Unedited
***
Konservatif, elegan dan cantik, Cassandra memberikan penilaiannya terhadap wanita yang kini sedang memperhatikannya dengan raut wajah penasaran. Cassandra tersenyum kecil lantas melirik ke arah Alex yang ekspresinya sedari tadi sudah berubah masam begitu dia melihat wajah Cassandra. Cassandra tersenyum getir.
Ironis sekali. Bagaimana bisa dia berpikir bahwa lelaki itu.... Ah, sudahlah. Memikirkan hal itu membuatnya semakin merasa miris dengan pikirannya yang begitu bodoh. Ia paham betul alasan mengapa Alex tidak menyukai kedatangannya.
Saat hati Cassandra sedang berkecamuk dengan penemuannya, tiba-tiba suara bariton seseorang menariknya kembali ke realita.
"Raf, gue pengen ngomong sama elo. Berdua aja."
"Sure, Lex…" setuju Rafael. Ia sudah menduga bahwa Alex takkan tinggal diam begitu melihat wanita yang dibawanya ke pesta ulang tahun sahabatnya itu.
"Babe, kamu tunggu di sini sebentar, ya? Aku pengen ngomong sama Rafael." ucap Alex pelan pada Delilah.
Delilah mengangguk. Dari sudut matanya ia menangkap Rafael sedang membisikan sesuatu pada Cassandra, hingga membuat dahi mulus wanita itu berkerut.
Kedua pria itu lantas pergi meninggalkan Delilah dan Cassandra sendirian. Walaupun hanya sekilas, sebersit kekecewaan sempat terlihat di mata Cassandra saat melihat Alex dan Rafael pergi. Dan hal itu tidak lewat dari pandangan Delilah. Entah kenapa, ia merasa familiar dengan wajah Cassandra. Tapi seingatnya, ia tidak pernah bertemu dengan wanita yang sampai saat ini pandangannya masih saja tertuju ke arah Alex dan Rafael pergi.
"Ah, di mana aku pernah melihatnya?" tanya Delilah dalam hati.
Sembari bertanya-tanya, ia juga memandangi Cassandra dengan tatapan menyelidik. Sorot mata wanita itu memancarkan rasa kesedihan, kecewaan dan putus asa. Delilah pun memberengut.
"Untuk siapa tatapanya itu?" batin Delilah.
Ia takut membayangkan jawabannya. Meski tak tahu jelas pada siapa tatapan Cassandra sekarang tertuju, namun satu yang pasti, suasana hatinya kini berubah tidak nyaman.
Ketika Delilah sedang memandangi Cassandra, tiba-tiba wanita itu tersenyum kecil kepadanya dan bertanya, "Kalau boleh tau, sudah berapa lama kamu dan Alex menikah?"
Cassandra tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.
Mengingat betapa bahagianya pernikahan mereka sampai saat ini, Delilah tersenyum lembut dan menjawab, "Dua tahun." Rasa tidak nyaman yang dirasakannya tadi langsung hilang begitu saja saat ia membicarakan pernikahannya dengan Alex.
"Apa pernikahan bisa membuat orang bahagia? Apa kamu dan Alex bahagia?"
"Tentu saja. Menikah dengan Alex adalah keputusan terbaikku selama aku hidup. Dan kami berdua sangat bahagia."
Delilah tidak berbohong saat mengatakan bahwa mereka bahagia. Jika saja ia tidak mengingat kehadiran dua jagoannya dalam hidup mereka, Delilah akan berpikir bahwa pernikahan mereka ini lebih terasa seperti sepasang pasangan yang sedang berpacaran daripada berumah tangga.
Mungkin karena ia dan Alex tidak sempat merasakan bagaimana rasanya dikejar dan mengejar saat masa-masa pdkt, sampai dua tahun pernikahan mereka kini, lelaki itu selalu saja memberinya kejutan-kejutan kecil. Seperti makan malam romantis yang disiapkannya di rumah jika kedua jagoannya sudah tidur. Merayakan hari-hari besar mereka, menonton film bersama, bahkan Alex juga memberinya bunga mawar, pakaian, sepatu, dan berbagai macam hadiah yang bisa diberikannya pada Delilah.
Jujur saja Delilah bersyukur sudah menerima ajakan kawin kontrak Alex dulu. Jika tidak, mungkin ia takkan bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai oleh seorang Alexander Williams.
"Aku senang dengernya. Kamu beruntung banget bisa menemukan dan memiliki pria seperti Alex…"
Senyum sumringah pun terlukis di wajah Delilah begitu ia mendengar ucapan Cassandra. "Thanks. Aku yakin kamu juga bakalan menemukan priamu sendiri." Delilah mengedipkan matanya menggoda Cassandra. "Dan mungkin saja, priamu itu bakalan lebih baik dari priaku..." sambungnya bercanda.
Cassandra sontak tertawa kecil begitu mendengar ucapan kocak Delilah barusan. Ia menatap wanita itu dengan hangat, lalu tersenyum tulus sebelum berkata, "Kayaknya aku salah ngomong soal yang tadi. Bukan kamu yang beruntung, tapi Alex yang beruntung bisa dapetin istri kayak kamu, Delilah."
Tanpa mereka sadari gaya ucapan mereka yang awalnya formal, lama kelamaan mulai berubah seiring kedekatan dan keterbukaan tercipta di antara mereka.
"Wah, kita sepemikiran nih…" Delilah ikut tertawa.
Sementara kedua wanita itu mengobrol dan sesekali saling melontark candaan, di lain sisi, Alex dan Rafael sepertinya tidak merasakan apa yang dirasakan Cassandra dan Delilah. Para tamu yang semula ingin menghampiri Alex dan Rafael malah berputar arah, mengurungkan niat mereka begitu menyadari suasana mencekam yang meliputi kedua pria itu.
"Kenapa, Lex? Elo mau ngomongin apaan sampe harus berdua begini?"
Alex menggertakan giginya. "Elo ngapain ngajak wanita itu ke sini, Raf? Maksud lo apa?"
"Cassandra? Ada yang salah gue ngajak Cassandra nemenin gue?" Rafael melipat kedua tangannya di dada menantang Alex.
Alex mendengus tidak suka.
"Apa yang elo suka dari wanita itu? Body-nya atau…." Alex mendesah berat, menghentikan kalimatnya sebelum mengambil sebungkus rokok dari celananya. Ia menyalakannya lalu menghisapnya dalam-dalam.
"Atau wajahnya…" lanjut Alex setelah mengeluarkan asap rokok yang dihisapnya.
"Elo ngomong apa sih, Lex? Terus apa urusannyaa gue suka atau enggak sama Cassandra dengan lo?"
"Sialan, Raf. Elo mau ngajakin gue berantem?"
Rafael menyisir rambutnya dengan jari-jarinya. Tatapannya tiba-tiba berubah dingin. "Gue gak mau berentem sama elo, Lex. Kenapa? Apa elo gak suka gue ngajak perempuan yang wajahnya mirip Delilah? Elo gak terima, gitu?"
"Jadi elo sadar kalo wajah date elo itu mirip istri gue? Mantan wanita yang pernah ngisi hati elo. Maksud elo apa, Raf, ha?" Alex membuang rokoknya yang belum habis ke tanah lantas menginjaknya.
Rafael menutup matanya. Ia memijat batang hidungnya kemudian menatap Alex lekat. "Gue gak ada maksud lain ngajakin Cassandra ke sini. Nyokap gue ngotot mau ngedekitin gue dan anak temennya. Yang ternyata adalah Cassandra. Jujur, gue juga kaget pas pertama kali liat wajah Cassandra. Pas gue tahu, gue langsung jauhain dia." Rafael tersenyum getir.
Alex tidak menyela ucapan Rafael. Meskipun kesabarannya sudah hampir habis, tapi dengan keras Alex berusaha menahannya demi mendengar sahabatnya. Dia tahu Rafael belum selesai dengan penjelasannya.
"Gue gak tau, Lex. Meskipun gue udah ngejauhin diri gue dari Cassandra, tapi kayaknya takdir gak memihak ke gue. Gue jadi sering ketemu dia. Entah itu gak sengaja ataupun sengaja." Desahan berat pun keluar dari bibir Rafa ketika ia mengingat apa yang terjadi pada dirinya dan Cassandra.
"But, I like her, Lex. Bukan karena wajahnya mirip Delilah. Tapi karena dia adalah Cassandra."
***
— Das Ende — Schreiben Sie eine Rezension