App herunterladen
72.81% Tate no Yuusha no Nariagari / Chapter 75: Chapter 2 Bangsawan

Kapitel 75: Chapter 2 Bangsawan

Senja hari.

Aku melihat keluar dari jendela, dan aku melihat sebuah kereta yang bersiaga.

Melty dan Filo pergi menjelajahi kediaman ini—sepertinya mereka belum melihat semuanya sebelumnya.

Raphtalia sedang tidur. Aku membangunkan dia dan memberitau dia untuk bersiap bertarung.

Apa yang sedang terjadi?

Seorang pria pendek dan gemuk keluar dari kereta dan mengetuk pintu kediaman. Dia diikuti oleh sebuah kelompok besar prajurit.

Beberapa menit berlalu. Lalu datanglah ketukan pada pintu kamar kami. Itu adalah pembantu bangsawan itu.

"Ada apa?"

"Anda harus lari dari sini."

"Aku bisa paham alasannya. Kalau kau menyerahkan kami pada mereka, aku akan membunuhmu."

Aku nggak sepenuhnya memgabaikan keraguan bahwa si Nice Guy mengundang kamu kesini sebagai sebuah perangkap.

Bergantung pada jawaban pembantu itu, aku akan menerobos jendela dan lari.

"Sebuah keluarga bangsawan dari kota tetangga mulai mencurigai bahwa Pahlawan Perisai bersembunyi disini. Mereka datang untuk menyelidiki."

"Apa?"

Jadi pria gemuk itu adalah seorang bangsawan? Kayaknya dia nggak berbohong.

"Tuan Naofumi."

Raphtalia mencoba memberitahuku sesuatu. Aku melihat keluar jendela.

Pria gemuk itu mengikat si Nice Guy dengan tali dan memasukkan dia kedalam kereta.

Ya. Kurasa si Nice Guy nggak menipuku.

Dia betul-betul mencolok. Kayaknya dia telah diawasi, dan sekarang mereka menangkap dia.

Apa yang harus kami lakukan? Kalau aku menerobos jendela dan lari, itu cuma akan semakin membahayakan si Nice Guy.

"Saya mohon, pertimbangkan tuan saya. Apakah bisa anda kabur dari sini tanpa terdeteksi?"

Pembantu itu berdiri di pintu, memohon.

Dia benar. Agar si Nice Guy lolos, kami harus menyelinap keluar tanpa ketahuan.

"Jika anda tidak bergegas, para prajurit akan menemukan anda. Anda masih bisa keluar lewat pintu belakang. Saya mohon...."

"Dimana Filo dan Melty?"

"Mereka berdua bersiap untuk lari."

"Baik. Tapi kalau ada jebakan, akan kupastikan kau akan membayarnya."

Kami segera mengemas barang-barang kami, membuka pintu, dan berjalan menuju pintu belakang yang ditunjukkan pembantu itu.

Ada dapur diantara kami dan pintu itu.

"Bersembunyilah disini!"

Pembantu itu merasakan seseorang mendekat, dan dia memasukkan kami kedalam sebuah ruangan pelayan rahasia. Sesaat kemudian, kami bisa mendengar orang berbicara di sisi lain pintu.

"Ternyata kau di sini. Apa kau menyembunyikan sesuatu?"

Seorang pria berbicara, tapi aku nggak mengenali suaranya. Itu mungkin salah satu dari prajurit yang bekerja pada bangsawan kota sebelah.

"Aku punya perasaan bahwa Iblis Perisai ada didekat sini. Menyingkir!"

"Ahh!"

Pembantu itu berteriak.

"Tunggu sebentar! Dapur adalah..."

"Diam! Apa kau mau menghalangi tugas kami?!"

Pembantu itu menjerit, dan si prajurit tertawa. Itu memuakkan.

"Lagipula, kami punya alasan untuk percaya bahwa Iblis Perisai ada di kediaman ini. Minggilah dan biarkan kami menyelidiki."

Aku bisa mendengar langkah kaki mereka bergerak menjauh.

Kayaknya mereka kembali ke dapur... tapi tetap saja.

Akan buruk kalau mereka menemukan kami. Dimana Filo dan Melty? Meskipun kami menemukan mereka... Kami nggak bisa lari dan meninggalkan mereka di sini. Aku bersiap untuk kemungkinan terburuk dan berpaling pada Raphtalia. Dia menempatkan tangannya di gagang pedang yang ada di pinggangnya. Dia sudah siap.

Kalau ini adalah permainan jumlah, kami kalah. Tapi bukan berarti kami nggak bisa menang. Aku nggak mau melukai Nice Guy, tapi...

Pintu didepan kami berderit. Seseorang meraih gagang pintunya dan cahaya mulai muncul di bingkai pintunya.

"Putri kedua ada disini!"

Aku mendengar seseorang berteriak.

"Aku adalah Putri kedua dari Melromarc, Melty Melromarc! Apa yang kau lakukan bersama semua prajurit ini?!"

Itu adalah Melty. Dia berbicara dengan wewenang tinggi.

Itu bukanlah suara histeris yang dia gunakan saat dia berbicara padaku. Aku paham apa yang dia pikirkan.

Aku sama sekali nggak mendengar Filo, yang mana itu artinya mereka pasti berpencar.

Pintunya tertutup lagi.

Apa yang harus kami lakukan? Karena sudah menemukan Melty. Haruskah kami keluar dari ruangan dan menyelamatkan dia?

"Dimana Iblis Perisai?!"

Prajurit berteriak pada Melty.

"Diam! Kau pikir dengan siapa kau bicara?!"

"Saya berbicara dengan Putri Melty."

Aku mendengar dia meluruhkan posturnya.

"Ah..."

Raphtalia menutup mulutnya dengan tangannya agar tetap diam.

Apa yang terjadi? Wajah Raphtalia sangat pucat, dan keringat mengalir di wajahnya yang gemetaran.

"Apa kamu baik-baik saja?"

Aku berbisik pada dia, tapi dia cuma mengangguk. Dia tetap gemetaran.

Jelas-jelas dia nggak terlihat baik-baik saja.

"Apa anda bermain petak umpet disini? Bisakah anda memberitahu dimana Iblis Perisai berada?"

"Sayang sekali bahwa Pahlawan Perisai tidak ada disini."

"Apa maksud anda?"

"Aku memohon pada dia. 'Tolong, ku mohon,' ku bilang. 'Tinggalkan aku disini dan pergilah.' Aku mengatakan pada dia bahwa aku akan tetap di Melromarc dan membersihkan namanya."

Apa dia berusaha untuk melakukan apa yang dia katakan sebelumnya? Itu terlalu ceroboh!

"Baiklah, itu masuk akal. Jadi, Putri, anda di sini sendirian. Dan Iblis Perisai tidak ada disini?"

"Itu benar. Dan aku tidak tau kemana dia pergi."

"Apa kalian sudah mencari di seluruh kediaman ini?"

"Y..Ya! Kami tidak menemukan mereka!"

Pria yang berbicara dengan Melty, si bangsawan dari kota sebelah, mendesah frustasi.

"Kalau begitu saya rasa kami tidak punya pilihan lain. Putri Melty, harap ikut bersama kami."

"Baiklah."

Mereka terus berbicara, tapi mereka berjalan menjauh, dan aku gak lagi bisa mendengar mereka.

Apa mereka akan membawa Melty? Apa kamu harus meninggalkan dia?

"Tuan Naofumi."

"Ya."

Aku meraih pintu.

"Pahlawan Perisai tidak ada disini!"

Melty berseru keras.

Dia pasti berpikir bahwa kami bersembunyi didekat sini. Apa dia merasakan bahwa kami hendak keluar dari persembunyian?

Sialan... kalau kami keluar sekarang, apa itu artinya kami akan bertentangan dengan keinginan Melty?

"Aku sangat ingin berbicara pada ayahku untuk menjelaskan semua ini. Bawa aku ke istana secepatnya."

"Pertama-tama, saya ingin mendampingi anda ke kediaman saya. Kemudian kita akan memutuskan kelanjutannya. Segalanya sesuai dengan kehendak Dewa."

Melty terkesiap. Pria itu sudah cukup menjelaskan dirinya sendiri. Nggak ada lagi yang menahanku!

Aku membuka pintu, namun disana berdiri si pembantu memblokir jalan.

"Saya mohon, anda jangan mengabaikan keinginan putri. Jika tidak, tuan saya akan menerima hukuman yang terburuk."

"Tapi kami bisa membuktikan ketidakbersalahan kami—"

Si pembantu terus berbicara.

"Saya mohon, setidaknya, tunggu sampai putri menunjukkan bahwa tuan saya tidak ada hubungannya dengan Pahlawan Perisai."

Betul. Kalau mereka mengetahui bahwa si Nice Guy menampung kami, mereka akan langsung membunuh dia di tempat.

Kami adalah kelompok kecil, jadi kami masih punya fleksibilitas. Kalau kami melibatkan si Nice Guy dan aemua orang, maka itu akan semakin sulit untuk bertindak.

Jadi kalau kami ingin memberi si Nice Guy peluang selamat dari ini, kami harus bertindak nanti untuk menjemput Melty. Itu akan membuktikan kalau si Nice Guy nggak terlibat.

Aku benci menghianati seseorang sebanyak aku membenci dihianati.

Memang cukup mudah untuk mengatakannya, tapi aku berhutang budi pada Nice Guy. Aku gak mau dia menderita yang gak perlu demi aku.

"Tuan saya berhasil mendapatkan informasi untuk anda. Pahlawan Tombak saat ini sedang mencari Pahlawan Perisai jauh dari sini. Pahlawan Pedang dan Pahlawan Busur juga tidak ada didekat sini."

Motoyasu bukanlah satu-satunya musuh kami. Para bangsawan yang ada di seluruh negeri adalah masalah yang sebenarnya.

Si pembantu perlahan-lahan membuka pintu.

"Dimana Filo? Apa dia bersama Melty?"

"Gadis pirang yang bersama dengan putri? Dia tidak bersama putri saat beliau ditemukan."

Kami mengelilingi kediaman Nice Guy mencari Filo.

Aku bersumpah—kau akan menganggap itu cukup buruk bahwa Melty ditangkap. Tapi sekarang Filo juga menghilang.

Jadi dimana kami bisa menemukan dia? Dia bersembunyi di loteng.

Aku memanggil dia, tapi dia tetap sembunyi. Aku nggak punya pilihan lain, jadi aku mengaktifkan sihir pengendali monster dan membuat dia keluar.

Setidaknya dia nggak melarikan diri.

"Aduh! Master! Kau yang terburuk!"

"Tidak, kaulah yang terburuk. Kau harusnya datang saat aku panggil."

"Dia benar, Filo! Apa yang kau lakukan?!"

Raphtalia memarahi dia, tapi Filo menjawab sambil tersenyum.

"Huh? Dimana Mel?"

"Kau nggak tau?"

"Huh? Setelah semuanya jadi berisik dan gila, Mel bilang kami harus main petak umpet. Jadi aku sembunyi. Mel bilang kalau aku nggak boleh keluar meski ada yang memanggil."

Filo nggak mengerti apa yang terjadi...

Kalau kami meninggalkan Melty dan pergi ke perbatasan, kalau kami menemukan tempat aman di negeri lain, maka kami mungkin bisa menemukan cara untuk memperbaiki semua ini.

Melty pasti tau kalau dia akan terbunuh kalau Gereja bertindak terhadap dia.

Kalau dia mau selamat, Shadow harus turun tangan. Dari apa yang dikatakan si bangsawan, nampaknya masuk akal untuk mengasumsikan bahwa dia berhubungan dengan Gereja.

Entah dia akan membunuh Melty dengan tangannya sendiri, atau dia akan menyebabkan Melty pada Motoyasu dan wanita jalang itu, dan kemudian mereka yang akan membunuh Melty.

Orang itu bukanlah orang bodoh. Dia pasti telah menyadari bahwa Melty gak sepenuhnya jujur pada dia.

Dia mungkin ingin memancing kami keluar dari persembunyian. Dia mungkin akan menyiksa si Nice Guy.

Kalau kami meninggalkan Melty dan melarikan diri, kesempatan kami untuk bertemu dengan ratu nampaknya sangat tinggi.

Itulah yang dilakukan Melty. Dia memberi kami lebih banyak waktu untuk melarikan diri.

Sekarang aku harus memutuskan apa yang harus dilakukan dengan waktu tersebut.

Haruskah aku menyelamatkan dia? Haruskah aku memprioritaskan nyawa kami daripada nyawa dia?

Melty adalah adiknya si wanita jalang itu. Dia tidak pernah menghianati kepercayaanku.

Dia sebenarnya menempatkan dirinya dalam bahaya untuk mengulur lebih banyak waktu untuk kami, untuk memberi kami peluang untuk bertahan hidup.

Cuma satu hal yang harus dilakukan.

Meskipun itu berbahaya, aku harus melakukan apa yang aku bisa untuk seseorang yang percaya padaku. Aku harus menyelamatkan dia.

"Filo, aku mau kau mendengarkan dengan cermat."

"Oke. Apa?"

"Melty ditangkap. Dia pergi bersama mereka untuk melindungi kita."

"Apa?!"

Filo segera memahami apa yang sedang terjadi, berubah ke wujud Filolial Queen-nya, dan bersiap untuk lari.

"Tunggu. Kau mau kemana?"

"Aku akan pergi menyelamatkan Mel!"

Aku berpaling pada pembantu Nice Guy.

"Aku cuma ingin tau. Kemana mereka membawa dia?"

"Kemungkinan ke kediaman di kota sebelah. Kota itu tidak terlalu jauh, tapi saya rasa mereka sudah sampai."

Aku familiar dengan area itu karena perjalanan perdaganganku. Dia benar. Kota itu sangat dekat. Semua orang disana tau Raphtalia, dan kami gak menjual apapun, jadi kami harus bergerak cepat.

Saat itu, kami diawasi banyak orang saat kami berjalan ke kota. Mereka sangat kuatir dengan kedatangan kami—tapi mereka membuatnya sangat mudah untuk pergi.

Aku gak betul-betul paham saat itu, tapi sekarang semuanya tampak cukup jelas.

Aku ingat bahwa, meskipun para demi-human diperlakukan sangat buruk di seluruh Melromarc, diskriminasi dikota itu jauh lebih buruk.

Aku nggak tau banyak tentang Melromarc, tapi nampaknya memang seperti itulah.

Penjelasan lain mungkin ada pada perbedaan kekuasaan antara bangsawan di kota itu dan bangsawan di kota ini.

Aku ingat kota sebelah jauh lebih besar.

Sejujurnya, kota tempat kami bersembunyi cuma sebuah desa kecil. Melihat kondisi rumah-rumahnya, aku mengangguk. Ya, tempat ini nggak punya wewenang yang sama seperti kota-kota lain.

Aku mendengar sesuatu tentang bangsawan di kota itu juga.... Ada semacam legenda yang berkaitan dengan tempat itu...

Apa itu? Itu ada hubungannya dengan seorang pahlawan sebelumnya mengalahkan seekor monster dan menyegelnya...

Aku ingat bahwa mereka membuat semacam atraksi dari tempat itu.

"Apa kau punya sketsa dari kediaman tempat mereka membawa Mel?"

"Kami kenal seseorang yang kesana tiga kali. Mungkin anda bisa mendengarkan deskripsi tentang tempat itu dari mereka dan membuat semacam sebuah peta?"

Itu ide bagus. Lebih baik mempercayai orang-orang yang pernah kesana.

Gak lama kemudian, aku punya sebuah peta sederhana.

Kediaman itu setinggi tiga lantai, dan dibangun di tengah taman. Mereka bilang bahwa Melty mungkin ditahan di sebuah ruangan dekat dengan bagian belakang lantai dua.

"Dimengerti. Aku minta maaf atas semua ini. Kami pergi sekarang. Filo, Raphtalia, ayo pergi."

"Oke!"

"Baik!"

Pemilik kediaman ini, si Nice Guy, telah ditangkap juga.

Aku nggak mau menempatkan dia dalam bahaya yang lebih besar daripada yang sudah dia alami. Apa yang bisa kulakukan?

Aku nggak bisa membiarkan mereka tau bahwa dia membantu kami.... aku harus mengatakan bahwa kami datang untuk mengambil Melty dari dia.

Aku harus membuat mereka berpikir bahwa Nice Guy telah merebut Melty dari kami.

Kalau aku nggak bisa meyakinkan mereka, mereka mungkin akan menyiksa Nice Guy sampai mati.

Kota ini memiliki reputasi di Melromarc dipenuhi dengan para demi-human. Aku harus melakukan apa yang aku bisa untuk melindunginya.

* * * * *

Beberapa saat kemudian, kami mengejar kereta yang membawa Melty.

"Sialan...."

Para demi-human di kota Nice Guy keluar ke jalanan dan dipenuhi kemarahan. Si Nice Guy pasti sangat berarti bagi mereka.

Kalau aku memberitahu mereka bahwa aku adalah Pahlawan Perisai, mereka mungkin akan membantu, tapi disaat yang bersamaan aku gak mau melibatkan lebih banyak orang lagi. Selain itu, kalau si Nice Guy menampung kami dketahui khalayak umum, dia akan mendapat masalah yang jauh lebih buruk daripada yang sudah dia alami.

Kalau aku pergi hanya bersama Raphtalia dan Filo, kelompok kecil kami akan memberi kami fleksibilitas dan kecepatan—keduanya diperlukan kalau kami ingin mendapatkan peluang untuk menyelamatkan Melty.

Lalu, aku naik ke punggung Filo dan kami melompati dinding dan menyelinap ke kota sebelah.

Beruntungnya, berkat sihir milik Raphtalia, kami bisa mempergelap kegelapan malam hari dan menyelinap masuk tanpa terdeteksi.

"Apa kediaman besar yang di sebelah sana itu?"

Ada sebuah bukit besar di tengah kota, dan sebuah kediaman berdiri di puncaknya. Itu terlihat wajar bahwa penguasa akan tinggal di sana.

"Ya... Pasti itu."

Raphtalia mengangguk dalam diam.

"Ada apa?"

"Nggak apa-apa."

Raphtalia jelas-jelas bersikap aneh.

"Sebelumnya aku nggak menyadarinya saat kita lewat sini terakhir kali. Tapi sekarang... sekarang aku yakin."

"Apa maksudmu, Mbakyu?"

Kami masih nangkring di tembok kota. Raphtalia menatap kediaman itu. Dia terlihat sangat kesal.

"Aku akan membuatnya lebih gelap. Lalu kita harus bergegas mendekat. Kalau kita nggak bergegas, siapa yang tau apa yang akan terjadi?"

Raphtalia mengeluarkan sihir untuk mempergelap sekeliling kami, dan kami bergerak ke arah kediaman itu dengan melompat dari atap ke atap. Aku nggak yakin nggak seorangpun melihat kami. Namun, siapa juga yang berjalan di kota di malam hari sambil melihat kearah atap?

"Kayaknya nggak ada penjaga kota yang sudah menyadari kita. Kupikir mereka akan memperketat penjagaan, mengingat situasi putri."

"Kurasa itu karena, pada malam hari, para bangsawan ini melakukan sesuatu yang gak bisa mereka katakan pada orang lain. Meskipun mereka mendengar bahwa kamu mendekat, aku ragu mereka bisa merespon dengan cepat."

"Apa yang kamu bicarakan? Apa yang kamu ketahui?"

"Ya... Kota ini berbeda dengan tempat-tempat lain. Bangsawan disini gak mau para penjaga terlalu dekat untuk melihat."

"Apa yang kamu bicarakan adalah tentang apa yang terjadi saat kamu seorang budak?"

"Ya."

Raphtalia mengangguk.

Bangsawan ini... Dia adalah salah satu yang telah menyiksa dia... salah satu yang akhirnya menghancurkan semangatnya.

Kalau orang seperti itu bertindak pada Melty.... siapa yang tau apa yang akan dia lakukan?

"Apa kau dengar itu, Filo? Kalau kita nggak bergegas, Melty akan berada dalam masalah besar."

"Ya! Ayo selamatkan dia!"

* * * * *

Menunggangi punggung Filo, kami melompati pagar kediaman itu.

"Woof! Woof!"

Monster yang dipelihara untuk berjaga telah menyadari aroma aneh yang terbawa angin. Pada dasarnya mereka adalah anjing penjaga yang besar.

Mereka disebut Guardia. Mereka adalah mahluk hitam bertaring seperti serigala.

Ada semacam perangkat pada punggung mereka yang mengeluhkan suara seperti sebuah peluit. Gonggongan dab siulan mereka sudah cukup untuk memberitahu para penjaga atas kedatangan kami.

"Diam!"

"Hawooooooooo!"

Seekor Guardia berlari kearah kami, tapi Filo menendang wajahnya. Guardia itu terlempar ke udara.

Filo mengalahkan monster itu lebih cepat daripada mereka bisa menggonggong. Itu agak menakutkan.

"Apa itu?"

Tertarik oleh suara itu, seorang penjaga datang.

"Apa-apaan—woi!"

"Maaf! Diamlah!"

Raphtalia segera memukulkan gagang pedangnya pada perut si penjaga, menjatuhkan dia.

Semuanya kelihatan sangat terbiasa dengan apa yang mereka lakukan. Kami seperti perampok.

"Master, kita harus bergegas."

"Kita punya sketsa tempat ini, tapi... Raphtalia? Apa kamu tau tempat ini?"

"Yang betul-betul aku ketahui cuma ruang bawah tanah."

"Apa menurutmu mereka mengurung Melty disana?"

Raphtalia cuma menggeleng tanpa mengatakan apapun.

Bangsawan ini adalah tipe orang yang bersenang-senang dengan menyiksa para demi-human.

Kalau dia menangkap putri kedua Melromarc, apa dia akan menyiksanya? Jawabannya sudah jelas: ya.

Kami harus mencari cara untuk masuk bangunan itu.

Aku berhenti berpijir. Tujuan kami adalah menyelamatkan Melty secepatnya.

Nggak ada pahlawan lain disekitar sini. Prajurit kerajaan yang kebetulan ada di wilayah ini cukup mudah untuk kami hadapi.

Atau begitulah yang kupikirkan saat gerbang kediaman terbuka. Sekelompok besar penjaga berlari keluar.

"Apa itu?"

"Filo, apa kau melihatnya?"

Sebagai tanggapan pada pertanyaan Raphtalia, Filo berdiri dan berbalik kearah kerumunan penjaga itu.

Di belakang kami, di dinding yang mengelilingi kota, aku bisa melihat cahaya dari obor, dan asap mengepul dari gerbang kota.

"Huh? Apakah mereka, um... bertarung?"

"Siapa? Siapa melawan siapa?"

"Um... Para demi-human dan para prajurit?"

Jadi para petualang demi-human begitu marah bahwa Nice Guy di tangkap sampai mereka bersatu dan datang mengejar dia. Para prajurit telah salah mengira bahwa aku yang memimpin mereka. Aku harus mencari cara untuk memanfaatkan situasi ini.

"Waktu yang pas. Semua prajurit telah keluar dan pergi bertempur di gerbang. Sebelum mereka kembali, kita akan menyerbu ke pintu depan dan menyelamatkan Melty!"

"Ya!"

"Huh? Tuan Naofumi, apa kamu yakin kita nggak perlu menyelinap masuk?"

"Kita bisa mengurus para prajurit ini. Mereka lemah. Kamu tau kalau kita bisa menghadapi mereka."

Raphtalia dan Filo berlevel 40, dan itu adalah level tertinggi yang bisa mereka dapatkan tanpa melalui upacara pergantian kelas. Tapi aku telah melihat para prajurit bertarung selama gelombang. Mereka jauh dari kata kuat untuk mengalahkan Raphtalia atau Filo.

Kalau mereka mengejar kami, kami akan mengalahkan mereka. Kalau mereja menyerang kediaman, kami akan menghabisi mereka.

"Kita harus bergerak cepat. Pikirkan tentang itu. Kita kabur dari Raja untuk menemui Ratu. Kalau nggak ada pahlawan di dekat sini, kita bisa kabur dengan menyebabkan sedikit keributan."

"Itu masuk akal."

"Oke! Ayo pergi!"

Boing!

Dengan sinyalku, Filo berlari maju, menendang jendela, dan melompat masuk kedalam rumah.

"Jangan menahan diri, Filo! Terus menyerbu! Kau boleh merobohkan dinding kalau memang perlu!"

Tetap saja, kami harus bergerak perlahan untuk memastikan kami menemukan ruangan dimana mereka menyekap Melty.

Sketsa itu nampaknya mengindikasikan bahwa dia berada di lantai dua—tapi bisa saja itu salah.

"Filo, kau terus saja hancurkan sesuatu! Raphtalia dan aku akan terus mencari Melty."

"Oke!"

Filo belok kiri dan menyerbu ke lorong. Aku berbalik ke taman, berlari melintasinya, dan menuju ke lantai dua.

Disaat melewati taman, aku melihat sebuah batu aneh.

Apa itu? Apa itu semacam batu nisan?

Siapa yang akan menaruh sebuah batu nisan di taman mereka? Orang ini kayaknya udah gak waras.

Dia menyiksa orang-orang di ruang bawah tanah miliknya demi kesenangan. Nggak ada gunanya mencoba memahami dia.

Aku bisa mendengar Filo menghancurkan apa yang ada didepannya di rumah itu.

Sekarang kami cuma perlu menunggu gimana bangsawan itu akan menanggapinya.

Kalau dia melihat kegaduhan ini, apa yang akan dia bayangkan penyebabnya? Tentu, dia mungkin menganggap bahwa Pahlawan Perisai lah yang datang mengejar dia untuk merebut Melty.

Kalau itulah yang dia pikirkan, dia mungkin akan menyandera Melty.

Kemungkinan lainnya dia mungkin berpikir bahwa para demi-human memberontak setelah dia menangkap Nice Guy.

Kalau itu yang dia pikirkan, dia mungkin akan menyandera Nice Guy.

Itu seperti kami berpartisipasi dalam pemberontakan para demi-human. Tentu saja, setelah dia melihat Filo, dia akan segera memahaminya.

"Tuan Naofumi! Sebelah sini!"

Raphtalia berjalan melewati taman dan menunjuk ke sebuah lorong. Ada sebuah pintu di ujung lorong itu.

"Pintu ini mengarah pada ruang bawah tanah."

"Apa menurutmu dia menyekap Melty disana?"

"Tidak. Tapi dia mungkin mengurung budak yang ditangkap disana."

"Apa menurutmu kita punya waktu untuk menyelamatkan mereka? Itu cuma akan menghasilkan lebih banyak masalah."

"Tapi tetap saja.... Aku...."

Kalau ada budak dibawah sana, mereka pasti demi-human.

Sebelum Raphtalia bertemu aku, dia mengalami teror yang mengerikan dibawah sana.

Aku mendengar tentang hal-hal mengerikan yang dilakukan bangsawan itu. Raphtalia pasti ingin menyelamatkan teman lamanya.

Kami gak punya banyak waktu. Tapi kalau kami bisa membebaskan mereka, kami mungkin bisa menyelamatkan sebuah nyawa.

Setidaknya itulah yang kurasa dipikirkan Raphtalia.

"Baiklah. Tapi kita harus menyelamatkan Melty terlebih dahulu. Musuh mungkin tau kalau kita ada disini."

"Baik!"

Ada suara keras, dan serangkaian ledakan bom.

Apa yang dilakukan Filo?

"Mellllll!"

Suara Filo menggema di seluruh kediaman. Ya, nggak seorangpun yang bisa menghambat Filo.

Mengingat para pahlawan yang lain gak ada di sekitar sini, aku bisa menganggap bahwa Filo bisa menanganinya sendirian.

"Tangkap para penyusup itu!"

Beberapa prajurit berlari kearah kami. Mereka terlihat siap untuk bertarung.

"I...Iblis Perisai! Beritahu gubernur!"

"Raphtalia!"

"Baik!"

Dia menghunus pedangnya dan berlari kearah para penjaga itu.

Aku mengikuti dia. Para penjaga bodoh itu menghunus pedang mereka dan menyerbu kearahku.

Saat ini aku menggunakan Chimera Viper Shield.

Sebagai Pahlawan Perisai, aku nggak punya kemampuan menyerang. Tapi aku bisa menggunakan serangan balik.

Chimera Viper Shield punya efek serangan balik bernama Snake Fang (medium).

Itu artinya setiap kali berhasil memblokir serangan musuh, ular yang ada di perisai akan bergerak dan menancapkan taringnya pada musuh. Itu juga meracuni mereka.

"Sialan! Perisai itu sangat keras... Apa itu... Apa itu bergerak?! Argh!"

Sama seperti yang baru saja kujelaskan, ular di perisaiku bergerak dan menggigit prajurit yang menyerangku.

Setelah teracuni oleh Snake Fang (medium), kau harus berhati-hati. Kalau tidak, racunnya akan membunuhmu.

"Lebih baik kau pergi dari sini dan cari penawar racun. Kalau tidak, racun itu akan membunuhmu.

Itulah akibat yang dia dapatkan karena menganggap aku gak bisa melukai dia.

"Ugh...."

"Iblis Perisai sialan!"

Para prajurit yang lain mengambil rekan mereka yang keracunan dan mundur.

Aku bisa saja mengejar dan mengalahkan mereka—tapi tujuan kami adalah menyelamatkan Melty, bukan membunuh para prajurit.

Nice Guy cuma melindungi Melty. Pahlawan Perisai nggak ada hubungannya dengan itu... tapi itu semakin sulit untuk dipercayai. Terutama sekarang para demi-human yang diperjuangkan oleh Nice Guy telah memberontak.

Tetap saja, aku harus melakukan apa yang bisa kulakukan.

Aku berbalik kearah para prajurit yang melarikan diri dan bergerak pada mereka seperti orang gila.

"Dimana Putri Melty?! Dan jangan coba-coba berbohong padaku! Aku nggak peduli apakah dia disini atau tidak, tapi camkan kata-kataku: kami akan mengambil dia kembali!"

Para prajurit setuju untuk membawa kami ke Melty. Saat kami sampai disana, Filo saling bertatapan dengan bangsawan itu.

Pria gemuk itu mengarahkan sebuah pisau pada leher Melty. Dia memegang Melty erat-erat agar Filo gak mendekat. Si Nice Guy terkapar di lantai diantara mereka.

Dia sepertinya telah disiksa. Melty terlihat seperti dia menangis.

Orang ini kejam.

"Gubernur!"

"Dasar bodoh! Siapa yang menyuruh kalian membawa Iblis Perisai kesini?! Kalian telah menghianati aku!"

"Angkuh sekali kau."

Filo sepertinya datang kesini dengan upayanya sendiri, jadi bangsawan itu nggak punya banyak penjaga.

"Mel!"

"Filo! Mundur! Aku sudah membulatkan tekad! Pria ini... dia akan membawaku menemui ayah."

"Apa kau pikir dia akan benar-benar membawamu kesana?"

"....."

Melty terdiam menanggapi pertanyaanku.

Kalau orang ini waras, dia mungkin dia akan menepati janjinya. Tapi gimana bisa aku melupakannya, saat dia menaikan Melty ke keretanya, dia mengatakan "Semuanya berjalan sesuai dengan rencana Dewa". Kemungkinan besar dia seorang fanatik.

Kepercayaan nasional di Melromarc adalah Church of the Three Heroes, dan mereka lah yang telah menjebakku.

Kalau aku mempertimbangkan pemikiran Melty dan berasumsi bahwa raja betul-betul gak tau apa yang terjadi, gimana tindakan dia saat dia mengetahuinya?

Dan pria ini adalah bagian dari gereja, maka sangat diragukan dia betul-betul akan membawa Melty langsung ke istana.

"Ha, ha, ha! Kalau kau berani mendekat selangkah saja, pisau ini akan menusuk leher putri!"

"Jadi nggak masalah kan asalkan kami nggak melangkah maju?"

"Apa?"

"Air Strike Shield!"

Aku menggunakan skill hingga sebuah perisai muncul diantara bangsawan itu dan Melty, membentuk dinding.

"Ap...?!"

"Sekarang!"

"Baik!"

Perisai itu secara paksa memisahkan Melty dari bangsawan itu. Menyadari adanya celah kecil, Filo segera menyerbu kearah dia dan mengarahkan tendangan kuat pada selangkangannya.

"Ugh!"

Pria gemuk itu terlempar ke belakang dan menghantam dinding.

"Raphtalia!"

"Baik!"

Dalam sekejap, Raphtalia berada di samping Melty. Dia memeriksa untuk memastikan Melty tak terluka.

"Selesaikan pekerjaan! Habisi dia!"

"Tuan Naofumi. Aku sepenuhnya paham perasaanmu, tapi aku percaya kita harus terlebih dulu memeriksa luka Melty dan pria satunya. Filo sudah melumpuhkan pria gemuk itu untuk saat ini."

"Benarkah?"

"Ya, aku agak menahan diri karena Mel begitu dekat. Tapi pria gemuk itu lumayan kuat."

Gimanapun juga dia adalah seorang bangsawan. Dia mungkin telah melewati upacara pergantian kelas.

Aku mendekati Nice Guy. Dia terluka. Aku segera merapal mantra penyembuh pada dia.

Lalu aku menarik dia, berbisik pada telinganya:

"Aku minta maaf. Kami sudah menyebabkan banyak masalah untukmu. Ingat, kau nggak ada hubungannya dengan kami. Kalau mereka tau kalau kau membantu kami, mereka mungkin akan menyiksamu lebih parah lagi."

"Aku... minta maaf atas semuanya. Jangan khawatir... Pria itu, dia... dia tidak punya niat membiarkan aku hidup. Aku senang bahwa para demi-human memiliki kesempatan untuk kebebasan ini."

"Oh..."

"Aku menegosiasikan apa yang aku bisa. Tolong... hentikan itu."

Bagus. Aku nggak berencana menangisi diriku sendiri lagian.

Tetap saja, setelah aku bertindak terhadap seorang bangsawan Melromarc... itu cuma akan menempatkan aku pasa situasi yang lebih buruk daripada yang sudah kualami.

Aku masih menaruh harapan bahwa Ren dan Itsuki pada akhirnya akan mengetahui kebenarannya. Sementara itu, aku betul-betul nggak senang difitnah lebih jauh lagi daripada yang sudah-sudah.

Para penjaga menatap pria gemuk itu dan menampilkan berbagai ekspresi terkejut.

Aku menyelesaikan pertolongan pertamaku pada Nice Guy dan membantu dia berdiri. Dia berpaling pada Melty dan tersenyum pada dia.

"Putri Melty dan Pahlawan Perisai telah memperlakukan aku begitu baik. Tentu saja dari semua rumor tentangmu tidak ada...."

"Kalau kau terus bersama kami, kau cuma akan terlibat lebih parah lagi daripada situasi-situasi buruk ini."

Aku nggak butuh anggota party lagi. Dia jelas-jelas nggak ahli dalam pertempuran—dan itu nggak kayak aku sangat kuat. Aku nggak bisa menjamin keamanan dia.

"Aku mengerti. Aku hanya akan mengandalkan koneksiku untuk bersembunyi dan mengamankan diri sampai semua ini berakhir."

"Ide bagus."

"Menakjubkan."

Itu melegakan mendengar dia bilang begitu. Aku kuatir kalau kami telah menghancurkan hidupnya.

Raphtalia memeriksa untuk memastikan bahwa Melty dan Nice Guy baik-baik saja, dan kemudian dia berpaling dan menatap si bangsawan yang terkapar. Ekornya berdiri tegak, dan itu terlihat jelas bagi Filo, Melty dan aku kalau dia marah.

"Kau... bisa-bisanya kau melakukan ini padaku? Siksaan bukanlah hukuman yang sesuai untuk kalian. Aku akan memastikan kalian membayarnya dengan nyawa kalian!"

"Semua demi-human yang telah tewas di tanganmu akan mengatakan hal yang sama persis."

Raphtalia mengatakannya dengan dingin. Dia menghunus pedang miliknya dari sarungnya.

"Memang bisa? Para mahluk menjijikkan, mereka bahkan bukan manusia! Mereka menyelinap ke kotaku... Itu seperti mereka memohon untuk dibunuh!"

"Ya. Memang seperti itulah dirimu."

"Huh? Apa kau... Apa kau tau aku? Benar juga! Aku ingat kau. Kau adalah budak yang kubuang."

"Ya. Kita menghabiskan banyak waktu bersama."

"Heh, heh... Dan lihat dirimu sekarang. Kau bersama Iblis Perisai. Aku masih bisa mengingat wajah menangismu, teriakan kesakitanmu. Itu semua memberiku begitu banyak kepuasan. Sekarang aku paham... Kau telah kembali padaku. Kau ingin merasakan keputusasaan lagi!"

"Tidak."

Raphtalia berbalik untuk menatapku. Lalu dia mengarahkan kembali tatapannya pada bangsawan itu. Pedangnya terlihat bersinar lembut.

Dia punya sebuah pedang ilusi. Dia bisa menyembunyikan dirinya sendiri, muncul dibelakang musuh untuk menyerang. Dia memiliki serangan semacam itu... tapi pedangnya nampak berdetak dengan kekuatan yang lain.

"Aku bukanlah orang yang cukup kuat untuk membantumu, Tuan Naofumi. Itu sebabnya aku...aku nggak pernah membuang keinginan untuk balas dendam ini."

Aku telah memperingatkan dia sebelumnya, tapi aku gak pernah menghentikan dia. Dia adalah cewek yang sangat baik, tapi aku tau kalau ada sesuatu yang salah.

Itu dia. Aku telah sepenuhnya lupa. Raphtalia ingin membalas dendam pada seseorang.

Kalau dia ingin balas dendam, aku ingin membantu dia.

Aku ingin membantu.

Meskipun itu salah, meskipun itu bukanlah hal etik untuk dilakukan, aku ingin berdiri di samping Raphtalia.

Hari itu—saat itu ketika Lonte, Motoyasu, dan si Sampah menentang aku, ketika semua orang menyalahkan dan membenciku, dia ada untukku. Dia melindungi aku. Dia menyelamatkan aku.

Dan sekarang pria yang melukai dia berada tepat dihadapanku. Aku gak bisa memaafkan pria itu.

"Aku...Aku nggak sepertimu, Tuan Naofumi, aku nggak bisa melindungi siapapun. Aku tau bahwa yang kulakukan nggak akan mengembalikan desaku. Tapi aku...."

Dia mengarahkan pedangnya pada pria gemuk itu.

"Kalau aku nggak menghentikanmu sekarang juga, maka apa yang terjadi padaku dan Rifana akan terjadi pada anak-anak lain. Aku gak bisa membiarkan itu terjadi!"

"Heh... Jadi demi-human ini mengarahkan taringnya padaku? Baik. Aku akan memastikan kau memahami kebodohanmu!"

Bangsawan ini mengambil sebuah cambuk dari seorang penjaga.

Jadi dia bertarung menggunakan sebuah cambuk?

Sesuatu tentang cambuk itu terasa buruk... terasa lain.

"Master! Aku nggak suka sama cambuk punya dia!"

Filo dan Melty berlari ke sampingku.

"Heh, heh... Cambuk ini sudah menyerap darah dari para demi-human selama bertahun-tahun. Bahkan Iblis Perisai pun kuragukan bisa bertahan terhadap cambuk ini."

Wow... jadi itu seperti sebuah benda terkutuk?

Itu seperti semacam senjata yang akan mengutukmu kalau terkena pukul.

"Rasakan ini!"

Bangsawan itu mengayunkan cambuk tersebut.

Raphtalia dan aku menunduk.

Ruangan ini terlalu sempit bagi Filo untuk bermanuver, jadi dia berubah ke wujud manusianya dan melindungi Melty.

Nice Guy juga menunduk menghindari ayunan cambuk itu juga.

Sialan. Ruangan ini cukup sempit hingga dia bisa menjangkau hampir semuamya dengan cambuk itu.

"Ugh!"

Cambuk itu secara tak sengaja mengenai salah satu penjaga.

Armornya penyok secara dramatis sebelum darah terciprat dan jatuh ke lantai. Itu cuma sebuah cambuk, tapi nampaknya memiliki kekuatan serangan yang besar. Lebih baik kami menghindarinya.

"G...Gubernur?"

"Apa yang kalian lakukan? Bunuh Iblis Perisai!"

"B...Baik tuan!"

Para penjaga berlari kearah kami.

Raphtalia mengayunkan pedangnya, dan mereka terjatuh.

"Kalian menghalangi jalan!"

Raphtalia berputar dan menghindari cambuk itu. Lalu seorang penjaga menikamkan pedangnya pada Raphtalia.

Bertahan dengan pedangnya, Raphtalia berbalik, berputar, dan kemudian mengayunkan pergelangan tangannya.

Pedang penjaga itu terlempar dan menancap di langit-langit.

"Ah..."

Disaat penjaga itu hendak menyerang dengan tangan kosong. Raphtalia melakukan tendangan memutar mengarah pada perutnya, dan dia terlempar kearah tuannya.

"Dasar sampah gak guna! Kalau ini adalah medan perang, kau sudah mati!"

Bangsawan itu jelas-jelas emosi sekarang. Dia terus mengayunkan cambuknya dan berusaha menyatabgo Raphtalia.

Tapi dia menghindarinya dan mengarahkan pedangnya pada bangsawan itu.

"Ugh!"

Dia menghindari cambuk itu, tapi cambuk tersebut terus-menerus diayunkan sebelum terlilit pada kaki meja. Meja itu terayun, berputar, dan terlempar kearah punggung Raphtalia.

Pria gemuk itu betul-betul tau cara menggunakan cambuk itu.

Bisa menggunakannya di ruang yang sempit seperti ini, dan kemudian menggunakan trik-trik seperti itu—dia jelas-jelas punya banyak pengalaman menggunakan cambuk.

"Percobaan bagus! Air Strike Shield!"

Aku membaca lintasan cambuk itu dan mengeluarkan Air Strike Shield untuk memblokirnya sebelum mengenai Raphtalia.

"Bergerak!"

Sialan... Cambuk itu melingkar pada perisai itu dan terus meluncur kearah Raphtalia.

Cambuk itu bergerak seperti seekor ular.

Cambuk itu melilit pada pedang Raphtalia, dan hampir melilit pergelangan tangannya.

Tapi dia menjatuhkan pedangnya sebelum cambuk itu melilit tangannya dan melompat ke belakang untuk menjaga jarak.

"Yah, kau punya tekad. Kuakui itu. Tapi apa kau pikir kau bisa melawanku dengan tangan kosong?"

Tangan kosong... Raphtalia sangat kuat. Tapi apa dia cukup kuat untuk mengalahkan bangswan ini tanpa senjata? Kurasa tidak. Aku jadi kuatir.

Pria gemuk itu mengayunkan cambuknya dan pedang milik Raphtalia terlempar ke tangannya. Dia mengarahkan pedang itu pada kami.

Raphtalia menghindari tusukannya dengan salto belakang yang lincah lalu mencabut gagang pedang di pinggangnya... Pedang sihir. Dia mengarahkan pedang itu pada si bangsawan, tapi nggak ada bilahnya, cuma pegangan saja.

Pedang sihir itu diberi oleh pak tua pemilik toko senjata—itu sihir murni yang membentuk sebuah pedang.

"Aku gak tangan kosong."

Bangsawan itu tertawa terbahak-bahak.

"Apa yang akan kau lakukan dengan sebuah pedang mainan?!"

Tapi dia lupa sesuatu yang penting. Aku nggak akan cuma duduk diam dan menonton mereka.

"Jangan harap itu akan berjalan semudah itu!"

Aku mengulurkan tangan dan memegang cambuknya.

Tanganku terasa aneh. Itu seperti cambuk itu membakarku. Rasa sakitnya berdenyut di tanganku.

Sudah kuduga kalau cambuk ini terkutuk.

"Kau pasti Pahlawan Perisai yang sangat bodoh sampai-sampai menangkap cambukku!"

"Menurutmu begitu? Ini gak terlalu buruk."

Cambuk itu membakarku, tapi aku bisa menahan rasa sakitnya.

"Dan karena kau fokus padaku...."

"Aku bisa menyerang!"

Pedang sihir milik Raphtalia tiba-tiba punya bilah, dan dia segera mengarahkan tebasan pada bangsawan itu.

"Whoops!"

Bangsawan itu melepaskan cambuknya dan melompat ke belakang untuk menghidari serangan Raphtalia.

"Kau cukup cepat. Tapi gak secepat aku sih!"

Dia pendek dan gemuk, tapi dia betul-betul sangat kuat.

Menilai dari gimana dia menjatuhkan penjaga itu dalam sekali serang, dia harusnya melawan gelombang itu sendiri.

Melty menatap Nice Guy.

"Pria itu... Dia berjuang bersama ayahku dulu dalam perang melawan para demi-human."

Aku mulai paham. Jadi dia dulunya adalah seorang militer. Itu akan menjelaskan kekuatan dan keteguhannya.

Dan kalau dia ikut dalam perang melawan para demi-human, dia mungkin lebih tau tentang pertempuran daripada kami—mengingat bahwa kami cuma bertarung melawan monster saja.

"Tapi jangan pikir bahwa menangkap cambukku artinya kau akan menang."

"Itu kata-kataku. Aku mungkin gak bisa menyerang, tapi Raphtalia lebih dari cukup kuat."

"Heh. Kalau kau menjadikan seekor demi-human partymu, maka kau jelas-jelas nggak menganggap ini serius."

"Raphtalia."

"Baik!"

Dia mengangguk lalu mengeratkan pegangannya pada pedangnya. Bilahnya mulai bersinar lebih terang.

"Filo!"

Raphtalia memanggil Filo.

"Apa?"

"Untuk mengalahkan orang ini, aku ingin kau dan Melty menggunakan sihir."

"Oke! Ayo, Mel!"

"Tapi... Oh, baiklah!"

Kebingungan tentang sesuatu, Melty menatap si bangsawan lalu kami. Lalu dia mengangguk, sepertinya telah membuat keputusan, dan mulai fokus pada sihirnya.

"Apaan ini? Iblis Perisai pasti benar-benar memiliki kekuatan pencuci otak. Tak disangka dia akan menggunakan sang putri sebagai pion!"

"Aku tidak dicuci otak. Aku percaya bahwa tindakanmu adalah kejahatan, jadi aku akan menghukummu sebagai putri."

"Dasar bodoh..."

"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Tembak dia dengan bola air! Zweite Aqua Shoot!"

"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Tebas dua dengan pedang angin! Zweite Wing Cutter!"

Melty dan Filo mengeluarkan sihir mereka hampir bersamaan.

Sebuah bola air dari tangan Melty, dan pedang angin dari tangan Filo. Keduanya terbang kearah si bangsawan.

"Ha!"

Si bangsawan menghidari sihir Filo, lalu mengluarkan cambuk lain entah darimana dan menepis bola air.

"Sekarang!"

Saat dia menghindari sihir itu, dia menunjukkan celah. Raphtalia berlari kearah dia.

"Kau pikir itu akan bekerja padaku?"

Dia mengayunkan cambuknya pada Raphtalia.

Tidak akan kubiarkan. Aku melangkah maju dan mengayunkan cambuk yang kurampas dari dia, menangkap ujung dari cambuk barunya.

"Apa?!"

"Hiyaaaaa!"

Menyelaraskan timingnya denganku, Raphtalia berteriak. Menggunakan kakinya, dia menghentak pedang yang dijatuhkan penjaga ke udara dan menangkapnya. Lalu dia menyiapkan pedang sihirnya seperti sebuah lembing dan melemparkannya ke arah si bangsawan. Pedang itu menancap dalam-dalam pada dadanya.

Pedang sihir itu bisa menetralkan sihir lawan. Dia menggunakannya untuk menjatuhkan si Lonte sebelumnya, jadi itu pasti memiliki suatu efek.

"Ugh... masih belum!"

"Tidak, sudah selesai! HIYAAAAAAA!"

Ada suara tumpul, dan tiba-tiba pedang milik Raphtalia tertancap sampai gagangnya pada bahu si bangsawan.

"Tidaaaaaaaaaak! Bangsat kau! Kau pikir tidak apa-apa seekor demi-human melukai aku?! Aku selamat dalam perang demi-human!"

"Kau melawan para demi-human dalam perang? Maka simpan saja keluhanmu atas perang itu. Kau gak berada dalam perang lagi."

"Aku tidak akan pernah memaafkanmu! Aku akan membunuhmu!"

"Kau seorang pengecut! Kau cuma menyerang orang yang lebih lemah daripada dirimu sendiri! Demi-human seperti apa yang kau lawan? Yang aku tau cuma wanita dan anak-anak saja. Orang rendahan! Jangan bicara soal gimana kau melawan mereka!"

Masih jengkel, Raphtalia mendorong dia ke jendela, memecahkan jendela itu dan mendorong dia keluar. Saat dia jatuh, Raphtalia membiarkan pedang miliknya tetap menancap pada bangsawan itu, tapi terus memegang pedang sihirnya dan bilahnya tercabut dari tubuh si bangsawan yang jatuh.

"AAAAAHHHHHH!"

"TIDAAAAAAAAAAAAAAK!"

Aku segera menjatuhkan dua cambuk itu dan melihat si bangsawan terjatuh dari jendela.

Nyaris saja. Kalau aku terlambat, cambuk itu akan menarikku keluar jendela bersama dia.

"G...Gubernur kalah dari Iblis Perisai!"

Para penjaga yang tersisa segera melarikan diri.

"Aku akan mendapatkan bendera itu kembali.... bendera dari hari itu..."

Raphtalia berdiri di jendela, berbisik pada langit. Dia kemudian memulihkan dirinya sendiri dan berlari kearahku.

"Apa kamu baik-baik saja?"

"Huh? Ya. Nggak masalah."

Kami masih punya sedikit air suci yang tersisa dari penyembuhan kutukan Raphtalia.

Kutukan itu sendiri gak terlalu parah. Air suci akan cukup untuk menyembuhkannya.

Aku ke jendela dan melihat kebawah ke taman. Bangsawan itu terbaring disana, wajahnya menghadap ke langit.

Kurasa dia... mati?

Saat aku memikirkan tentang hal-hal yang Raphtalia katakan padaku... bagaimana dia menyiksa para demi-human, kayaknya sudah berakhir.

"Baiklah. Kalau kita di sini terus, kita akan terjebak dalam keributan. Lebih baik kita segera pergi."

"Tapi sebelum itu...."

"Ah... Betul."

Kami harus menyelamatkan para demi-human yang dia penjara terlebih dahulu.

Itulah yang Raphtalia inginkan, jadi aku juga menginginkannya.

Aku berbalik pada Nice Guy dan membuat sebuah permintaan.

"Pria ini membeli para budak demi-human dan memenjara mereka di ruang bawah tanah miliknya agar dia bisa menyiksa mereka."

"Sayang sekali itu bukanlah hal yang jarang di negeri ini. Begitulah...."

"Bahkan jika kami menyelamatkan mereka, kami saat ini dalam pelarian. Kurasa kami gak bisa memberikan hal-hal yang mereka butuhkan ketika kami lari dari Rajaml. Aku tau ini permintaan yang besar, tapi...."

Aku tau kalau aku sudah terlalu banyak meminta. Aku menempatkan dia dalam bahaya yang lebih besar. Tapi kalau aku ingin mengabulkan permintaan Raphtalia, gak ada pilihan lain.

"Aku mengerti situasimu. Aku akan melakukan apapun yang aku bisa untuk membantumu." Si Nice Guy tersenyum.

Dia gak pernah bohong pada kami, jadi aku bisa mempercayai dia.

"Tidak masalah. Aku punya banyak sekutu demi-human, dan aku tau kalau mereka akan membantuku."

"Senang mendengarnya."

Raphtalia memandu kami ke ruang bawah tanah.

Pintunya terkunci, tapi Filo menggunakan kakinya yang kuat untuk mendobrak pintunya.

Sesaat setelah kami berjalan masuk, kami mencium aroma yang kuat.

Itu adalah aroma yang sama yang datang dari tenda penjual budak. Itu adalah aroma kematian dan pembusukan yang menyuruhmu untuk menjaga jarak.

Ini... Ini buruk.

"Aku punya perasaan buruk tentang ini...."

Filo terlihat betul-betul kuatir.

Melty terguncang, jelas-jelas ketakutan. Lalu dia menenangkan dirinya sendiri dan tampak siap menerima apapun yang kami temukan.

"Ini agak jauh."

Kami menuruni tangga gelap dan sampai di ruang bawah tanah. Tempat itu dipenuhi dengan berbagai peralatan penyiksaan. Aku melihat kerangka di pojokan.

Berapa banyak orang yang menemui ajal mereka disini?

Aku berpaling dan melihat Raphtalia berdoa didepan kerangka kecil yang ada di pojokan itu.

"Gadis ini adalah... Dia adalah teman dari desaku. Namanya Rifana, dan...."

Raphtalia menatap kerangka itu. Dia terlihat hendak menangis, dan dia memalingkan wajahnya.

Mereka pasti sangat dekat.

"Rifana adalah seorang gadis yang ceria dan penuh semangat. Dia suka berbicara tentang legenda."

Mendengar Raphtalia, Melty terlihat mau menangis.

Dia adalah Putri dari negeri ini. Pasti sangat sulit untuk melihat kemalangan semacam ini terjadi dalam wilayahnya.

Begitu banyak tragedi bisa disalahkan pada gelombang, tapi yang ini berbeda.

Ini gak lebih dari seorang pria jahat yang memanfaatkan kekacauan disekitar dia. Beneran deh, semua orang disini betul-betul sudah busuk sampai hati mereka.

"Dia lebih feminim daripada aku... Dia begitu baik...."

"Maaf."

Gak disangka temannya Raphtalia telah menemui ajalnya... Itu membuatku sedih.

Kalau segalanya gak kayak gini, kami mungkin bisa bertemu dia dalam keadaan hidup. Kami mungkin bisa berteman.

"Dia selalu bilang kalau dia ingin menikahi seseorang seperti Pahlawan Perisai."

"....."

Tapi impiannya gak pernah terwujud. Dia meninggal di ruang bawah tanah yang dingin ini. Hanya memikirkannya saja membuatku dipenuhi dengan amarah.

Dia mungkin ingin hidup. Dia mungkin berharap bisa melarikan diri.

Bangsawan itu melakukan ini pada dia hanya karena dia adalah seorang demi-human.

Aku bahkan gak bisa membayangkan apa yang ada dikepalanya.

Aku gak tau orang macam apa aku ini kalau dibandingkan dengan anak-anak yang tewas di sini. Tapi aku bisa mengatakan satu hal: Kami membalaskan dendam mereka.

"Apa yang harus kita lakukan pada kerangka ini? Haruskah kita membawanya?"

Kami bisa membawa kerangka mereka dan memberikan pemakaman yang layak pada mereka di suatu tempat.

"Ya... Di sini sangat dingin dan menyedihkan."

"Kamu benar."

Dalam diam kami mengambil tulang-tulang itu dan memasukkannya ke dalam tas.

"Apa ada budak lain?"

"Ya."

Si Nice Guy menjawab dari bagian belakang ruangan.

Setelah kami mengumpulkan tulang-tulang itu, kami berjalan ke bagian belakang ruangan.

Budak itu dipenuhi memar dan luka. Sepertinya dia disiksa habis-habisan.

Matanya gak memancar kehidupan.

Dia terlihat berusia sekitar 10 tahun, dan dia punya telinga anjing.

Meskipun dia seorang anak laki-laki, dia terlihat manis. Apa kau tau anak laki-laki seperti perempuan saat mereka berusia 10 tahun?

"Siapa kau?"

"Suara itu..."

"Siapa itu?"

"Apa kamu kenal dia?"

"Ya. Keel, itu kau kan?"

"Siapa kau? Bagaimana kau tau namaku?"

"Apa kau lupa aku? Aku sudah tumbuh sedikit sejak terakhir kita ketemu. Ini aku, Raphtalia."

"Apa?!"

Keel mengangkat kepalanya terkejut.

"Gak mungkin. Raphtalia lebih pendek dariku. Dia bukanlah wanita cantik yang tinggi. Maksudku, dia memang manis sih...."

Keel bergumam sendiri.

"Kau berpura-pura menjadi seorang teman? Kenapa? Apa kau mencoba menipuku?!"

Matanya dipenuhi air mata. Dia dikuasai oleh keputusasaan. Dia sama seperti Raphtalia saat aku bertemu dia.

"Kalau begitu aku akan membuktikannya padamu. Dua bulan sebelum gelombang terjadi, kau pergi ke pantai untuk mencari cangkang kerang yang bagus. Kau ingin memberi kejutan untuk ayahmu saat ulang tahunnya. Tapi kau hampir tenggelam, dan Sadeena datang menyelamatkanmu..."

Dia terlihat tersenyum, seperti kenangan itu memberi dia kegembiraan.

Itu memang tampak seperti hal yang hanya diketahui oleh Raphtalia yang asli.

"Mungkinkah?! Raphtalia..."

Dia mengamati Raphtalia dengan sangat cermat.

"Ini aku... Apa kau ingat memakan jamur beracun di ladang? Kau jadi sakit dan bersembunyi agar gak ada orang yang tau! Aku menemukanmu hari itu, dan kau menyuruhku untuk merahasiakannya. Kau menggigil..."

"Ahhh! Ya! Aku percaya padamu! Itu kau! Raphtalia!"

Akhirnya, si budak, Keel, mengenali Raphtalia.

"Raphtalia... Kenapa kau begitu besar? Kenapa kau begitu cantik?"

Meskipun kau tau kalau para demi-human tumbuh saat mereka naik level, melihatnya dengan matamu sendiri adalah hal yang lain.

Saat aku bertemu Raphtalia, dia begitu kecil. Aku terkejut saat dia tumbuh didepan mataku sendiri.

Kalau aku tumbuh bersama dia, itu akan lebih mengejutkan.

"Sebenarnya aku sekarang ini adalah... budaknya Tuan Naofumi, sang Pahlawan Perisai."

"Apa?!"

Keel si demi-human budak menatapku.

Tapi dia begitu lemah hingga dia gak bisa memfokuskan pandangannya pada satu hal. Aku pasti tampak kabur bagi dia.

Aku mengambil salep dari sakuku dan mengobati lukanya.

"Jangan sentuh aku!"

"Gak apa-apa. Tenang saja. Ini adalah obat."

Selanjutnya dia membutuhkan obat nutrisi. Aku tau kalau aku gak betul-betul harus menggunakannya dalam situasi seperti ini, tapi aku gak bisa mengabaikan krisis didepan mataku. Aku harus menolong dia.

Bukan karena aku betul-betul orang suci yang memiliki hati yang lembut atau semacamnya, tapi ini adalah temannya Raphtalia.

"Ugh...."

Awalnya dia memberontak, tapi dia menyadari kalau aku nggak berusaha menyakiti dia, dan dia perlahan-lahan meminum obatnya. Perisaiku punya banyak kemampuan aneh. Salah satunya adalah meningkatkan kemanjuran obat. Disaat-saat seperti ini, aku senang atas seberapa bergunanya kemampuan itu.

Dia sudah terlihat sedikit lebih baik. Rona wajahnya telah kembali sedikit.

Aku nggak betul-betul ahli dalam sihir pemulihan. Aku bisa menyembuhkan luka-lukanya, tapi tenaganya gak pulih. Menyadari kalau dia aman, dia tiba-tiba jatuh kedepan, kelelahan, dan mulai mendengkur.

"Aku tak bisa percaya bahwa negeriku membiarkan hal seperti ini terjadi."

Melty bergumam sendiri.

"Aku ikut bunda bekerja di negeri lain, jadi kupikir aku memahami para demi-human dan manusia. Tapi ini.... Aku...Aku tak bisa memaafkan ini."

"Kau harus sedikit lebih histeris. Kenapa nggak berteriak, 'AKU TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN INI!' Itu akan lebih seperti dirimu."

"Aku nggak begitu! Memangnya kau pikir aku ini orang macam apa?!"

Melty tiba-tiba menyadari apa yang dia lakukan dan menutup mulutnya dengan tangannya.

"Terkadang kau marah secara histeris, dan wajahmu merah. Itulah dirimu. Melty."

"Apa-apaan itu?"

"Baiklah. Kita tidak bisa lama-lama berada di sini. Ayo pergi."

Si Nice Guy mengangkat Keel dan memanggul dia dipundaknya. Kami berbalik dan meninggalkan ruang bawah tanah.

Kami berbicara saat menaiki tangga.

"Pertama-tama kita harus berfokus untuk keluar dari kota. Kita semua nggak bisa naik ke punggung Filo."

Kami bertiga saja sudah cukup susah, apalagi berlima.

"Kenapa kita nggak menyuruh Filo untuk membawa bangsawan, Keel, dan Melty keluar dari sini terlebih dulu?"

"Ide bagus."

Mereka bisa melompati dinding dan keluar dengan mudah.

Pintu masuk kota kayaknya masih diliputi kekacauan. Apa yang terjadi?

Aku sedang memikirkan hal itu lalu aku melihat darah mengalir pada tangga. Aku mengikutinya dan melihat bahwa itu berasal dari taman, darah itu terus keluar....

"Apa?!"

"Apa itu?"

Dalan diam aku menunjuk ke taman. Raphtalia mengerti dan mengangguk.

"Ah, ha, ha, ha! Sekarang akhirnya aku punya cara untuk membunuhmu!"

Bangsawan yang jatuh dari lantau dua, si bangsawan yang kami pikir sudah mati, berdiri disana, tertawa.

Sialan! sekarang apalagi?

Bahu bangsawan itu pendarahan parah. Dia menghadap batu yang sepeti nisan, merapal suatu mantra.

Ini buruk. Keel masih budak pria itu—yang mana artinya dia bida menggunakan segel budak untuk membunuh dia.

Apa yang harus kami lakukan? Kami baru saja berhasil menyelamatkan temannya Raphtalia. Kalau dia tewas sekarang, maka semuanya akan sia-sia.

Tapi kutukan budak gak butuh mantra untuk mengaktifkannya. Dia hanya perlu memerintahkan dia untuk mati, atau memilih melakukannya dari status magic miliknya.

Jadi apa dia.... melakukan sesuatu yang lain?

"Dia... Kita harus menghentikan dia!"

Nice Guy berbalik kearahku dan berteriak.

"Ada apa?"

"Pahlawan Perisai, apa kau tau legenda dari kota ini?"

"Kudengar mereka mengejar sesuatu dan kemudian menyegelnya. Itu masih ada disini."

Aku punya perasaan buruk tentang ini.

"Mungkinkah...."

"Itu benar. Batu penyegel dijaga oleh bangsawan kota ini dari generasi ke generasi. Dan sekarang...."

Aku paham kemana arah cerita itu. Pria gemuk itu berusaha melepas segelnya.

"Mundur."

"Baik."

Nice Guy membawa Keel dan lari sementara kami mendekati pria gemuk itu saat dia merapal pada batu penyegel.

"Akhinya kau datang juga, Iblis Perisai!"

Dia berteriak seperti orang gila sekarang.

"Aku gak tau apa yang tersegel dalam benda itu, tapi lebih kau menghentikannya sekarang juga."

Raphtalia dan Filo bersiap bertarung.

Sekarang kami berada di luar ruangan, akan lebih mudah untuk bertarung daripada didalam ruangan kecil.

"Kau terlambat. Kalau saja kau tidak muncul, kota ini akan tetap damai!"

"Damai, ha! Kalau saja kau gak menculik Melty dan membawa dia ke sini, semua ini gak akan terjadi!"

"Itu salahmu, Iblis Perisai!"

"Aku gak punya waktu untuk mendengarkan keluhan dari seorang pengecut yang menyiksa anak-anak."

Aku gak tau apa yang tersegel didalam sana, tapi aku harus mencari cara untuk menghentikan dia.

Semakin lama aku menunggu, hal yang lebih buruk akan terjadi....

Para pahlawan yang lain mungkin akan melihat sambil menikmati. Mereka akan mau melawan seekor monster untuk mendapatkan item langka dan exp-nya. Tapi aku lebih baik nggak membiarkan monster itu keluar.

"Aku bukan pengecut! Aku membersihkan dunia dari mahluk rendahan! Aku adalah pria penegak kebenaran!"

Sialan... Gak ada gunanya berunding dengan dia.

Aku tau bagaimana rasanya mendapatkan kegembiraan dari kemalangan orang yang kau benci, jadi kupikir mungkin kami bisa saling memahami. Tapi aku salah. Aku nggak pernah menginginkan kematian seseorang.

Bahkan jika itu tentang seseorang tertentu, mungkin itu bisa dipahami, tapi sampai membenci seluruh ras sangatlah gak masuk akal!

Lagipula, siapa yang tau apa yang dipikirkan orang itu?

Melihat batu penyegel itu membuatku sangat gugup. Kami harus menghentikan dia.

Aku melangkah maju dan mulai menyiapkan sebuah skill yang akan menahan bangsawan itu.

Tapi sebelum aku bisa menggunakannya, batu itu retak dan hancur berkeping-keping.

"Selesai. Jika aku bisa membunuh Iblis Perisai, tempatku di nirwana Dewa akan dipastikan! Ah, ha, ha!"

Bangsawan itu tertawa terbahak-bahak. Tanah mulai berguncang. Retakan muncul di tanah.

"Apa yang terjadi?"

"Ya! Hancurkan semuanya! Monster tersegel akan menghancurkan Iblis Perisai!"

Langit diatas kediaman diselimuti cahaya ungu.

Aku mendongak dan melihat retakan-retakan muncul di langit, seperti cangkang kura-kura. Saat itulah monster tersegel muncul.

"Master!"

Semua bulu Filo berdiri tegak. Dia menatap langit.

"Apa itu?!"

Kaki reptil besar dengan cakar yang tajam dan besar, perlahan-lahan melewati retakan itu. Kaki itu diikuti oleh tubuh besar berotot, lalu mata yang ganas, dan akhirnya rahang yang besar muncul, dipenuhi dengan gigi yang besar dan tajam yang bisa merobek logam. Aku tau monster apa itu.

Itu adalah seekor karnivora setinggi 20 meter.... dinosaurus.

***


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C75
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen