App herunterladen
91.8% Cinta Monyet yang Berkesan / Chapter 56: Cinta Monyet

Kapitel 56: Cinta Monyet

Pagi ini Farani terbangun dari tidurnya. Dua jam yang terasa lama baginya untuk tidur. Pikirannya masih bergelayut tentang Sita. Semua tentang Sita. Senyum Sita, tawa Sita, bau parfum Sita, ganggaman tangan Sita, pelukan Sita, candaan Sita.

Dengan mata bengkak dan terlihat lelah, Farani turun ke lantai bawah. Dia tahu dirinya sedang bersedih, tapi hidup tetap berlanjut. Dan ada orang-orang yang akan mendukung dan memberinya kekuatan untuk melewatkan masa sedihnya ini. Farani juga tidak mau membuat Ayah dan Bunda khawatir.

"Bunda masak apa buat sarapan?" tanya Farani begitu sampai di ruang makan.

Ayah dan Bunda jelas terkejut dengan kedatangan Farani. Kedua orangtuanya berpikir bahwa gadis itu akan mengurung diri di kamar untuk meluapkan kesedihannya. Tapi siapa sangka, putri kecil Ayah akan ikut sarapan di pagi ini.

"Kamu mau sarapan apa?" Bunda berbalik bertanya.

"Susu jahe, please." Jawab Farani sambil tersenyum. "Ayah, Adek mau ijin bolos kuliah hari ini. Boleh kan?"

"Berapa hari?" jawab Ayah dengan pertanyaan.

"Tiga hari mungkin. Nggak lama kok." Jawab Farani sambil menyeruput kopi milik Ayah.

"Adek mau liburan?" sekarang giliran Bunda yang bertanya.

"Mungkin."

Ayah tidak berkomentar lebih jauh tentang ijin bolos kuliah Farani, yang diartikan bahwa Ayah setuju dengan ijin yang diajukan oleh Farani. Seumur-umur Farani mengenyam pendidikan, tidak pernah ada kata bolos untuk sekolah kecuali sakit atau ada acara mendadak. Baru kali ini Ayah menyetujui keinginan membolos putrinya.

Setelah menghabiskan susu jahenya, Farani kembali ke kamarnya. Tak berselang Raffi datang.

Melihat Raffi masuk ke ruang makan, Bunda langsung menarik Raffi.

"Apa rencana kamu?" bisik Bunda, seolah bermain rahasia.

"Nggak tau Bunda, aku cuma mau nemenin Adek hari ini." Raffi menjawab sambil mengedarkan pandangannya. "Adek dimana?"

"Dikamar, baru aja ngabisin susu jahe." Jawab Ayah sambil menunjukkan gelas kosong di meja.

Tok tok tok.

Raffi berusaha bersikap sopan dengan mengetuk pintu kamar Farani, padahal pintu tidak tertutup. Biasanya, Raffi akan langsung masuk tanpa permisi saat melihat pintu kamar Farani tidak tertutup.

"Lagi apa?" kepala Raffi menyembul dari balik pintu.

"Nggak ada." Jawab Farani. "Lo udah sarapan?"

Raffi menganggukkan kepalanya. Tatapan Raffi tidak lepas dari wajah Farani. Terlihat jelas bahwa gadis itu tidak tidur semalam. Meski wajahnya terlihat berantakan, tapi Farani berusaha terlihat tenang dan menampakkan senyumnya.

"Kalo gitu, ayo kita jalan. Gue yang nyetir." Ucap Farani sambil mengambil tas ranselnya.

Raffi segera mengikuti Farani turun. Setelah berpamitan dengan Ayah dan Bunda, keduanya menuju mobil Raffi yang sudah menunggu di luar.

Menyadari bahaya yang akan dia hadapi, Raffi berusaha negosiasi. "Gimana kalo gue aja yang nyetir? Lo kan nggak tidur semalem, takutnya ntar lo ngantuk."

"Tenang," Farani tersenyum menenangkan,"gue nggak bakal bikin kita celaka. Gue masih pengen idup."

Perkataan Farani terdengar seperti ajakan untuk bunuh diri. Meski terlihat meyakinkan, Raffi jelas tidak boleh lengah selama perjalanan. Ini lebih mendebarkan daripada saat dia pertama kali masuk kuliah.

Mobil berhenti di depan rumah berlantai dua. Ini rumah yang dulunya ditempati Sita selama kuliah, juga selama dia bekerja di Jogja demi bisa bersama Farani. Karena kunci rumah masih ada di tangan Farani, dia dengan mudah masuk ke rumah.

Kapan terakhir kali Farani berkunjung ke rumah ini? Itu sangat lama. Sebulan? Atau dua bulan? Farani tidak bisa mengingat kapan itu terjadi.

Begitu masuk ke kamar yang ada di lantai dua, semua ketegaran yang sudah dibangun Farani semalam langsung runtuh. Air mata perlahan turun membasahi pipinya. Keadaan kamar yang selalu rapi adalah gambaran bagaimana Sita memperlakukan kamar itu.

Berkeliling di kamar itu, Farani mengamati foto berbingkai yang tergantung di dinding. Dalam bingkai itu terdapat dua foto wisuda. Wisuda Sita dengan toganya dan foto wisuda Farani dengan toga juga. Farani juga memiliki foto yang sama yang tergantung di kamarnya.

Setelah membuka laci meja Sita, dia menemukan tripod yang dicarinya.

"Enakan ngambil dari sudut yang mana?"

Raffi yang terfokus pada gadis itu sedikit kaget mendapat pertanyaan tiba-tiba.

"Gue yang ditinggal pacar, kenapa lo yang bengong?"

Tentu saja Raffi tidak percaya dengan pendengarannya. Bagaimana bisa Farani melontarkan lelucon seperti itu setelah hari sebelumnya dia ditinggal kekasihnya untuk selama-lamanya? Raffi merasa khawatir bahwa Farani hanya berusaha menutupi kesedihannya agar tidak membuat orang-orang disekitarnya khawatir. Itu lebih berbahaya menurut Raffi.

"Buat apa?" akhirnya Raffi menjawab.

"Gue mau bikin video."

Mengedarkan pandangannya, akhirnya Raffi menyarankan Farani untuk duduk di tempat tidur Sita. Disana sudut yang menurut Raffi bagus. Selain bagus dalam pencahayaan, disana juga akan mengisyaratkan perasaan cinta.

Dibantu Raffi, Farani menyiapkan segala keperluan untuk pengambilan video yang dimaksud. Berbekal HP miliknya, Farani memulai proses pembuatan video itu. Dia meminta Raffi meninggalkan sirinya sendirian di kamar Sita.

Farani terdiam beberapa detik setelah perekaman berjalan. Air mata itu lagi-lagi meluncur membasahi pipinya.

"Sita, I love you so much. Lo tau betapa gue sangat suka lo meski gue nggak pernah ngomong. Dan gue tau betapa lo suka gue meski lo terlalu cuek untuk ngomong suka." Farani menyeka air matanya, menarik napas dan berusaha mengumpulkan tekad untuk melanjutkan videonya.

"Maaf, gue bukan orang yang lembut dan penuh kasih sayang. Tapi gue berharap lo menerima maksud perasaan gue. Gue berharap ini yang terbaik buat lo. Dan gue yakin Tuhan udah ngasih rencana yang jauh lebih indah buat lo. Cinta kasih Tuhan lebih besar dan kuat daripada cinta gue. Terima kasih untuk semuanya, terima kasih. I love you."

Akhirnya bendungan itu runtuh. Tangisan yang sudah ditahannya menyeruak keluar. Itu adalah tangisan pilu Farani. Dalam tangisan itu dia sangat merasa sedih dan kehilangan. Orang yang beberapa waktu menemaninya dalam suka dan duka telah pergi. Orang yang juga selalu menerima semua kekurangan dan kelebihannya. Hatinya sudah dipenuhi dengan Sita Sita dan Sita.

Bagaimanapun dia berusaha tampak baik-baik saja, tetap ada satu sisi dimana dia merasa sangat terluka. Kelemahan yang tidak akan pernah dia tampakkan kepada semua orang kecuali kepada mereka yang sangat dekat dan dipercayainya.

*

Diluar kamar Sita, Raffi mendengar setiap kata dan setiap tangisan Farani. Keyakinannya akan batas tegar gadis itu terbukti. Farani memang gadis yang unik. Meskipun dia lemah, dia tidak akan memperlihatkan kelemahannya kepada siapapun. Kecuali orang yang sangat dipercayainya. Buktinya, setelah mendengar kabar kepergian Sita, dia hanya menangis dipelukan Fareza beberapa menit.

Dan sekarang, di kamar ini, Farani menumpahkan segala kesedihannya. Dia sendirian di dalam kamar itu menangis, berharap tidak aka nada orang lain yang tahu bahwa dia sedang merasa sedih dan kehilangan, juga putus asa.

Itulah Farani, gadis yang berhasil mencuri hatinya dengan segala keunikannya. Manja tapi mandiri, kuat tapi lemah, tersenyum dalam tangisnya.

"Semoga ini bagian dari proses menuju kebahagiaan lo, Fa."

Raffi ikut bersedih untuk Farani. Air mata juga menetes di pipinya.


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C56
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen