"Itu sebuah replika?"
Itu terlihat lebih kuat daripada aslinya.
Atau harus kukatakan aku membandingkannya dengan senjata milik Ren karena itu adalah sebuah pedang. Sudah pasti itu lebih kuat daripada tombak milik Motoyasu. Mungkin setidaknya limabelas kali lebih kuat, maka aku harus bisa menggunakan Shield of Rage untuk bertahan dari pedang itu.
Tapi menilai dari kekuatan serangan yang tadi, pedang itu sudah pasti jauh lebih kuat lagi.
"Tapi gimana bisa... Itu seharusnya sudah hancur ratusan tahun yang lalu."
"Bukan hancur... tapi dicuri. Dan organisasi di balik pencurian itu pasti Church of the Three Heroes."
Itu seperti semacam teori konspirasi tentang pengeboman di dunia asalku. Mereka pasti telah memproduksinya dalam jumlah banyak, tapi beberapa diantaranya menghilang. Jadi kemana hilangnya itu?
Tapi yang lebih penting lagi, kalau itu adalah sebuah replika dari senjata legendaris, maka itu artinya pedang milik Ren akan menjadi seperti itu?
Aku punya banyak alasan untuk curiga daripada yang terlihat, tapi apa betul-betul gak apa-apa mempercayakan kekuatan sebesar itu pada satu orang saja? Kalau itu cuma sebuah replika, maka siapa yang tau apa yang mampu dilakukan oleh yang aslinya? Kalau mereka memiliki senjata itu, apa mereka betul-betul perlu repot-repot memanggil para pahlawan baru?
Tapi kenapa juga harus memikirkan hal semacam itu? Aku tinggal menanyai high priest secara langsung.
"Kalau kau punya sesuatu seperti itu, kenapa repot-repot memanggil kami semua? Kalau kau membuat senjata itu lebih banyak, kau bisa menangani gelombang sendiri."
Melty menggeleng.
"Jika sesederhana itu menyalin Senjata-Senjata Legendaris, maka kami pasti sudah melakukannya... Untuk membuat sesuatu seperti itu dibutuhkan sumber daya yang sangat banyak yang mana kami gak memilikinya."
"Benarkah?"
"Ya. Untuk mengayunkannya meski cuma sekali, membutuhkan akumulasi sihir ratusan orang selama sebulan. Apalagi produksi masal, itu sudah gak perlu dipertanyakan lagi. Replika itu sudah ada sejak jaman kuno. Itu merupakan legenda dalam arti tertentu."
"Wow."
Aku pernah melihat sesuatu seperti itu di sebuah anime. Itu adalah sebuah cerita tentang sebuah robot besar yang membutuhan seluruh listrik di Jepang untuk melakukan satu tembakan. Mungkinkah pedang ini seperti itu? Kalau itu bisa melakukan hal semacam itu, maka itu merupakan teror yang mengerikan.
"Ya, para penganut kami telah mempertaruhkan nyawa mereka, siang dan malam, untuk memberi pedang ini sihir mereja. Aku harus menggunakannya demi pertempuran suci kami. Pertempuran suci yang kami hadapi saat ini juga!"
Pertempuran suci, huh? Yah setidaknya dia sudah bersiap.
Pahlawan Legendaris.... Jadi ini adalah salinan dari pedang miliknya atau semacamnya? Mereka bilang itu dicuri ratusan tahun yang lalu, dan mereka menghabiskan waktu yang lama untuk mengisinya dengan sihir. Dan dia menggunakannya sekarang?
Sialan! Benda itu merupakan masalah yang serius.
Bukan, itu membuktikan bahwa dia berada dalam situasi yang sangat sulit. Kalau kami bisa melewati ini, akan ada peluang untuk melakukan serangan balik. Kami hanya perlu mencari peluang itu.
"Sekarang aku telah menggunakannya sekali untuk merasakannya, haruskah kita melanjutkan pertempurannya?"
Si high priest mengacungkan pedang itu. Saat dia melakukannya, pedang itu tiba-tiba berubah bentuk menjadi menyerupai sebuah tombak. Bentuknya berubah, tapi kualitasnya tidak. Kalau mereka mengatakan itu merupakan sebuah senjata yang digunakan oleh orang yang sama, aku akan mempercayainya.
"Senjata itu berubah bentuk?"
"Ya, karena itu adalah sebuah Senjata Legendaris. Pedang, Tombak, Busur... Kami harus memurnikan semuanya."
Kabur tampak seperti pilihan yang bagus, tapi akankah kami bisa kabur dari seseorang yang menggunakan sebuah senjata seperti itu?
Saat dia mengeluarkan gelombang kejut tadi, serangan itu bergerak dengan sangat cepat hingga menghindarinya akan sangat sulit.
Sepertinya dia juga menahan diri. Tapi kalau dia menggunakan sebuah skill tembakan menggunakan senjata itu, kurasa Filo nggak akan bisa menghindari serangan itu.
"Ada batas pada apa yang bisa dilakukan para penganutku, jadi aku ingin mengakhiri ini secepat mungkin."
Si high priest memikul harapan dari para penganutnya dan para knight saat dia mengacungkan senjata itu pada kami.
Replika senjata berbentuk tombak itu mulai bersinar lalu terbagi menjadi tiga tombak cahaya.
"High-Skill, Brionac?!"
Motoyasu, si Pahlawan Tombak, berteriak. Itu pasti sebuah skill yang dia ketahui dari game yang dia mainkan.
Kalau dia sampai berteriak, maka itu pasti sebuah skill yang kuat.
Sebuah ayunan biasa dari pedang itu saja sudah cukup merusak. Apa yang mampu dilakukan oleh skill pedang itu?
Kami gak bisa kabur, tapi bisakah kami bertahan? Menurut Motoyasu dan para pahlawan lain, perisai nggak punya kesempatan.
Nggak ada jalan keluar... apa begitu maksudnya? Aku belum menyerah.
"Filo!"
"Oke!"
Filo segera mengetahui apa yang aku inginkan. Dia mengangkatku dan melemparku ke arah high priest.
Saat high priest berada dalam jangkauan skillku, aku berteriak.
"Shield Prison!"
Sebuah kurungan dari perisai muncul dan mengurung high priest.
Kalau aku bisa menggunakan Change Shield (serangan) dan kemudian Iron Maiden....
"Kau mau apa?"
Dia bahkan gak melakukan apa-apa. Energi yang ada pada skill miliknya saja sudah cukup untuk menghancurkan Shield Prison.
Apa?! Tidak, tunggu... Aku harus tetap tenang.
Aku gak akan bisa menggunakan Iron Maiden. Itu artinya aku cuma punya satu pilihan serangan lain.
Aku harus mengenai dia dengan Self Curse Burning.
Tapi untuk melakukan itu, aku harus berada dalam jangkauan serangannya dan menangkis serangan tombaknya untuk... Tidak—bukan begitu. Aku masih bisa mengambil inisiatif.
"Filo! Lemparkan Motoyasu ke sini!"
"Apa?!"
"Oke!"
Seperti yang ku minta, Filo melompat Motoyasu ke arahku sebelum aku menyentuh tanah.
"Ahhhhhhhhh!"
Aku bisa mendengar teriakan Motoyasu semakin keras saat dia terlempar mendekat padaku.
"Motoyasu, serang aku!"
"Apa?! Ah, oke!"
Motoyasu memang idiot, tapi setidaknya dia mengetahui apa yang kumaksudkan.
Aku berbalik menghadap dia, dan Motoyasu menusukkan tombaknya padaku. Terjadi dentuman nyaring saat ujung tombak itu mengenai perisaiku.
Bagus—itu sempurna.
"Shooting Star Spear!"
Segera setelah mengenai aku, Motoyasu berputar dan mengeluarkan sebuah skill kearah high priest.
"Bodoh."
Skill milik Motoyasu hancur di tengah udara. Skill itu gagal menembus medan kekuatan misterius yang dimiliki high priest di sekitar dirinya.
"Apa?!"
"Giliranku!"
Self Curse Burning aktif, dan sebuah pusaran besar muncul berpusat pada diriku sendiri. Kobaran api terkutuk menyebar menyelimuti high priest.
Medan kekuatan yang ada di sekitar dia lenyap, dan api itu...
"Itu tidak akan berhasil!"
Para penganut high priest semuanya merapal...
"Dewa kami adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kebenarannya dan pahamilah. Secara ajaib murnikan kutukan itu! Sihir seremonial tingkat tinggi, Sanctuary!"
Area itu tiba-tiba dipenuhi cahaya putih, dan Self Curse Burning lenyap.
Apa aku bodoh? Tentu saja, aku harusnya tau kalau kekuatan "suci" akan memurnikan efek pada kekuatan "kutukan" punyaku.
Mungkinkah air suci yang kubeli untuk menyembuhkan kutukan pada Raphtalia cuma sekedar trik saja? Mungkin.
Tapi untuk menyembuhkan dia, aku memerlukan air suci terbaik yang ada. Kupikir kutukan itu sangat kuat, dan ternyata high priest itu menghancurkannya dalam sekejap....
"Air Strike Shield! Second Shield!"
Sebelum Motoyasu dan aku menghantam high priest, aku mengeluarkan perisai yang bisa kami gunakan untuk bergerak kebelakang.
"Woi, teman-temannya Motoyasu! Gak bisakah kami mendapatkan sihir pemulihan?! Kalau kalian memperlakukan kami seperti musuh, kita gak akan bisa selamat dari ini!"
"Oh! Um... Zweite Heal!"
Lukaku dan Motoyasu disembuhkan. Itu bagus dan sangat diperlukan.
Ugh... Aku harus bertarung bersama Motoyasu. Aku gak bisa memikirkan situasi yang lebih buruk lagi. Tapi kalau kami gak melakukan musuh yang ada di depan kami, kami gak akan bisa selamat.
"Master! Aku akan ikut menyerang!"
"Hati-hati!"
"Oke!"
Filo berubah ke wujud manusianya dan berlari kearah high priest. Begitu pula dengan aku, Raphtalia dan Motoyasu juga.
Gak ada alasan untuk diam saja dan membiarkan high priest itu mempermainkan kami.
Cuma karena Self Curse Burning gak mempan bukan berarti kami harus diam saja tanpa melakukan apa-apa.
Cukup beruntung, dan mungkin karena skill kuat itu membutuhkan beberapa saat untuk menggubakannya, si high priest tetap mengacungkan tombaknya pada kami. Dia gak bergerak.
"Hai...kuikku!"
Filo berteriak saat dia berlari, dan dia menjadi buram. Lalu dia berada di belakang high priest.
Tapi semuanya berhenti sesaat. Filo menghantamkan tinjunya.
"Ugh... Keras sekali!"
Medan kekuatan macam apa yang dihasilkan senjata replika itu yang menghentikan pukulannya.
"Shooting Star Spear!"
Seribu cahaya terbang kearah high priest, tapi semuanya gak ada yang bisa mencapai dia.
"Gunakan Fire Lance atau apalah itu!"
"Hei, ya! Myne!"
"Aku akan menghukummu karena memerintah ratu masa depan!"
Lonte itu marah saat dia merapal mantra. Teman-temannya juga merapal mantra.
"Tuan Motoyasu. Terima sihir pendukung ini! Zweite Power!"
Woi, bisakah mereka menggunakan sihir semacam itu pada Filo juga? Bisakah mereka mencoba sedikit lebih membantu?
"Makasih! Ayo maju!"
Motoyasu tersenyum pada partynya dan kemudian mengedipkan matanya. Lalu dia menggunakan sebuah skill, tapi itu lebih lambat daripada yang sebelumnya.
"Fire-Storm Shooting Star Spear!"
Pada dasarnya itu adalah Shooting Star Spear yang diimbuhi dengan sihir angin dan api. Itu butuh sedikit lebih lama untuk mengaktifkan daripada skill dasar miliknya.
Kobaran api menyala dalam deru angin. Bilah menyala seperti bintang jatuh. Angin menderu, dan api menyala besar saat tombak itu meluncur.
Gak ada sentakan, gak ada kilatan. Motoyasu mengarahkan tombak itu pada high priest.
Kalau itu aku, aku bahkan gak mencoba memblokirnya. Cukup mudah untuk menghindarinya.
Serangan itu gak akan berhasil selain pada musuh yang sepenuhnya gak bisa bergerak. Kecuali, serangan itu memiliki semacam efek yang gak ku ketahui.
Selain itu, mereka cuma memberi sihir pendukung pada Motoyasu. Mungkinkah itu ada hubungannya?
Namun... dengan dentuman memgecewakan, tombak itu menghantam penghalang defensif milik high priest, gak bisa berbuat apa-apa.
"Ugh...."
Motoyasu bergerak menjauh dari high priest untuk menjaga jarak. Lalu dia memegang kepalanya seolah dia pusing mendadak.
"Tuan Motoyasu, apa kau baik-baik saja?!"
"Ya, tapi... aku butuh SP. Dan waktu cool downnya..."
Sepertinya ada harga yang harus dia bayar untuk menggunakan skill tingkat tinggi.
Butuh beberapa saat untuk mengeluarkan skill itu, dan skillnya terlalu lambat untuk mengenai sasarannya. Kalau itu butuh waktu yang lama, kau akan berpikir itu merupakan skill yang kuat, tapi itu gak cukup kuat untuk menembus penghalang itu. Seberapa keras penghalang itu?
Penghalang itu membuat kutukanku gak berguna, dan serangan Filo maupun Motoyasu gak ada yang berhasil menembusnya.
"Yang Mulia!"
"Kami akan menggunakan sihir defensif!"
"Dewa kami adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kebenarannya dan pahamilah. Lindungi orang suci! Sihir seremonial tingkat tinggi, Castle Wall!"
Tiga penganut yang berdiri di belakang high priest mengeluarkan sihir pendukung pada dia, tapi nggak mungkin kami bisa mengganggu sebelum sihir itu dipasang.
Apa-apaan dinding kastil itu? Sebuah dinding cahaya muncul disekitar high priest, dan itu tampak seperti sebuah benteng.
"Hiyaaaaaaa!"
Raphtalia dan Filo menyerang dinding itu, tapi dinding itu memantulkan mereka.
"Filo! Raphtalia! Aku juga akan membantu!"
Melty menggunakan sihir kesukaan dia, Aqua Shot, tapi sihir itu gak efektif seperti yang sudah kuduga. Gak ada yang bisa menembus penghalang itu.
Aku mulai berpikir bahwa mungkin lebih baik fokus menyerang para penganut yang ada di belakang. Tapi sebelum aku bisa menyuarakan pikiranku....
"Yah, kupikir sudah cukup main-mainnya. Aku sudah siap mengakhiri pertempuran ini."
Tombak ditangan high priest mulai menyala, mungkin mengindikasikan bahwa tombak itu siap untuk menggunakan sebuah skill.
"Baikkah, kita sudah mencapai akhirnya. Selamat tinggal, Iblis dan Pahlawan palsu."
Tombak itu memancarkan cahaya, dan si high priest tersenyum pada kami. Dia seperti seorang eksorsis yang merasa puas.
"Mel!"
Dengan cepat, Filo melindungi Melty. Raphtalia memegang tanganku.
"Apakah ini...?"
Motoyasu bergumam. Itu terdengar seperti sebuah pengakuan kekalahan.
"A...Aku akan menjadi ratu! Kalau kau memperlakukan aku seperti ini maka aku—"
Lonte itu meneriakkan apapun yang ada dikepalanya.
Para cewek lain di party Motoyasu telah sepenuhnya kehilangan ketenangan mereka dan menangis histeris.
Satu-satunya diantara kami yang mungkin bisa selamat dari serangan itu adalah aku...
Yang mana itu artinya yang bisa kulakukan adalah berlari kedepan dan menyiapkan perisaiku.
Sudah jelas, aku nggak melakukan itu untuk melindungi orang-orang bangsat ini.
Tapi aku melakukannya untuk melindungi Raphtalia. Untuk melindungi Melty—dan Filo. Aku melakukannya untuk melindungi orang-orang yang percaya padaku.
Aku menyiapkan perisaiku dan melangkah maju.
"Aku ikut bersamamu."
Raphtalia melangkah maju bersamaan dengan aku. Dia memegang tanganku.
Dia terus bersamaku sepanjang waktu ini.
Meskipun dia nggak menyadarinya, dia dibeli sebagai seorang budak oleh Iblis Perisai dan dipaksa masuk kedalam dunia pertempuran dan kekerasan.
"Aku minta maaf. Aku minta maaf aku sudah membuatmu terlibat dalam semua ini."
"Jangan minta maaf, Tuan Naofumi. Aku percaya kamu masih bisa melindungi kami."
"Kamu benar. Aku nggak tau seperti apa Pahlawan Tombak masa lalu, tapi ini adalah sebuah skill dari Pahlawan Tombak."
Masih ada banyak hal untuk dilakukan. Ini gak mungkin akhirnya.
Akhirnya semua konspirasi, dan kesempatanku untuk meluruskannya, berada tepat di depanku.
Brionac... Itu adalah nama sebuah tombak dari mitologi Celtic. Dan aku akan memblokirnya.
High priest mengangkat tombaknya ke langit...
"Hand Red Sword!"
"Shooting Star Bow!"
Hujaman pedang muncul tepat di atas high priest, dan sebuah anak panah besar. Semua itu meluncur kebawah dari langit.
"Apa ini?!"
Si high priest segera menghentikan penggunaan skill itu dan menggunakan skill lain, yang mana kurasa disebut Windmill Spear, untuk memblokir hujaman senjata-senjata yang tiba-tiba itu.
Aku berbalik untuk menghadap sumber suara itu, dan aku melihat....
"Apa ini? Kupikir kalian berdua telah dimurnikan oleh hukuman Dewa. Apa yang kalian lakukan disini?"
Ren, Itsuki serta para anggota party mereka berdiri disana. Kupikir mereka sudah mati! Tapi ternyata mereka masih hidup.
"Jangan seenaknya mengganggap kami mati! Apa kau memeriksa mayat kami?"
"Tepat di ujung krisis, senang sekali rasanya bahwa kami berhasil."
Ren dan Itsuki berdiri sambil memasang kuda-kuda mereka dan berteriak pada kami.
"Aku yakin bahwa kau bahkan nggak memeriksa mayatnya setelah menggunakan sihir pada skala itu, tapi inilah konsekuensi dari sikap sombongmu."
Aku menatap kawah yang dihasilkan serangan pertama high priest.
Memang sih... Kalau serangannya cukup kuat hingga menghasilkan kawah seukuran ini, kau nggak akan berharap ada sisa dari korbannya. Tetap saja—kami semua selamat dari serangan itu.
Aku menatap Ren, lalu aku tiba-tiba menyadari betapa beratnya tubuhku.
Shield of Rage menjerit didalam kepalaku seolah perisai itu akhirnya menemukan musuh yang menyebabkan semua kebenciannya.
Sama seperti yang dikatakan Fitoria. Perisai itu telah menemukan orang yang dibencinya. Ren membuat perisai itu dipenuhi dengan kemarahan.
Aku harus menahannya... Ini bukan saatnya untuk kehilangan kendali.
"Bagaimana kalian..."
Motoyasu berbicara pada mereka seolah dia melihat hantu.
Aku gak punya prasangka yang sama, tapi itu memang agak aneh bahwa semua pahlawan tiba-tiba bisa berkumpul di satu tempat.
"Para Shadow... atau sesuatu seperti itu, datang entah darimana dan menyelamatkan kami."
"Ya, itu nyaris sekali."
"Huh? para Shadow lah yang memberitahu kami dimana kami bisa menemukan Naofumi. Kupikir mereka ada dipihak Gereja?"
Aku bertanya-tanya apakah Motoyasu mengetahui kemana kami pergi. Setelah dia menghilang, aku bertanya-tanya apakah dia cuma "lenyap" untuk menjauh dari kami. Sepertinya aku benar.
Apa maksudnya itu? Itu artinya bahwa para Shadow yang bekerja untuk Gereja telah memalsukan informasi tentang keberadaan kami pada Motoyasu.
Yang mana itu mengingatkan aku....
"Kau bilang bahwa para Shadow bukanlah sebuah organisasi monolitik, kan?"
"Itu benar. Shadow yang membantu kita bilang bahwa mereka berada dibawah perintah ratu."
Baiklah kalau begitu. Jadi kurasa itu artinya bahwa masih ada Shadow yang mengawasi kami.
Itu artinya bahwa mungkin gak masalah mengasumsikan bahwa ratu dan Gereja adalah musuh. Setidaknya, sekarang keempat Pahlawan merupakan musuh Gereja, peluangnya sangat kecil ratu bekerja sama dengan Gereja.
Tetap saja... Kenapa mereka cuma muncul seperti itu? Itu terlalu dramatis. Itu mengingatkan aku tentang manga serial mingguan atau semacamnya.
Itu membuatku bertanya-tanya apakah mereka menahan diri dan menunggu waktu yang tepat untuk muncul.
Kalau ini adalah sebuah manga, kurasa itu akan membuat Motoyasu protagonisnya, dan aku jadi... apa? Semacam mini boss? Yang benar saja.
Yah, aku akan jadi semacam karakter yang disalahpahami secara keterlaluan, namun sebenarnya seorang pria berhati baik. Maksudku kalau semua ini adalah sebuah manga.
Bukannya bermaksud mengecewakan, tapi aku gak bisa membayangkan aku dan Motoyasu berpelukan dalam perdamaian yang emosional.
"Bala bantuan dalam perjalanan kesini untuk membantu kami menangkapmu, High Priest! Menyerahlah!"
Ren berkata penuh wibawa. Tapi high priest tampak gak terlalu peduli.
"Berapapun banyaknya pasukan yang datang tidaklah penting. Kemenangan adalah milikku. Fakta sederhana itu tidak akan berubah. Semua upaya kalian tak berarti apa-apa!"
High priest kembali melakukan pemanggilan skill.
"Menurutmu begitu?"
"Ya."
Kedua pahlawan dan party mereka membangun formasi dan mulai mengeluarkan skill-skill pada high priest.
"Shooting Star Sword!"
"Shooting Star Bow!"
Cahaya terbang dari pedang milik Ren, anak panah petir dari busur Itsuki. Semuanya terbang kearah high priest.
Serangan-serangan itu menghantam medan kekuatan replika senjata itu. High priest cuma tersenyum.
Ren dan Itsuki gak menyerah. Mereka terus mengeluarkan sihir dan skill.
Tapi medan kekuatan disekitar high priest meluas, dan gak satupun dari serangan mereka yang berhasil menembusnya.
"Aku sudah menduga upaya-upaya mengecewakan semacam itu dari para Pahlawan palsu."
"Ap...?"
"Keras sekali. Aku gak menyangka dia punya medan kekuatan semacam itu!"
"Kupikir kau akan mengalahkan dia! Kau gak bisa?! Kenapa kau repot-repot datang kesini kalau begitu?!"
Apa mereka cuma ingin menunjukkan kedatangan yang heboh?
"Kalian datang tanpa rencana?"
"Nggak bisakah kau sedikit lebih sopan?"
Senjata Ren dan Itsuki memancarkan cahaya. Tapi itu butuh waktu untuk mengaktifkan skill mereka.
"Thunder Sword!"
"Thunder Shoot!"
Dengan suara keras, medan kekuatan milik high priest hancur.
"Kami cuma mengulur waktu untuk mengaktifkan skill-skill ini."
Whoa. Mereka menembus medan yang mana kutukan milikku gak bisa apa-apa. Mereka mungkin kurang ajar, tapi mereka betul-betul para pahlawan. Gak kayak Motoyasu. Apa kami punya kesempatan?
"Aku bisa melakukannya kalau saja aku punya SP...."
"Oh, songong sekali!"
Hei—kalau dia punya skill sekuat itu, kenapa dia gak menggunakannya padaku?
Kurasa skill-skill itu butuh beberapa saat untuk diaktifkan, dan aku gak memberi dia kesempatan. Meskipun Shooting Star Spear miliknya sedikit menjengkelkan....
Terserahlah. Kalau kami mau menyerang, sekaranglah saatnya!
"Ayo semuanya. Serang!"
Ren berteriak, dan kami semua mulai menyerang.
"Aku duluan!"
Filo berlari ke barisan depan. Menilai dari kecepatan saja, dia adalah yang tercepat diantara kami.
"Hiya!"
Motoyasu berlari kearah high priest dan menusukkan tombaknya pada dia.
"Rasakan ini!"
Ren mengikuti dia, pedangnya menebas kanan dan kiri.
"Semuanya, aku berada di belakang kalian!"
Itsuki menarik tali busurnya dan menembakkan sebuah anak panah.
"Tuan Naofumi. Aku akan maju juga."
"Aku juga!"
Raphtalia dan Melty berlari untuk menyerang.
High priest mengacungkan pedangnya dan menerima serangan semua orang. Mereka semua gak kelihatan bisa menggoyahkan dia.
Bombardir serangan dari para pahlawan sama sekali gak membuat dia terganggu?
"Bodoh. Kalian pikir kalian bisa mengalahkan aku saat aku memiliki Senjata Legendaris seperti ini? Ha!"
Para penganut high priest segera mengeluarkan sihir pemulihan pada dia, dan luka-luka kecil yang dia terima lenyap.
Situasinya gak kelihatan bagus. Kalau kami berhasil mendaratkan serangan, para penganut segera menyembuhkannya.
"Nah sekarang... Mari kita lakukan Judgment."
Para penganut mengangguk, dan sesaat setelahnya mereka semua mulai merapal secara serempak.
"Semua yang berpura-pura menjadi Pahlawan adalah kejahatan."
Orang ini jelas-jelas seorang fanatik. Tidakkah dia menyadari itu?
"Ini akan menghabisi kalian semua."
High priest betul-betul berencana membunuh semua orang.
Dia sedang melakukan pengisian untuk sesuatu, mungkin untuk serangan Brionac...
"Naofumi."
"Apa?"
Ren berbicara padaku.
"Kerjasama dengan gue. Kita kalahin dia."
"Lu adalah orang terakhir yang ingin gue ajak kerja sama. Tapi. Oh yah...."
Kami gak akan bisa lolos dari serangan high priest. Dan sepertinya dia berencana menggunakan sihir Judgment dan serangannya disaat yang bersamaan. Bahkan aku gak akan bisa selamat dari keduanya.
"Pertama-tama kita urus orang-orang yang ada dibelakang. Sebelum mereka dikalahkan, kita gak punya peluang menang."
"Ya."
Ren dan partynya berlari kearah kelompok penganut.
Sayangnya para penganut itu bukan sekedar bawahan saja. Mereka sebenarnya sangat kuat.
Gak seperti saat-saat yang lain, semua pahlawan, Raphtalia, Filo—kami semua bertarung bersama.
Dan high priest tengah mempersiapkan sebuah serangan kuat. Dan para penganut sedang bersiap untuk menggunakan Judgment.
"Rekan-rekan, ini adalah perang suci! Bertarung demi keadilan! Kematian kalian tidak akan dilupakan dan akan terus dikenang."
"Ya, Yang Mulia!"
Para fanatik dibelakang dia menanggapi secara serempak.
Si high priest menerima serangan dari pedang, tombak, busur serta semua anggota party mereka. Dia mengalami pendarahan, tapi dia tampak mengabaikannya tanpa peduli sedikitpun.
Dia akan bergerak sampai dia kehilangan kakinya. Lalu dia akan menggunakan tangannya. Lalu saat dia kehilangan keduanya, dia akan menggunakan sihir.
Para penganut fanatiknya juga tampak siap bertarung sampai mati.
Mereka betul-betul sudah gak waras!
"Sial... Aku gak bisa menyerang dia."
Jumlah mereka sangat banyak. Itu seperti sebuah adegan dari Battle of Three Kingdoms, atau dari Dynasty Warriors.
Tentu saja musuh utamanya adalah high priest, tapi dia dikelilingi begitu banyak orang hingga sulit untuk melakukan serangan pada dia.
Cukup mudah untuk menghadapi satu atau dua dari mereka, tapi setelah serangan kedua berhasil kena, orang lain yang ada disana mengeluarkan sihir pemulihan pada mereka.
Kalau ini adalah sebuah game, sudah cukup cuma dengan mengalahkan mereka. Tapi ini bukanlah game.
Tentu saja aku gak punya alasan moral untuk menghindari membunuh mereka. Aku ingin membunuh mereka, tapi butuh waktu untuk melakukannya.
"Aku akan berlari kedalam kerumunan itu. Lalu salah satu dari kalian harus menyerang aku. Pikirkan sebesar mungkin kalau kau membenciku. Lalu seranglah aku. Serangan balikku akan aktif dan menyerang semua orang, jadi pastikan kalian berada diluar jangkauan. Jaga jarak kalian."
Kutukan pembakar diri adalah satu-satunya kesempatanku untuk menyerang. Aku harus berlari kedalam kerumunan dan mencoba mengganggu parapalan Jusgment mereka.
Kalau aku berada di area yang bagus saat itu terjadi, aku bisa mengalahkan banyak orang dengan kutukan pembakar diri.
"Oke."
"Oke, gue ikut!"
Aku memberitahu semua orang yang bisa menggunakan sihir untuk fokus pada support. Yang lainnya dan yang bukan petarung jarak dekat yang handal harus tetap di belakang dan menggunakan sihir untuk melindungi para support.
Para Pahlawan merupakan para penyerang, support adalah para pengguna sihir, dan yang lainnya fokus pada pertahanan. Ya.... Aku gak punya banyak keyakinan dalam rencana itu.
"Serang!"
Aku berada didepan dan berlari menuju kerumunan penganut.
Aku gak bisa menyerang, jadi kalau aku ingin memberi damage, aku cuma punya satu pilihan.
"Naofumi!"
Motoyasu mengayunkan tombaknya pada perisaiku, dan kutukan pembakar diri aktif.
"AAAAAARRRHHHHH!"
Para penganut yang gak melakukan perapalan sihir Judgment menggunakan sihir suci untuk melawan kutukan milikku. Tapi mereka gak bisa sepenuhnya menetralkannya, dan api hitam melahap mereka dalam jumlah cukup banyak.
"AAAAARRRRRRHHHHHHHH!"
Api terkutuk itu juga akan memperlambat sihir pemulihan yang mereka gunakan. Kalau kami bisa menyerang sebelum mereka pulih, maka kami mungkin punya kesempatan.
Aku menggunakan Air Strike Shield dan kemudian Change Shield untuk mengeluarkan Rope Shield. Lalu aku menggunakan pengait untuk kembali ke tempat dimana para pahlawan yang lain berada.
Pengait tersebut memiliki sebuah efek khusus yang menghasilkan tali yang bisa aku manipulasi. Aku melilitkan talinya pada tanganku dan menggunakannya untuk menarikku kembali ke tempat sekutuku berada—dan itu berkerja dengan baik.
"Thunder Sword!"
"Thunder Shoot!"
Disaat yang bersamaan, para pahlawan lain menggunakan skill terkuat mereka pada kerumunan penganut.
Semua skill itu terlihat seperti terbentuk dari petir.
Petir ditembakkan melewati high priest sebelum meledak di tengah kerumunan penganut yang berkumpul di belakang dia.
"AAAAAAAARRRRRHHHHHHH!"
Para penganut terhempas layaknya dedaunan yang gugur dari pohon, tapi high priest sendiri gak kelihatan mengalami damage yang parah.
Seberapa tangguhnya sih orang ini? Seberapa kuatnya senjata miliknya?
"Cukup sudah main-mainnya."
Senyum penuh kemenangan muncul di wajahnya, dan high priest mengarahkan tombaknya pada kami.
"Semuanya berkumpul! Tunggu! Semuanya gunakan Naofumi sebagai perisai!"
Dalam sekejap semua orang berkumpul di belakangku. Apa mereka sudah mendiskusikan semua ini sebelumnya?
"Skill yang akan dia gunakan mencakup area yang sangat luas. Skill itu akan mengeluarkan ribuan tombak dan menembus kerumunan musuh. Kalau kau mau bertahan dari serangan itu, lebih baik berkumpul di satu tempat."
"Uh huh..."
"Yah, kalau sudah betul-betul menguasai penggunaannya, kau bisa menentukan jumlah targetnya..."
Itu kedengaran seperti semacam skill yang bisa mengunci musuhnya. Itu sangat menjengkelkan.
"Brionac!"
Skill milik high priest diaktifkan dan meluncur kearah kami.
Cahaya putih menyilaukan memenuhi area dan mendekat.
"Kita bisa menahannya!"
"Ya!"
"Semuanya, bantu aku!"
"Shooting Star Sword!"
"Shooting Star Bow!"
"Shooting Star Spear!"
Ren, Itsuki, dan Motoyasu mengeluarkan skill.
Ketiga skill mereka menyatu dan bergabung menjadi sebuah tembakan cahaya yang besar.
Semua anggota party mereka juga menggunakan serangan sihir mereka untuk meningkatkan kekuatan serangan itu.
"Filo! Melty! Kalian berdua bantu juga!"
"Oke!"
"Naofumi! Kau harus bantu juga!"
"Yang bisa kulakukan adalah bertahan! Apa yang kau mau dari aku?! Gimana dengan Raphtalia?!"
"Aku, um... aku masih belum bisa menggunakan serangan sihir!"
Raphtalia mengangguk penuh penyesalan.
Itulah masalah yang dimiliki sebuah skill yang diluar kebiasaan. Yang bisa kulakukan cuma bertahan. Sihir Raphtalia cuma handal dalam memanipulasi cahaya dan bayangan. Wajah Melty berkedut jengkel, tapi dia menambahkan kekuatan serangannya pada serangan para pahlawan.
"Bersiaplah!"
Terdengar suara dentuman keras saat energi-energi itu saling berhantaman.
"Kita mulaiiiiiiiiii!"
"ARRRRRhhhhhh!"
"Hiyaaaaaaaaa!"
Tembakan cahaya besar yang terbentuk dari skill para pahlawan menghantam serangan high priest. Sihir pendukung mulai mengalir masuk juga, dan pelahan-lahan tembakan cahaya itu mulai mengungguli skill high priest.
"Heh.... Apa hanya segitu saja kemampuan kalian?"
Si high priest masih tersenyum.
Apa dia menahan diri?
"Dasar geblek! Kami belum selesai!"
"Ya! Kami masih bisa lebih kuat!"
"Ya, semuanya—tambah kekuatan lebih besar lagi!"
Ketiga pahlawan berfokus dan mengerahkan seluruh kekuatan mereka pada serangan itu.
Bisa ku bilang tembakan cahaya itu menjadi sedikit lebih kuat. Apa serangan itu mendorong mundur serangan high priest?
Namun... Perasaan apa yang kurasakan ini? Aku merasakan sesuatu... yang gak menyenangkan.
"Baiklah. Rasakan ini."
Si high priest berkata dengan tenang lalu mulai fokus.
Saat dia memejamkan matanya, senjatanya berubah menjadi hitam, lalu putih, lalu perlahan-lahan mulai berkedip-kedip.
Itu seperti dia sudah siap menggunakan sebuah serangan yang kuat.
"Hati-hati!"
Sial! Kalau mereka semua tewas, aku akan dalam masalah besar!
Bisakah kami bekerja sama lain kali? Apa kami harus mencoba inu sekarang?
Aku membuat para pahlawan lain tiarap, membatalkan skill mereka, dan aku berlari ke depan.
Sebuah tembakan cahaya mengenai tubuhku. Disertai dengan rasa sakit yang teramat sangat dan suara keras. Kupikir aku akan kehilangan kewarasan.
Tembakan cahaya itu gak berhasil melewati aku. Aku berhasil melindungi semua orang.
"Huff.... huff..."
"Tuan Naofumi!"
"Naofumi...."
Ren menatapku, gak bisa berkata apa-apa. Para pahlawan lain dan anggota party mereka juga terdiam.
"Ha... Aku gak pernah menyangka kau bisa selamat dari serangan itu. Kau benar-benar Iblis Perisai."
Si high priest dengan lincah memutar tombaknya saat dia berbicara.
"Apa kalian... baik-baik saja?"
Mataku buram, tapi aku berbalik. Aku melihat bekas serangan berbentuk "V" besar di tanah disekitarku. Kalau aku gak memblokir serangan itu, mereka pasti mati. Beruntungnya mereka semua bisa sampai dibelakangku tepat waktu.
"Zweite Heal!"
Mereka menggunakan sihir pemulihan yang kuat padaku, dan luka-lukaku sembuh dengan sangat cepat.
Dia bisa menggunakan sebuah skill sekuat itu sambil menerima serangan dari para pahlawan secara langsung.... Seberapa kuatnya dia?
"Ugh... SP ku..."
"Aku juga."
"Sama."
Mereka bertiga telah menggunakan semua SP mereka dan mengambil botol Soul Healing Water untuk mengisi kembali SP mereka.
Butuh beberapa saat untuk memulihkan SP yang cukup untuk menggunakan serangan lain.
Aku mendengar teriakan. Sama seperti yang bilang, pasukan bantuan muncul dibelakang kami. Kerumanan besar muncul. Kalau beruntung, mereka akan mengurus para penganut high priest.
"Kurasa aku harus menangani mereka juga."
"Mundur!"
Ren berteriak, tapi sudah terlambat. High priest mengubah tombaknya menjadi pesang dan menancapkannya di tanah.
Sebuah gempa bumi yang kuat terjadi, dan tanahnya terbelah disana-sini. Dibelakang kami, dimana pasukan bala bantuan berada, tanah terbelah dan magma menyembur keluar.
"AAAAAAAAHHHHHHHHH!!"
Hampir semua pasukan bantuan terbakar, terlempar ke udara.
Sebagian besar pasukan terkena serangan itu. Si high priest terlalu kuat.
"Ahahahaha! Yah, itu sederhana. Selama aku punya senjata ini, aku seperti Dewa. Jika aku Dewa, siapa yang butuh para Pahlawan?! Aku adalah Dewa! Semuanya! Mari kita hakimi orang-orang yang menentang aku!"
"BAIK!"
Dan kupikir situasi kami sudah lebih baik. Dengan dikalahkannya pasukan bantuan, itu seperti gak ada perubahan sama sekali.
Bilah pedang milik high priest mulai berubah dan dan melengkung sebelum membuat bentuk seekor phoenix.
Aku yakin dia akan menggunakan sebuah skill yang bahkan lebih kuat daripada Brionac.
Ini buruk. Pasukan bantuan yang selamat mungkin gak tau kalau high priest sangat kuat.
Kalau kami gak berhati-hati, dia akan membunuh mereka semua dalam satu serangan.
"Apa kita sudah siap menggunakan Judgment? Ayo lakukan bersama."
Si high priest mengindikasikan bahwa dia ingin menggunakan skill miliknya disaat yang bersamaan dengan sihir Judgment.
Sepertinya kami bisa mendapatkan sedikit waktu untuk mempersiapkan diri, tapi siapa yang tau serangan macam apa yang dia persiapkan?
"Apa ini akhirnya?"
Para pahlawan lain terlihat pucat. Kurasa kami punya kesempatan menang, tapi sudah terlambat... Kami terlalu gegabah.... Atau harus kukatakan bahwa kalau Ren dan Itsuki gak muncul, aku dan Motoyasu pasti sudah mati. Dari sudut pandang itu, masuk akal untuk mengatakan bahwa kami sudah berusaha dengan baik.
Tapi apa aku sudah melakukan semaksimal mungkin? Bukankah ada sesuatu yang masih bisa kulakukan?
Kalau aku menggunakan Shield of Rage... Bukankah masih ada cara untuk keluar dari situasi ini?
Fitoria telah berulang kali memperingatkan aku.... tapi apa aku punya pilihan lain? Kalau kami gak bisa selamat dari pertempuran ini, gak ada lagi yang tersisa dari kami. Kami semua akan mati. Jika itu benar, lalu kenapa harus menahan diri?
"Ren, mendekatlah."
"Apa? Lu punya rencana?"
Aku meminta dia untuk mendekat, dan dia mendekat—tapi dia dipenuhi pertanyaan.
Aku merasa perisaiku berdenyut. Perisaiku bergetar.
Aku secara senjata menyegelnya, tapi didalam Shield of Rage terdapat inti naga yang dibunuh oleh Ren.
Pandanganku dipenuhi dengan ingatan naga itu, dipenuhi keinginannya... Inti naga itu telah menemukan musuhnya, dan meminta pembantaian.
Itu dia... Lagi. Meledaklah dengan amarah!
Aku menahan kekuatan perisai itu demi Raphtalia. Sekarang aku berusaha menarik keluar semua kekuatannya.
"Raphtalia... Tanganmu...."
"Baik."
Aku menggenggam tangan Raphtalia, dan kemudian mengarahkan tanganku yang memegang perisai pada Ren.
Lalu aku menatap Lonte dan Motoyasu, dan mengeluarkan seluruh amarah dalam diriku yang selama berbulan-bulan ini aku habiskan untuk mengendalikannya.
Aku membenci segalanya, aku lupa segalanya. Pandanganku menjadi gelap. Aku dipenuhi dengan emosi hitam.
Emosi yang dilepaskan telah memicu kekuatannya!
Curse Series, Shield of Rage meningkat! Berubah menjadi perisai kemurkaanWrath Shield!
Wrath Shield III
Kemampuan belum terbuka
Bonus Equip:
Skill "Change Shield (serangan)", "Iron Maiden", "Blood Sacrifice"
Efek Penggunaan:
Dark Curse Burning, power up, dragon rage, roar, kdrtfamililal violence, jubah amarah pembagi sihirmagic sharing rage robe (medium)
Seketika, aku dipenuhi dengan kegelapan.
***