Dia memekik gembira karena lelaki dari Indonesia itu masih hidup. Memekik terharu dan kaget melihat darah di tubuhnya. Dia berlari dan memeluk lelaki yang bertongkat itu. Mencium wajah dan bibirnya, si Bungsu hanya diam tak berkutik.
"Hei, kau masih hidup. Masih ada yang lain disana?"ujar Yoshua sambil menepuk bahu si Bungsu. Si Bungsu tersenyum dan menggeleng.
"Anda masuklah, dan obati lukanya. Kami akan mengatur semua yang sisa yang tertinggal. Sebentar lagi tempat ini akan di penuhi polisi. Tentu kita tak ingin di buat sibuk dengan segala macam pertanyaan. Apalagi kalau harus di tahan di kantor polisi…"
Angela dan Elizabeth membawa si Bungsu masuk kedalam. Si Bungsu dibaringkan di sebuah balai-balai. Angela membuka bajunya. Mencuci darah yang mengalir di dada si Bungsu. Sementara Elizabeth mengambil kotak obat-obatan.
Si Bungsu sedikit beruntung, sebab peluru yang mengenai bahunya tidak tertinggal didalam, melainkan tembus kebelakang. Untung saja jarak tembaknya tak begitu jauh, sehingga peluru tak merobek daging bagian belakangnya dengan hebat. Lobang yang ditinggalkan peluru di punggungnya hanya sebesar benggol, tiga kali lobang yang ada didepan.
Tak lama kemudian si Bungsu dan kedua perempuan yang ada dirumah terkejut oleh beberapa ledakan dinamit. Kemudian bunyi sirene mobil polisi. Empat buah mobil polisi. Empat mobil patroli polisi merangsek masuk ke halaman rumah di tengah hutan itu.
Sesuai dengan petunjuk yang tadi yang disampaikan Yoshua, si Bungsu dan Angela tak menampakkan diri keluar. Mereka hanya mengintip lewat jendela yang tak terlihat dari luar.
Si Bungsu melihat polisi-polisi di sambut oleh Yoshua dihalaman. Tubuhnya kini sudah bersih dari coret-coret berwarna perang itu. Di tangannya terpegang sebuah kampak. Kemudian dari dalam hutan terdengar lagi sebuah ledakan. Di susul dengan rubuhnya sebuah pohon kayu.
"Well..Kami kemari ingin tahu apa yang kalian perbuat dengan ledakan -ledakan itu…"ujar salah satu perwira polisi patroli jalan raya itu sambil menatap kearah bunyi ledakan didalam hutan.
"Seperti perang Vietnam…."ujar polisi yang lain.
Tiga polisi yang lain menuju hutan kiri, tiga lagi kehutan hutan kanan. Si Bungsu dan Angela menatap dengan tegang, polisi pasti menemukan mayat-mayat anggota ku klux klan tersebut. Meskipun mayat bandit, namun tetap saja menimbulkan masalah ruwet.
Namun Yoshua kelihatan tenang-tenang saja. Lewat kisi jendela mereka mendengar indian itu berkata.
"Kami tak punya izin memiliki dinamit itu. Kami menemukannya enam bulan yang lalu dekat belukar sana. Kami sudah melaporkannya pada polisi. Namun pihak polisi tidak menanggapi. Maka hari ini kami mencoba, apakah dinamit itu masih berfungsi atau tidak…"
"Anda punya surat polisi yang tidak di gubris tersebut?"
Yoshua mengeluarkan sebuah kertas yang sudah usang dari kantongnya. Si polisi mengamati kemudian mengangguk.
"Well, kenapa kepohon itu anda ledakan..?"
"Sekalian memudahkan pekerjaan. Mencoba dinamit dan kalau meletus berguna untuk menebang pohon. Dari pada membuang tenaga…"
"Kami terpaksa menyita sisa dinamit yang ada…"
"Silahkan. Itu di bawah kotak dekat tong itu.."
Polisi itu melangkah kearah dinamit yang memang terletak dibawah kotak di luar rumah Yoshua. Kemudian si polisi meniup pluit, keenam polisi yang lain bermunculan dari rimba tersebut.
Tidak hanya polisi saja yang muncul juga Pipa Panjang dan Elang merah. Semua dalam keadaan berpakaian rapi. Padahal baru saja si Bungsu melihat mereka bercoreng-moreng, ketika akan menyergap keenam polisi anggota ku klux klan tersebut. Polisi-polisi itu membawa sisa dinamit yang ada di luar rumah Yoshua, kemudian membawa semacam surat tanda terima.
"Kalian menemukan sesuatu?"tanya polisi itu pada enam anak buahnya yang tadi masuk ke rimba itu.
Yang di tanya hanya menggeleng.
"Baik, kita tinggalkan rumah ini. Yoshua, suatu hari nanti kami akan memanggil anda untuk minta penjelasan tentang dinamit ini.."
"Dengan segala senang hati, Letnan…"Mobil-mobil polisi itupun bergerak pergi.
"Anda memang menemukan dinamit itu disini?"tanya si bungsu ketika mereka makan malam. Yoshua mengangguk.
"Dinamit itu kutemukan ketika menggali pondasi, barangkali sisa latihan tentara saat perang utara-selatan. Pernah kulaporkan tapi tak digubris…"
"Lalu kenapa mereka tidak menemukan mayat atau serpisan daging akibat ledakan tadi?"
"Cara mudah melenyapkan mayat adalah dengan meledakkannya.."
"Ya, tapi serpihan dagingnya pasti ditemukan…"
"Benar, kalau dinamit nya sedikit. Kau tahu berapa banyak dinamit yang kami pergunakan? Untuk meledakkan mayat dan pohon itu kami pergunakan cukup banyak, cukup untuk menghancurkan kota Dallas. Tak kau dengar gelegarnya. Tubuh mereka tak bersepihan karena diikat kedinamit itu. Tidak ada serpihan malah menjadi lumat seperti tepung…"
Ketika mengobati punggung si Bungsu yang luka, Angela merasa kaget dan ngeri. Punggung lelaki dari Indonesia itu penuh dengan barut-barut luka. Memanjang dari bahu kiri ke pinggang kanan atau sebaliknya. Belum lagi sayatan-sayatan melintang yang banyak jumlahnya.
"Ya Tuhan, apakah ini bekas dicencang?"tanyanya sambil meraba punggung si Bungsu dengan jari-jarinya yang halus dan lentik.
"Ya, memang bekas di cencang…"jawab si Bungsu datar.
"Nampaknya bekas disayat senjata yang amat tajam…"
"Namanya Samurai.."kata si Bungsu pula.
"Samuarai? itu senjata khas Jepang.."
"Ya, senjata yang saya bawa itu, yang mirip dengan tongkat kayu.."
Dan Angela tiba-tiba teringat pada tongkat yang dipergunakan oleh lelaki asia ini untuk membabat Macmillan di perusahaan bangunan beberapa hari yang lalu.
"Nampaknya senjata itu punya cerita dan kisah yang amat mendalam dalam hidupmu Bungsu…."
"Panjang, dalam dan takkan pernah hilang seumur hidup. Seperti bekas luka yang ditimbulkannya di tubuhku…"
"Maukah kau ceritakan padaku?"ujar Angela yang berbaring menghadap si Bungsu.
Sibungsu yang juga berbaring miring menghadap gadis itu tak segera menjawab. Dia menatap pada gadis itu.
"Kau mau mendengarkan?"Angela mengangguk sambil memegang pipi si Bungsu.
"Ketika masih berusia enam belas tahun. Aku adalah seorang penjudi kawakan, kedengarannya aneh, tapi itulah faktanya. Tak ada pejudi yang tak bertekuk lutut kubuat. Tapi hampir selalu saja uang kemenangan itu disikat lagi oleh orang yang aku kalahkan itu.
Di kampungku yang bernama Minangkabau, judi merupakan penyakit lelaki yang tak pernah bisa diobati. Meskipun agama kami melarangnya dengan keras. Para pejudi itu umumnya adalah jago berkelahi. Sebab mereka harus mempertahankan kemenangannya agar tak dirampas orang lain. Kepandaian berkelahi itu dinamakan silat…"Dia berhenti sebentar.
"Aku selalu menang, tapi selalu juga diakhiri lenyapnya uang dan remuknya tubuhku disikat lawan-lawanku yang kalah. Sampai suatu hari jepang yang menjajah negeri kami membunuh ayah dan ibu dan kakakku didepan mataku.
Kau tahu apa yang kuperbuat? Aku lari karena takut, namun perwira yang memimpin penyerangan pagi itu menyabet punggungku dengan samurainya. Aku jatuh dengan punggung belah, Jepang itu menduga aku sudah mati.
Tapi aku masih hidup dan bertekad untuk terus hidup untuk menuntut balas kematian keluargaku. Kuambil samurai yang tertinggal dan tertancap diperut ayahku, kemudian hidup dalamp hutan di sebuah gunung. Belajar secara alam bagaimana mempergunakan samurai.
Ternyata penderitaanku tidak hanya sampai disana, dalam proses kemerdekaan aku banyak terlibat dalam perkelahian dengan tentara Jepang, suatu hari aku tertangkap dan dikurung dalam terowongan dalam kota, dan disana kembali tubuhku disayat-sayat. Jaridipatahkan dan kuku dicabut…"
Si Bungsu berhenti bercerita karena melihat mata Angela basah.
"Hei, kenapa?"
"Alangkah menyakitkan masa lalumu dear…."
"Itu sudah lama berlalu…"
"Ya, tapi aku tak tahan membayangkan betapa menderita nya dirimu…"
"Nah, kita akhiri cerita itu?"Angela menggeleng.
"Jangan hentikan. Saya akan dengar…"
"Kau takkan menangis lagi?"Angela menggeleng sambil mencium pipi si Bungsu.
"Akhirnya aku dilepaskan oleh pejuang-pejuang Indonesia. Ku tinggalkan negeri itu menuju jepang. Bertemu dengan pembunuh ayahku yang ternyata masih berusaha bersembunyi dari dosa-dosanya dengan mengabdikan diri disebuah kuil jadi biarawan. Kami bertarung, dia kukalahkan. Tapi tidak kubunuh. Kehadiran anak gadisnya yang aku kenal sebelum pertarungan itu, telah menyelamatkan nyawanya. Dia ku tinggalkan, tetapi itu melakukan seppuku ,harakiri. Bunuh diri cara jepang. Kusangka aku akan mengakhiri petualangan disana, sebagaimana pernah kurencanakan.
Tapi banyak hal, banyak peristiwa dan kejadian yang memaksaku untuk tak berpisah dengan samurai itu. Tiap saat orang yang mati karena samurai itu bertambah jua, kata orang samurai itu haus darah dan aku adalah pembunuh berdarah dingin. Itulah semuanya…"
Sepi.
Angela mencium si Bungsu, kemudian menyembunyikan wajahnya didada lelaki itu. Sementara si Bungsu sudah tertidur lelap dan lelah.
Seorang lelaki yang berasal dari desa yang tak tercatat dalam peta, dari dusun kaki Gunung Sago bernama Situjuh ladang Laweh, tertidur di suatu belahan dunia entah dimana, jauh dari negerinya.
Berkat pertolongan Angela yang juga minta tolong pada teman-temannya di kepolisian, akhirnya si Bungsu mendapatkan alamat orang yang dia cari-cari. Yaitu alamat Kapten Thomas Mackenzie. Veteran pasukan Udara Amerika. Lelaki yang membawa lari Michiko dari belantara di pinggang Gunung Singgalang tatkala terjadi pergolakan PRRI.
"Namanya Thomas Mackenzie. Terakhir dikenal sebagai suplayer senjata gelap ke berbagai negeri yang sedang bergejolak. Kini sudah meletakan pekerjaan terlarangnya itu. Dia menanamkan uangnya diberbagai industri. Namun diduga masih menjadi otak penyelundupan senjata ke Afrika.."Angela menjelaskan informasi yang dia dapat pada si Bungsu.
Si Bungsu merasa hidup kembali. Harapan untuk mendapat melacak jejak Michiko tumbuh lagi.
Begitulah, malam itu mereka pergi ke sebuah klub malam mewah yang berada di jantung kota Dallas. Duduk disuatu pojok dimana mereka dapat mengawasi semua orang yang masuk dan keluar ruangan itu. Memesan minuman dan makanan. Si Bungsu tak banyak bicara, Angela melihat betapa lelaki didepannya ini berpeluh dan tegang.
"Tenanglah, sebentar lagi kita akan melihat orangnya. Engkau akan bertemu dengan gadismu itu…"bisik Angela sambil menggenggam tangan si Bungsu. si Bungsu yang memang tak bisa menyembunyikan resahnya itu mencoba untuk tersenyum.
"Terimakasih Angela, kau baik sekali. saya tak tahu harus berbuat apa sebelum bertemu dengan kamu, saya…"
"Sssst, barangkali itu orangnya…"ujar Angela sambil memberi isyarat ke pintu.
Jantung si Bungsu seperti berhenti berdenyut. Empat orang, tiga orang lelaki dan seorang perempuan kelihatan mereka sedang berjalan kearah meja VIP di kanan mereka. Dua orang lelaki yang berjalan di belakang mereka pastilah para pengawal. Lelaki bekas Anggota Angkatan Udara itu terlihat gagah dan berbadan kekar, wajahnya tersenyum selalu. Dialah Thomas Mackenzie!
Tapi yang membuat jantung si Bungsu berhenti berdetak adalah perempuan yang berjalan disisi Mackenzie. Perempuan itu amat dia kenal.
Michiko!