"Saya tak menduga Angel. Dia telah menikah dan jadi istri orang…"
"Kalau itu benar. Apakah hanya dia perempuan yang ada di permukaan bumi ini…"
"Ada kau bukan, Angel?" tiba-tiba Angela bangkit dan matanya menatap tajam.
"Dengar baik-baik orang asing. Sebelumnya saya tak tahu siapa engkau. Saya akui terus
terang, saya mencintaimu. Itu tak saya sembunyikan. Tapi saya bukanlah perempuan yang
suka merebut laki-laki dengan menjelekkan perempuan lain. Saya ingin mengatakan padamu, bahwa kalau perempuan itu sudah menikah, dan engkau sudah tahu dengan pasti alasannya, maka kau harus berani menerima kenyataan…!"
Si Bungsu terperangah. Dan gadis itu tetap melanjutkan tetap dengan nada tinggi.
"Jika hanya sekian mentalmu, seperti bubur, menangis ditinggalkan perempuan, lebih baik kau jadi banci saja…!"
Si Bungsu menatap wajah Angela yang merah padam. Kemudian tersenyum.
"Apa yang kau senyumkan. Kau sangka aku tertarik dengan senyummu itu?"
Si Bungsu masih tersenyum.
"Aku tak menyesal bertemu denganmu Angel.."
"Barangkali aku yang menyesal bertemu denganmu lelaki kelas bebek…"
Si Bungsu tersenyum dan meraih tangan gadis itu. Dia tak tahu harus bagaimana tanpa Angela. Kematian Tongky mula datang di kota Dallas nyaris membuat dia kehilangan akal.
Pagi-pagi sekali mereka dikejutkan oleh ketukan pintu dikamar. Kemudian terdengar panggilan suara Yoshua bertanya.
"Apakah anda mempunyai musuh sehingga mereka perlu mencari anda kemari, Bungsu?"si Bungsu membuka pintu dan melihat Indian itu siap dengan bedil ditangannya.
"Ada apa?"Yoshua menunjuk kehalaman.
Dari jendela mereka melihat sebuah mobil mercy nongkrong tak jauh dari rumah. Dua orang lelaki kelihatan berdiri di luar. Yang seorang tengah menelpon. Barangkali bicara dengan seseorang disuatu tempat.
"Kau kenal mereka?"si Bungsu menggeleng.
Angela yang sudah bangun muncul diruang tengah ikut mengintip. Dia tak kenal siapa orang itu. Yoshua segera keluar dengan bedil tetap ditangan.
"Hei guy! ada sesuatu yang tak beres?"sapanya dengan keras.
Salah seorang diantara keduanya mengangkat tangan keatas, seperti memberitahu kalau mereka datang bukan untuk mencari masalah. Kemudian menurunkan tangannya kembali sambil mendekati rumah.
"Kami memerlukan teman anda.."
"Temanku yang mana guy?"
"Orang Indonesia itu…"si Bungsu heran.
"Anda siapa, dan untuk apa menemui orang Indonesia itu..?"
"Kami disuruh Tuan Thomas Mackenzie. Katakan itu padanya, dia pasti kenal dengan nama itu…." tiba-tiba si Bungsu muncul dipintu.
"Anda mencari saya?"
"Tuan Thomas Mackenzie... menyuruh anda datang kerumahnya…"Si Bungsu bertukar pandang dengan Yoshua.
"Dia ingin mengundang saya makan siang…?"tanya si Bungsu menyindir.
"Tidak, stranger. Dia perlu bertemu dengan anda karena desakan istrinya…" si Bungsu tertegun.
Kini di luar telah berada pula Angela yang dalam pakaian kimono tidur yang belum dia ganti. Dia berdiri di sisi si Bungsu.
"Istrinya mendesak?"tanya si Bungsu pelan.
"Ya. Istrinya sakit. Dia ingin bertemu dengan anda…"
"Pergilah. Kau harus mendengarkan apa yang sesungguhnya terjadi.."bisik Angela pelan.
SiBungsu menatapnya.
"Barangkali dia menikah karena cinta, bagimu itu sudah resiko mencintai seorang perempuan. Tak semua percintaan harus di akhiri dengan pernikahan, atau sebaliknya dia membutuhkan pertolonganmu, maka meskipun dia telah menikah, kau bisa saja membawa dia lari…." lanjut Angela.
"Terima kasih Angel, aku akan pergi atas petunjukmu…"kemudian menoleh pada lelaki yang menjadi utusan itu dan berujar.
"Baik, saya akan bersiap…."
Kemudian dia masuk. Demikian juga Angela. Tetapi Yoshua tetap disana, dan bedilnya tetap dikepit diketiak, sembari mengisap pipa tembakau.
Ketika akan pergi si Bungsu melihat Angela tengah memperhatikannya, Gadis itu tersenyum. Namun ada rahasia yang tak terpecahkan dibalik senyumnya. Gadis itu mendekat dan menbetulkan krah baju si Bungsu, serta mematut baju dibagian pinggangnya.
"Kau pergi dengan ku Angel?"Gadis itu menggeleng.
"Ada saatnya kau kutemani dear. Tapi ada saatnya aku tak boleh pergi, kali ini aku tak boleh pergi.. Jika ternyata dia menderita bersama suaminya, maka kau jangan ragu membawa dia pulang ke negerimu. Tapi jika dia bahagia maka biarlah dia bersama suaminya…"
Si Bungsu merasa sangat terharu atas sikap Angela padanya. Dia tak hanya seorang perempuan yang patut di jadikan kekasih, juga seorang sahabat yang penuh pengertian.
Dipegangnya kedua pipi gadis itu dengan tangannya, kemudian dikecupnya bibirnya dengan lembut.
"Apapun yang terjadi aku takkan lupa budimu angel…."bisik si Bungsu.
Kemudian diapun pergi. Yoshua menatap kepergiannya dengan diam sambil mengepit bedil.
Si Bungsu masuk mobil dan duduk dibelakang dan mobil itu berjalan meninggalkan halaman rumah itu. Angela mengintip dari jendela, entah mengapa dia merasa akan kehilangan sesuatu, air mata membasahi pipinya.
Tanpa dia sadari, Elizabeth dari tadi memperhatikannya. Perlahan dia dekati Gadis itu, yang masih saja menatap keluar meski mobil yang di tumpangi si Bungsu telah hilang dari pandangan. Dipegangnya bahu Angela.
"Dia memang lelaki yang patut dicintai,.."kata Elizabeth perlahan. Angela kaget dan begitu dia dengar perkataan itu, tangisnya pun tak dapat dia bendung lagi.
"Tenanglah, Angel. Dia akan kembali…"
"Tidak. Dia tak pernah mencintaiku…."
"Dia mencintaimu, aku tahu lewat tatapan matanya.."
"No, Mam! Dia mencintai gadis Jepang itu….aku tahu itu…aku tahu. Aku merasakannya, walau dia berada dalam pelukanku. Barangkali dia menyangiku tapi tak mencintai…"
"Itu tandanya dia lelaki setia. Yang tidak begitu saja mengobral cintanya pada setiap perempuan.."ujar Elizabeth perlahan.
"Ya, dia lelaki yang amat setia. Kalau saja…"
Angela tak melanjutkan. Dia menangis dalam pelukan Nyonya separuh baya itu.
Ketika mobil yang membawa dia sampai di jalan raya, si Bungsu melihat sebuah mobil mengikutinya. Dia mengenali mobil itu adalah mobil Elang Merah. Dia yakin, didalamnya tidak hanya Elang Merah, tetapi juga Pipa Panjang. Diam-diam dia amat berterimakasih pada Yoshua. Indian itu amat memperhatikan keselamatannya.
Ketika diputuskan si Bungsu akan pergi sendirian ke rumah Mackenzie, dia memberi isyarat pada keponakan dan adiknya yang ada dalam rumah. Kedua orang tua itu segera arif isyarat itu. Mereka harus mengikuti dan mengawasi si Bungsu. Diam-diam mereka menaiki mobil yang di parkir di belakang dirumah. Kemudian mengambil jalan pintas di belakang yang amat sulit karena memang tidak ada jalan.
Yang ada hanya dataran diantara hutan belukar. Namun mereka telah sering kesana, mereka menanti dijalan raya. Begitu melihat mobil yang ditumpangi si Bungsu lewat, lalu mereka mengikuti dalam jarak yang tidak mencurigakan.
Dalam mobil itu si Bungsu memikirkan apa yang akan diucapkan nanti pada Michiko. Tapi dia juga teringat pertemuan dan perkelahiannya dengan Thomas Mackenzie. Kapten Penerbang yang membawa lari Michiko itu. Teringat pada kata-kata pedas tentang negerinya yang dikatakan "tidak beradab". Ucapan itulah yang membuat dia menghantam lelaki itu.
Berani-beraninya dia menghina tumpah darahnya sebagai negeri tak beradab, negeri biadab. Padahal berapa banyak darah para pahlawan telah dikorbankan untuk membebaskan negeri itu dari penjajah? Kehormatannya sebagai anak bangsa benar-benar tersinggung atas ucapan itu. Apakah dia pikir sikapnya menjual atau memberi senjata pada PRRI, atau barangkali pada para pemberontak di Afrika cukup terhormat?
Kalau dalam pertemuan nanti, lelaki itu masih saja menghina negerinya, bangsanya, maka dia sudah bertekad menghajar habis-habisan. Apa yang harus dia takuti? Dia sendiri dinegeri orang, lebih baik mati terhormat daripada hidup dihina orang.
Rumah itu ternyata cukup jauh letaknya dari pusat kota. Terletak didaerah paling selatan dari wilayah country. Perkarangannya amat luas, demikian luasnya sehingga dari jalan, rumah itu kelihatan hanya sebagai titik putih. Rumah itu sendiri alangkah besarnya dan mewah.
Ketika turun dari mobil dia merasa sunyi yang mencekam. Namun firasatnya mengatakan bahwa Elang Merah dan Pipa panjang pasti berada di sekitarnya. Kedua Indian itu, entah dengan cara bagaimana, namun pasti, bisa menyelusup kerumah itu, dia menoleh kejalan raya. Tak ada sebuah mobilpun kelihatan. Rumah ini punya jalan sendiri yang terpisah dengan jalan raya. Namun si Bungsu dapat merasakan kehadiran kedua Indian itu disekitarnya. Sebuah suara mirip suara burung dipepohonan terdengar lembut.
Sekitar rumah itu memang dipenuhi pepohonan. Salah satu dari tanda itu dapat diketahui si Bungsu isyarat dari Elang Merah atau Pipa Panjang. Hatinya jadi tentram.
Dia mengikuti salah seorang dari penjemputnya masuk keruang depan. Disitu, diruang tengah, yang dicat serba putih itu, dia tertegun. Rumah depan itu jelas ditata secara ruangan rumah-rumah jepang.!
Dia segera teringat Michiko. Ya, ini pasti lah yang menata ruangan itu adalah Michiko.
"Ya, Michiko menghendaki ruangan itu diatur begini…" tiba-tiba saja sebuah suaraterdengar.
Si Bungsu menoleh darimana suara itu terdengar. Disana berdiri Thomas Mackenzie! Lelaki itu masih memar mukanya bekas dihantam si Bungsu kemarin, mereka bertatapan.
SUNYI.
Tiba-tiba lelaki yang bekas penerbang yang gagah itu melangkah panjang kearah si Bungsu. Setiba dekat si Bungsu dia mengulurkan tangan! si Bungsu tertegun sejenak, namun amat tak sopan untuk tidak menyambut uluran tangan itu. Mereka berjabatan tangan, erat sekali. Seperti dua sahabat yang lama tak bertemu.
"Maafkan atas peristiwa kemaren malam. Saya benar-benar tak menduga, bahwa anda memang kekasih michiko. Saya menduga anda hanya salah seorang yang berasal dari Vietnam atau Philipina, yang selalu membuat perkara…"ujar Mackenzie ramah.
Si Bungsu hanya diam. Belum dapat mencari kalimat apa yang harus dia ucapkan.
"Mari, saya bawa anda keliling…" Mackenzie membawa si Bungsu berkeliling rumah dua tingkat itu. Tak layak rasanya menyebut rumah itu sebagai "rumah" lebih layak disebut sebagai istana. Ruang tengah juga dihias dengan gaya Jepang yang indah. Disana cahaya matahari masuk lewat dinding kaca sebelah atas.
"Anda akan saya bawa kesebuah ruangan dimana anda pasti mengenalnya dengan baik…"ujar Mackenzie pada tamunya yang masih saja berdiam diri.
Tak lama kemudian mereka sampai diruangan yang dimaksud oleh orang itu. Si Bungsu merasa dirinya dipaku kelantai. Ditengah ruangan itu ada kolam ikan yang indah dan bukit-bukit kecil, dilereng perbukitan, terletak beberapa buah miniatur rumah adat Minangkabau!