk menahan gelinya. Harry tampak terkejut dengan reaksi adik iparnya, sedangkan Rita sepertinya sudah bisa menebak reaksi adiknya.
"Sorry, gue bukan anak kecil. Gue udah punya KTP." Balas Putri menatap kesal terhadap Irfan. "Putri.." Ucap Bambang, mencoba memberhentikan ketidaksopanan anaknya. "Maaf Pah." Ucap Putri yang kembali menunduk malu.
"Santai Bambang, Putri masih remaja. Wajar saja jiwanya masih bergejolak." Ucap Brama yang tidak tersinggung dengan tingkah laku Putri. "Irfan, jaga bahasamu. Kamu sudah dua puluh lima tahun, seharusnya bisa bersikap lebih dewasa." Ucap Brama menatap Putranya yang langsung menutup mulutnya yang tadi ingin membalas ucapan Putri.
"Sudah, sudah, makan malam yang enak ini jangan sampai dirusak." Ucap Santi mencoba menenangkan suaminya. Irfan berdeham keras sebelum mulai berbicara lagi, dan Putri kali ini menatapnya bersiap-siap jika ia akan bertarung mulut kembali.
"Bunda, ayah. Maaf kalau Irfan menyela. Ada baiknya jika saya dan Putri saling mengenal terlebih dahulu, apalagi kami baru saja mengenal dan usia kami yang terpaut tujuh tahun. Pasti banyak perbedaan pemahaman diantara kami." Irfan kali ini tersenyum licik memandang Putri.
"Ya Putri juga setuju, ada baiknya kami saling mengenal dulu. Lagi pula dengan perbedaan usia tujuh tahun, pasti pemahaman anak muda dan orang yang sudah tua berbeda bukan." Ucap Putri menatap Irfan dan membalasnya dengan senyuman.
Wira terbatuk mendengar ucapan Putri, terlihat sekali menahan tawanya. Si kembar bersamaan berdeham. Rian menatap adiknya dengan takjub, tidak percaya Putri berani memojokkan Irfan.
Rita tiba-tiba tertawa nyarinh, semua orang memandangnya. "Kalian berdua kenapa sih?" ucapnya masih dengan tawanya, "Aku rasa kalian akan jadi lebih cepat dekat, dari yang kami bayangkan." Rita menatap Irfan yang melihat dirinya.
"Putri, kamu tau gak? Kamu itu ingetin tante sama Ka Ana. Waktu pertama kali Ka Ana ketemu sama Ka Bam, sikapnya sama seperti kamu. Usia Ka Ana dan Ka Bam juga berbeda delapan tahun. Iya kan kak?" Rita menatap Bam. Bam membalasnya dengan tersipu malu.
"Jangan terlalu kenyang dulu ya semua, aku dan Leyna membuat hidangan penutup yang lezat." Ucap Renata mencoba mengalihkan pembicaraan. Putri tidak menghabiskan makan malamnya, menyisakan sebagian makanannya. Dan masih melihat Irfan yang masih diam tanpa bersuara.
Usai makan malam para anggota keluarga, berkumpul di ruang keluarga. Banyak perbincangan yang dilakukan, Putri mendengar bagaimana ayahnya bercerita tentang masa lalunya. Putri yang sedikit bosan, perlahan mulai menjauhi ruang keluarga.
Duduk di ruang tamu sendiri, masih bingung apa yang akan ia lakukan. Mereka tampaknya tidak sadar dengan kepergian Putri. Putri meremas gaunnya, ingin acara pertemuan keluarga ini cepat selesai.
"Gaunmu akan rusak, jika kau memegangnya seperti itu." Putri berbalik dan menatap Irfan yang sudah berada di ruang tamu. Dengan cepat Putri memalingkan wajahnya "Ngapain dia disini?" Tanya Putri dengan pelan pada dirinya sendiri.
"Boleh aku duduk di sebelah kamu?" Tanyanya dengan sopan, bahkan terlalu sopan membuat Putri mengiyakan permintaannya. "Kenapa, kamu mau bertengkar mulut lagi?"Tanya Putri dengan ketus.
"Hey anak kecil, tenang. Jangan terlalu curiga seperti itu." Ucap Irfan yang kali ini tersenyum. Putri tidak memperhatikan bahwa Irfan sudah membawa sebuah kotak kecil berwarna putih dari tadi di tangannya.
"Nih, buat kamu anak kecil." Ledeknya, menyodorkan kotak itu ke arah Putri. Putri menatap dengan baik-baik kotak tersebut. Dari bungkusnya, ia mengetahui kalau kotak tersebut adalah kotak dari sebuah handphone.