Malam semakin larut Bila juga sudah semakin lelah dan rasa ngantuk tak tertahan lagi, Bila menatap wajah bahagia Khafiz.
"Fis pulang yuk..., ngantuk banget"
"Ok" Khafiz menjawab sambil melihat jam tangannya, ternyata sudah pukul 23.15 "maaf Bil, ternyata waktu cepat berlalu kalau kamu disampingku" Khafiz menggoda Bila.
"Ish" Bila mengangkat sebelah mulutnya mendengar rayuan Khafiz.
"Jangan cemberut dong, nanti aku tambah jatuh cinta, jadi ga mau mulangin kamu ntar akunya"
"Ih.... khafiz genit, males ah"
"Ya.... maaf, mau pulang sekarang apa masih kangen sama aku"
"Pulang lah, dasar kamu" Bila menyentil kening Khafiz sambil berdiri lalu menuju mobil.
Khafiz dengan gembira melangkah menyusul Bila untuk mengantarnya pulang.
Jam menunjukan pukul 07.30 keluarga Bila sedang sarapan bersama di ruang makan, setelah menyelesaikan sarapannya dengan memakai memakai seragam batik ia meminta ijin pada ayah dan ibunya, tepat didepan kamar Bila ia terkaget melihat pintu kamar kakaknya tiba-tiba terbuka.
Bila keluar dengan wajah kusut, karena ia baru bisa tertidur jam satu malam.
"Kakak....bikin za kaget aja, tiba-tiba muncul berantakan kayak gitu lagi"
"Sory dek, kakak masih ngantuk, kamu ga peluk kak Bila, ga kangen" Bila menggoda Zahra.
"Males....kakak belum mandi bauk"
"Anak kecil, ya udah sana berangkat"
Zahrana mengangguk lalu pergi setelah memeluk kakaknya sambil berkata "kakak bau asem"
Bila mententil telinga Zahra dengan lembut mendengar ejekan adiknya.
Sementara di ruang makan keluarga Khafiz ibunya sedang membicrakan hal penting.
"Fiz...ibu mau kamu ketemu sama anak gadis teman ibu"
"Mau apa buk?" protes Khafiz.
"Ya siapa tahu kalian berjodoh, dia itu cantik berpendidikan dan yang penting bibit, bobot, dan bebetnya jelas, juga sederajat sama keluarga kita" jelas ibu Khafiz dengan nada sombing "ga seperti gadis kampung pacar kamu, yang cuma morotin kamu tok itu"
"Buk....Bila ga seperti itu, dia ga pernah morotin akhu, bahkan dia ga pernah mau kalau aku kasih uang, ibu belum kenal Bila tapi sudah bicara hal jelek tentang Bila" Khafiz memprotes ibunya.
"Ga morotin piye..., dulu waktu bapaknya dirumah sakit sopo sek mbayari, kamukan?"
"Ya buk, tapi ga semya aku yang bayar Bila, Bila mau minta bantuanku karena dia ga ada jalan lain selain itu"
"Sama saja, intine dia mau"
"Sudahlah buk, aku males" Khafiz meninggalkan ibunya dengan penuh amarah.
"Khafiz dengerin ibu..., ibu ga bakal setuju kamu nikah sama gadis istu" ibunya mengancam, namun Khafiz sama sekali tak menggubrisnya.
Siang itu Bila dan Khafiz janji bertemu disebuah restoran, Bila sudah nampak cantik siang itu dengan celana dan tunik yang kekinian dipadu dengan jilbap ala selebgram, tak lupa ia memoles bibirnya dengan lips krim warna natural membuatnya semakin cantik.
Bila keluar dari kamarnya dan segera berpamitan, "yah Bila keluar dulu ya"
"Kamu mau kemana nak?"
"Bila.... mau ketemu Khafiz yah"
Mendengar anaknya ingin bertemu dengan Khafiz wajah ayah jadi sedikit murung, ia teringat beberapa bulan lalu ibu Khafiz datang ke rumah mereka untuk menghina anaknya dan mengungkit tentang uang yang Khafiz berikan pada Bila untuk pengobatannya.
"Nak... kamu masih berhubungan sama Khafiz".
"...ya yah, maaf Bila tidak menuruti ayah Bila belum bisa meninggalkan Khafiz"
"Kenapa? apa kurang cukup kamu dihina ibu yang kaya dan sombong itu"
Bila duduk disamping ayahnya "Bila ga tahu harus gima mengahiri hubungan kita, Bila ngerasa berhutang banyak karena dulu berkat Khafiz ayah bisa tertolong di waktu yang tepat"
"Nak....ayah tahu, maaf ayah sudah membuat kamu harus menanggung beban seberat ini"
"Ayah...."
"Bila.... ayah rasa kita harus mengembalikan uang Khafiz, ayah tidak mau seumur hidup menanggung beban hutang ini, apa lagi kalau ayah ingat ketika ibunya Khafiz menghina kamu"
"Maksut ayah?"
"Ayah sudah menyimpan sebagian penghasilan ayah, dan satu toko sudah ayah sewakan"
"Apa...toko ayah sewakan kok gitu?"
Ayah menjelaskan bahwa kemampuannya sudah tidak sekuat dulu, sehingga sudah tidak mampu mengurus dua tokonya dan memutuskan untuk menyewakan satu tokonya.
Bila mendengarkan penjelasan ayah dan akhirnya menerima keputusan ayahnya, Bila menunggu ayahnya yang sedang mengambil sesuatu.
Ayah keluar membawa sebuah amplop dan menyerahkannya pada Bila, dengan berat Bila menerima amplop itu lalu membukanya.
"Yah... ini maksutnya apa?"
"Ini uang buat mencicil hutang kamu sama Khafiz"
"Tapi yah, Khafiz pasti ga mau menerimanya"
"Terserah tapi ayah minta kamu menyerahkan ya, kalau boleh tahu berapa hutang kita sama Khafiz"
"17juta yah"
"Itu ayah baru ada 12juta, nanti yang 5juta segera ayah usahakan"
"Ayah ga usah kuatir, kalau 5juta Bila ada, pake uang Bila aja dulu"
Ayah mengangguk "makasih"
Setelah berpamitan Bila segera keluar dari rumah, dengan mengendarai motor ia menuju tempat dimana mereka membuat janji.
Khafiz sudah menunggu Bila hampir 15menit, tapi Bila belum juga tiba, namun ia tetap sabar menunggu wanita yang ia cintai tersebut, sampai Bila muncul dari balik pintu dan mendekatinya.
"Maaf kelamaan ya"
"Ga kok Bil, aku juga baru aja sampai kok"
Bila duduk setelah hampi satu jam mereka duduk direstoran tersebut, akhirnya mereka segera bergegas pergi, akan tetapi sebelum mereka pergi Bila menarik Khafiz untuk mengatakan hal penting.
"Fiz maaf aku mau ngomong sebentar, boleh ga kita perginya sebentar lagi"
"Oke, mau ngomong apa sih sayang"
"Ih....Khafiz" wajah Bila memerah mendengar Khafiz memanggilnya sayang.
"Fiz aku minta maaf sebelumnya tapi karena ini amanat dari ayahku, jadi kamu ga boleh nolak"
"Ayah...." Khafiz merasa bahagia saat mendengar ayah Bila hendak menberikan sesuatu padanya"ayah kamu ngomong apa, apa beliau sudah bisa menerimaku"
"Maaf Fiz, tapi bukan soal itu" sebelum melajutkan kata-katanya Bila mengambil sebuah amplop, dan ia langsung menyerahkan pada Khafiz "aku sudah bilang sama ayah kalau kamu ga akan menerimanya, tapi ayah memaksa, ayah ga mau merasa punya hutang sama kamu, jadi aku mohon kamu terima ya Fiz"
"Tapi Bila... aku ga pernah kok menganggap itu sebuah pinjaman, aku ikhlas"
"Fiz aku tahu, tapi setidaknya anggap ini sebagai harga diri kami supaya ibu kamu tidak memandang rendah kami, kalau kami tidak lagi punya beban lagi sama kamu, paling tidak aku bisa sedikit harga diri dimata ibu kamu"
"Maaf... tapi ini bukan karena kamu mau hubungan kita berakhir"
"Ga Fiz, itu murni karena kami ga mau dianggap memanfaatkan kamu"
Akhirnya dengan berat hati Khafiz menerima amplop tersebut, dan akhirnya dengan bangga ia bisa memberi tahu pada ibunya kalau Bila tidak seperti yang ibunya bayangkan selama ini.
Setelah keluar dari restoran tersebut Bila dan Khafiz berpisah, jika Bila bisa memilih tentunya ia lebih memilih untuk mengahiri hubungannya dengan Khafiz, bukan hanya karena ia tidak bisa sepenuhnya mencintai Khafiz, tapi ia juga sadar bahwa restu orang tua mereja tidak akan pernah mereka dapatakan.
Sebelum pulang Bila lebih dahulu pergi keswalayan untuk membeli sesuatu, ia berjalan mencari baju kecil yang akan ia berikan pada anak Khairina.
Ia benar-benar fokus ketika memilihat satu stel baju dengan karakter spyder man lengkap dengan topengnya "pasti imut banget nih kalau dipake anaknya Rina" ia berkata dengan pelan, dan tiba-tiba ada seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
"Nak Nisa apa ini kamu?"
Bila menoleh ke belakang, dan tersenyum ketika melihat pak Baroto, ia segera memberi salam "eh bapak, apa kabar lama tidak bertemu, bapak sama siapa?"
"Satu-satu dong nak ngomongnya, bapak kan bingung mau jawab yang mana dulu"
"Hehe....maaf pak"
"Kamu sedang libur?"
"Ya pak..., sudah lama saya tidak pulang, jadi pas ada libur pulang deh"
"Bapak sudah lama lho, ndak makan masakan kamu"
"Ih....bapak modus, emang masakan saya enak ya pak?"
"Enak banget, eh nak anak bapak yang dari luar negeri sudah pulang, tambah ganteng lho kamu bapak temuin sama dia ya, barang kali kalian jodoh"
Bila hanya tersenyum pada pak Baroto, setelah kejadian di rumah sakit waktu itu pak Baroto dan Bila mempunyai hubungan yang cukup dekat, Bila sering memasak untuk pak Baroto, bahkan pria tua itu sudah beberapa kali mengunjungi rumah Bila.
Selama Edwin di Jepang, pak Baroto terkadang tinggal bersama Edo atau Erwin secara berhiliran, namun sekarang ia telah kembali menempati rumahnya, hal tersebut juga alasan yang membuat Edwin memutuskan untuk menetap dikota kecil tersebut, selain untuk mengurus usaha ayahnya ia juga ingin menemani hari tua sang ayah, sambil berharap bertemu Bila dan memulai hubungan mereka dari awal.
Bila dan pak Baroto sedang duduk food corner pak Baroto sedang menikmati makan siang, sedang Bila hanya memesan segelas jus mangga keaukaannya.
"Pak..., bapak tuh ke sini sama siapa?"
"Sama jagoan bapak yang ganteng to"
"Oh.... terus putra bapak dimana sekarang?"
"Ga tahu, tadi bilang mau cari laptop atau apa, malah bapak ditinggal, untung ketemu kamu"
ponsel pak baroto berbunyi, ia segera mengangkatnya "piye nak, oh....bapak makan ini, ditemani seorang wanita cantik, kamu pasti ngiri lihat bapak punya kenalan secantil ini, cepet kalau mau jemput biar ketemu sama dia"
Pak Baroto berbicara dengan lebay, membuat Bila tertawa "bapak nih.... bisa aja bikin saya GR"
"Memang kamu cantik.kok"
"Pak maaf ya, karena putra bapak sudah mau jemput bapak, saya pamit dulu ya mau ke rumah teman"
"Lho kamu mau tak kenalin sama jagoanku lho"
"Lain kali ya pak, oh ya bapak tinggal dimana sekarang, besok kalau sempat saya masakin sesuatu buat bapak"
Pak Baroto menuliskan sebuah alamat, lalu ia berikan pada Bila sebelum mereka berpisah.
Edwin sedang berjalan dengan terburu-buru takut papanya menunggu terlalu lama, langkahnya agak terhenti ketika ia meluhat seorang wanita yang mirip dengan Salsabila namun penampilannya sedikit berbeda wanita itu terlihat lebih dewasa ia juga memoles wajahnya dengan make up tipis, ia hanya melihat sepintas dan dalam benaknya Bila belumlah berubah ia masih berpikir bahwa Bila yang sekarang masih sama dengan Bila yang dulu.
Edwin segera menemui ayahnya dan mengajaknya pulang, di perjalanan pak Baroto menceritakan tentang pertemuannya dengan Bila dan mengejek anaknya "kamu belum beruntung Win, belum saatnya kamu ketemu gadis pilihan bapak, bapak yakin kamu pasti klepek-klepek" Edwin tidak menggubris omongan pak Baroto karena dalam hatinya hanya ada Bila tak peduli secantik apapun gadis yang ayahnya maksud, baginya Bula lah yang paling cantik.
Keesokan hari jam sudah menunjukan pukul 12.30 Bila sedang bersiap-siap untuk kembali ke kota tempatnya bekerja, sebebarnya bawaannya tidak banyak, namun ia sengaja membuatkan makanan untuk pak Baroto sehingga itulah alasan mengapa ia terlihat begitu sibuk.
Setelah makanan itu siap ia segera membungkusnya, ia membuatkan pak baroto gulai ikan, dan pergedel kentang dan puding buah lalu ia segera menuju rumah pak Baroto setelah membungkus rapi makanannya.
pukuk satu lebih lima menit dengan mengendarai ojek ia tiba dirumah pak Baroto, setelah masuk ke halaman rumah, kebetulan saat itu pintu gerbang sudah terbuka karena pak Baroto sengaja menunggu Bila, dengan ragu Bila mengetuk pintu rumah yang baginya terlihat mewah itu, ada rasa takut akan perlakuan orang kaya kepada orang sederhana sepertinya perasaan itu sama dengan luka ketika ia datang ke rumah Khafiz dan hanya menerima sikap tidak bersahabat ibu Khafiz.
Seorang wanita paruh baya membukakan pintu dan mempersilahkan masuk, setelah ia duduk beberap saat kemudian pak Baroto keluar menemunya.
"Nak Nisa, ga sia-sia bapak nahan lapar kalau makanan enaknsudah datang" ucap pak Baroto yang memamg seorang yang humoris.
Bila bernapas lega, ia berpikir "untung orang kaya yang aku temui baik seperti pak Baroto" kata itu terlintas dalam pikirannya.
"Bapak nih tahu aja kalau saya masak sesuatu yang sepecial"
"Tahu lah, apapun yang kamu masak pasti rasanya enak"
"Terimakasih bapak, tapi maaf saya ga bisa lama, soalnya saya ditunggu ojek mau ke travel pak"
"Walah... anak bapak masih tidur sayangnya, kalau di sudah bangun pasti bapak suruh nganter kamu" Pak Baroto mengantar Bila keluar lalu ia mengambil sesuatu dari sakunya yang ia serahkan pada Bila.
"Maaf pak ini apa?"
"Sedikit saku buat kamu" sudah jadi kebiasaan pak Baroto setiap kali Bila mengunjunginya pasti ia akan memberinya uang saku.
"Bapak ga uasah, kan saya sudah kerja"
"Eh... ga boleh ditolak, anggap itu do'a dari bapak"
Bila akhirnya menerima uang itu, sambil menahan tawa, dengan perlakuan pak Baroto yang masih menganggapnya anak kecil, yang akan dengan senang hati menerima uang saku untuk tambahan uang jajan.
Setengah jam kemudian ketika pak Baroto sedang menikmati masakan Bila, Edwin bangun dari tudur siangnya dan karena perutnya terasa kapar ia menuju meja makan.
"Papa kok baru makan, sudah hampir jam dua lho"
"Bapak nunggu makanan sepesial buatan gadis cantik"
"Emang segitu enaknya ya?"
"Coba dulu baru komentar koe"
Edwin segera duduk dan mengambil makanan didepannya, setelah merasakan betapa nikmatnya masakan itu ia mekan dengan lahapnya "bener pa, enak banget"
"Papa tuh dulu pas baru pertama kali nyoba masakan gadis itu, keinget masakan pacar kamu lho Win, waktu itu nak Nisa masak sup rasanya persis buatan pacar mu"
Edwin terdiam mendengar ucapan pak Baroto membuatnya mengingat dengan Bila seandainya waktu itu tidak terjadi salah paham mungkin ia hampir menikah, atau bahkan hampir punya anak, mengingat semua membuat Edwin tersenyu kecut seolah meledek takdirnya sendiri.
"Pa besok aku akan mulai datang ke kantor buat nyiapin semua kerja sama dengan perusahaan temanku dan bulan depan temaku akan mengirim karyawan kepercayaannya untuk bekerja diperusahaan kita sebagai wakil dari perusahaannya"
mendengar penjelasan Edwin ayahnya hanya mengangguk setuju "terserah kamu nak, papa serahkan semua ke kamu"
"Insyaallah Edwin akan berusaha sebaik mungkin"
"Ya.... sekarang lanjutkan makannya, sayang masakan Nisa yang enak ini kalau ndak habis"
"Jadi nama gadis itu Nisa?"
"Ya... dia tuh orangnya cantik, apa lagi sekarang tambah cantik dia, kalau papa masih muda pasti wes tak lamar, tapi karena papa baru ketemu dia pas papa sudah tua ya sudah kamu saja yang nikahin nak Nisa, Win gadis itu benar-benar jodoh idaman papa untuk jadi istrimu lho"
"Papa..." Edwin menggelengkan kepalanya mendengar ucapan pak Baroto yang tak kenal lelah dan berharap Edwin bisa menjalin hubungan dengan seorang gadis bernama Nisa.
Maaf ya belum bisa update teratur soalnya lagi persiapan Pemilu.
Semoga setelah Pemilu bisa menulis dengan lancar lagi.
Yang nunggu pertemyan mamas Edwin dan Bila ditunggu ya ceritanya, pasti hari itu akan segera tiba kok sabar ya.
Terimakasih and happy reanding
Das könnte Ihnen auch gefallen
Kommentar absatzweise anzeigen
Die Absatzkommentarfunktion ist jetzt im Web! Bewegen Sie den Mauszeiger über einen beliebigen Absatz und klicken Sie auf das Symbol, um Ihren Kommentar hinzuzufügen.
Außerdem können Sie es jederzeit in den Einstellungen aus- und einschalten.
ICH HAB ES