App herunterladen
79.41% Keluarga Denzel / Chapter 54: Jangan Pernah Menghina Wendaku

Kapitel 54: Jangan Pernah Menghina Wendaku

Sesampainya di Indonesia, keduanya kembali sibuk bekerja dan tak mempunyai waktu untuk berdua. Axton lebih sering ke luar kota untuk urusan pekerjaan sementara Wenda sibuk dengan teman-teman kerjanya sebagai karyawan di bagian manejemen.

Mereka hanya punya waktu mengobrol di malam hari itu pun hanya sejam, lalu setelahnya mereka kembali ke rutinitas mereka masing-masing. Walau sibuk, Wenda masih merasa gelisah. Kebiasaannya yang baru adalah terus mencoret kalender di kamar Axton agar dia mengetahui sisa beberapa hari pernikahan kontraknya dengan Axton.

Kadang-kadang dia sedih dan menangis sendiri di kamar tanpa ada seorang pun yang tahu. Dia tak ingin kesedihannya diketahui oleh semua orang, sudah cukup orang-orang disusahkan karena permasalahannya.

Kini, Wenda harus mencari jalan sendiri untuk menyelesaikan masalahnya. Hari itu Wenda kembali mencoret satu tanggal lagi. Kedua matanya kemudian beralih pada sebuah tanggal yang dilingkar. "Dua hari lagi," gumamnya sedih.

"Nyonya, Tuan sudah datang," Wenda segera menyembunyikan kalender tersebut di tempat yang biasanya dia simpan. Dia bergerak keluar menghampiri Axton yang baru saja datang dari luar negeri.

Axton merentangkan tangannya mempersilakan Wenda untuk memeluknya. Tentu saja Wenda memeluk Axton dengan erat tak ingin melepaskannya dan menerima ciuman Axton. Axton memundurkan wajahnya, dibelainya pipi Wenda. "Kau pasti kesepian, 'kan selagi aku keluar negeri?" Pertanyaan tersebut dibalas anggukan oleh Wenda.

"Aku juga merindukanmu," lanjutnya. Axton melepaskan pelukannya diganti dengan rangkulan pinggang sambil berjalan menuju halaman belakang rumah.

"Sebentar lagi, kita akan mengadakan pesta. Apa kau mau berbelanja denganku? Aku ingin kita memakai baju couple." Wenda menautkan alisnya.

"Couple? Kenapa kau mau kita memakai baju yang sama? Kau tak khawatir ya kalau nanti hubungan kita akan diketahui oleh publik?"

'Padahal sebentar lagi pernikahan kita akan berakhir.' desis batin Wenda melanjutkan. Raut wajah sedih tercipta tapi Axton tak mengetahui hal itu dan menggeleng.

"Aku sama sekali tak keberatan kok, apalagi jika kau memakai baju yang modelnya sama denganku." balas Axton tenang. Kedua matanya bergulir pada Wenda.

"Aku akan senang sekali." lanjutnya. Wenda merubah raut wajahnya menjadi senyuman pahit, kenapa Axton sangat bahagia di saat Wenda merasa sedih kala memikirkan perpisahan mereka? Apakah dia senang saat mereka berdua akan berpisah?

Wenda ingin sekali menangis dan mengatakan apa yang menjadi kegundahan hatinya namun lidahnya terasa keluh saat dihadapan Axton seperti tak ingin mengganggu kebahagiaan Axton.

Axton kembali memeluk Wenda dengan senyuman manis, lain halnya dengan Wenda yang sedih. Tak lama kemudian, mereka berdua menuju toko butik untuk membeli pakaian mereka.

Toko butik yang mereka tuju bukanlah toko butik sembarangan karena semua pelanggannya adalah kaum sosialita termasuk Axton. Begitu keduanya sampai, Wenda ragu dengan keputusan Axton yang ingin masuk bersamanya padahal toko butik tersebut terlihat sangat sibuk.

"Sudah jangan khawatir, jika ada orang yang mengataimu karena kau datang bersamaku aku akan membelamu." bujuk Axton meyakinkan Wenda.

'Tidak, bukan itu yang kupikirkan sekarang.' desis batin Wenda. Wenda tak pernah sekali pun berpikir kalau Axton sengaja menjebaknya, tapi tingkah Axton membuatnya makin sedih.

Keduanya keluar dari mobil dengan bergandengan tangan dan masuk ke dalam toko tersebut. Manajer yang sudah mendapat kabar bahwa Axton akan datang, menghampiri mereka. "Selamat datang Tuan Denzel," sapanya ramah.

"Cody sudah mengatakan apa yang kucari bukan?" tanya Axton dengan nada wibawanya.

"Sudah Tuan, silakan ikuti saya" jawab Manajer singkat. Axton dan Wenda berjalan mengikuti Manajer itu. Sambil terus melangkahkan kakinya, Wenda melirik sekitarnya di mana banyak orang khususnya kaum hawa yang memandang sinis pada Wenda.

"Siapa wanita itu? Kenapa dia bersama dengan Tuan Denzel?"

"Yang lebih buat iri lagi kenapa Tuan Denzel terus menggenggam tangannya? Apa dia itu anak kecil yang sering tersesat di sebuah toko?!" geram seorang wanita.

"Mungkin itu hanya seorang PSK yang disewa olehnya atau simpanannya yang tak pernah dipublikasikan. Tak mungkin wanita yang berpakaian rendahan itu kekasihnya, jika iya pasti Tuan Denzel akan mempublikasikan hubungannya!"

"Aku kasihan sekali pada wanita itu!" Ejekan yang dilontarkan oleh seorang wanita disambut dengan tawa oleh beberapa wanita lain. Wenda mendengar semuanya, dia menggigit bibirnya untuk berusaha tegar dengan penghinaan yang ditujukan untuk Wenda seorang.

Axton melirik ke samping pada Wenda, melihat kesedihan istrinya amarahnya memuncak. Axton segera mengambil telepon dan menelpon seseorang, tak lama kemudian telepon dimatikan Axton beralih pada Wenda.

Dirangkulnya Wenda dan memberikan senyuman tulus menghibur Wenda begitu Wenda memandangnya. Kedua mata Wenda berkaca-kaca namun memulas senyum simpul. Wenda sama sekali tak mengerti dengan jalan pemikiran Axton tapi Wenda setuju jika Axton adalah pria yang sangat baik.

Ponsel beberapa wanita yang bergunjing tentang Wenda nyaris berdering bersamaan. Mereka tentu saja menghentikan obrolan mereka untuk menggapai ponsel mereka. Mata mereka membulat kemudian memekik layaknya masalah yang besar telah terjadi.

Salah satu dari wanita itu segera mengejar Axton dan memanggil namanya. Salah satu tangannya yang berhasil menggapai tangan Axton yang bebas ditepis kasar oleh Axton. Axton membalikkan tubuhnya bersama Wenda yang masih diam dalam rangkulannya.

Kedua mata emeraldnya menatap dingin pada wanita itu. "Tuan saya mohon maafkan saya, tolong jangan hancurkan perusahaan Ayah saya kalau perlu saya akan melakukan apa saja asal Tuan jangan melakukan tersebut." mohon wanita itu.

Axton mengangkat salah satu sudut bibirnya, tersenyum smirk pada wanita itu. "Itulah akibatnya jika kau menghina istriku!" sahutnya dengan nada penuh penekanan.

Bukan hanya wanita itu yang terkejut, semua orang yang berada di toko itu juga kaget dengan pengakuan dadakan Axton. "Dan seharusnya kau minta maaf padanya bukan padaku! Apa kau berpikir derajatmu tinggi lalu kau bisa menginjak harga diri orang lain?!"

Si wanita tercengang, mulutnya menganga tak bisa mengatakan apa-apa mendengar ucapan Axton. Dia sama sekali tak menyangka bahwa wanita yang dia kira bukanlah wanita yang baik-baik ternyata adalah Nyonya Denzel.

Tanpa berpikir sama sekali, si wanita bersimpuh di dekat kaki Wenda. "Maafkan saya Nyonya, saya tidak..."

"Jangan banyak omong!" hardik Axton. Si wanita terdiam tiba-tiba matanya bergulir memandang Axton.

"Anggap saja ini semua pelajaran untukmu agar kau jangan pernah menghina Wendaku." lanjut Axton. Peringatan Axton bukan hanya untuk si wanita tetapi bagi semua orang di tempat tersebut.

Axton lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan bersama Wenda. Istrinya itu tampak masih termangu karena perbuatan Axton. 'Axton, kenapa kau terlalu baik padaku. Jika kau terus melakukan ini aku tak akan bisa melepaskanmu. Kenapa Axton, kenapa?' desis batin Wenda menatap Axton dalam dia.


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C54
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen