"Seharusnya saya yang tanya kamu, kenapa kamu ada di sini?" tanya Dika.
"Saya habis main sama teman-teman, terus kemalaman," jawab gadis itu.
Dika menggeleng pelan melihat tingkah gadis itu.
Pria itu pun menyuruh Mira masuk ke dalam mobilnya, Mira senang sekali karena Dika akan mengantarnya. Ia pun segera masuk ke dalam kendaraan tersebut. Ia duduk di sebelah pria itu. Baru kali ini Mira senang bersama dengan Dika, karena dia datang di saat ia sedang kesulitan.
"Jadi kamu sehabis interview gak langsung pulang?" tanya Dika pada Mira.
"Iya, saya main dulu sama sahabat-sahabat saya," jawab gadis itu.
"Sampai selarut ini?" Dika tidak percaya, anak kecil itu kalau main tidak tahu waktu.
"Iya, rencananya mau pulang sore sih. Tapi keasyikan, tahu-tahu udah malem aja," kata Mira memberi alasan.
Dika menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan. "untung saja saya pulang lewat ini, coba kalau engga, kamu balakan beneran di culik kali," katanya sedikit mengomeli gadis itu.
"Maaf, Pak. Tapi makasih ya, udah mau anterin saya," kata Mira dnegan nada manja.
Dika menjalankan kencaraannya, ia tidak membalas ucapan gadis itu.
"Pak Dika," panggil Mira.
"Kenapa lagi?" tanya Dika merasa terganggu.
"Mobil in gak akan mogok lagi kan kayak waktu itu?"
Seperti yang di lihat sekarang, Mira duduk di sebelah Dika. Setelah kejadian tadi, Mira sedikit malu untuk mengajak pria itu bicara. Dirinya menganggap Dika adalah orang yangakan melakukan sesuatu yang jahat padanya.
Dika fokus mengendarai, lagi-lagi dirinya terpaksa mengantar gadis yang duduk di sebelahnya ini pulang. Meski dirinya lah yang menyuruh gadis itu untuk naik ke dalam mobilnya, namun itu bukanlah keinginannya.
Ketika sedang berada di jalan pulang, ia tidak sengaja melihat Mira di depan halte. Entah kenapa tangan pria itu reflex menepikan mobilnya.
"Pak, makasih ya udah mau anterin saya pulang," ucap Mira.
"Iya," jawab Dika masih fokus pada jalan.
Sudah, tidak ada lagi yang mereka bicarakan.
Suasana hening menyelimuti sampai akhirnya mobil tersebut menepi. Mira bingung, apa mobil pria itu mogok lagi.
"Bapak mobilnya mogok lagi?" tanya Mira pelan. Ia takut kejadian kemarin terjadi lagi, sebenarnya gadis itu tidak ingin menginap di satu kamar lagi dengan pria itu. Terlalu berat untuknya kejadian yang terjadi kemarin.
"Maaf kalau saya tidak mengantar kamu terlebih dahulu, tapi tadi saya lupa untuk makan siang." Setelah melakukan wawancara pria itu harus memeriksa berkas-berkas milik para calon karyawannya. Habis itu Dika harus mempresentasikan projek yang sedang ia susun. Tidak ada waktu untu istirahat hari ini. Padahal saat itu sekertarisnya sudah mengingatkan dirinya untuk makan siang, namun pria itu tidak memedulikannya.
Keduanya pun makan di sebuah café yang masih buka. Kebetulan sekali cafe tersebut sudah mau tutup namun karena Dika kenal dengan pemilik café tersebut, khusus untuk Dika dan Mira diperbolehkan untuk masuk. Keduanya duduk dengan memesan menu yang biasa dipesan oleh Dika. Dika tidak sabar pesanannya datang karena ia sudah sangat lapar.
Setelah lima belas menit menunggu, makanan yang mereka tunggu-tunggu pun datang juga. Dika makanannya dengan lahap.
Pak Dika kayaknya laper banget, kata Mira dalam hati.
"Pak Dika kenapa tadi gak makan siang?" tanya Mira pada pria itu.
"Kamu kan tahu posisi saya itu Direktur?" Dika menatap gadis itu tanpa ekspresi."Pekerjaan saya banyak sampai-sampai waktu saya tidak cukup untuk makan siang."
Mira hanya bisa mengangguk pelan menanggapi jawaban tersebut. Ia tahu pria itu adalah orang penting dalam perusahaan tapi apakah pekerjaannya begitu banyak sampai-sampai tidak sempat makan siang?
"Kamu makan makanannya," suruh Dika.
Makanan di depan Mira utuh tak di sentuh sama sekali.
"Saya masih kenyang, Pak. Saya sudah makan dan ngemil sama teman-teman saya tadi."
"Yasudah kalau begitu jangan di makan," ucap pria itu melanjutkan kembali kegiatan makannya.
"Pak Dika, ada yang mau saya tanyakan ke Bapak," kata Mira pada pria itu. Dika mengijinkan gadis itu bertanya. "Kenapa Bapak nolongin saya? Maksudnya, saya ngerasa ini bukan kebetulan kita ketemu."
Dika meneguk minumannya kemudian berkata, "kamu lupa kalau kantor saya berada 1 kilo meter dari halte bus tersebut? Lagian itu adalah jalan yang selalu saya lewati saat pulang kerja."
"Kalau Ibu saya tahu saya melihat kamu dan tidak menolong, saya akan mendapatkan masalah. Jadi saya terpaksa menepi dan menawarkan diri untuk mengantar kamu pulang," kata Dika memberikan alasan kenapa dirinya menolong gadis itu.
"Oh, jadi Bapak terpaksa ya?" tanya Mira mengambil kesimpulan.
"Ya … bisa dibilang begitu," jawab Dika membenarkan.