Junior berdiri di samping ilham yang berlutut memeriksa meri setelah membaringkannya. Tak tinggal diam, junior membelai rambut ibunya yang mulai basah.
"ibuku wanita kuat. Ibu pasti sembuh"
junior pindah ke bagian lengan sofa yang menjadi bantalan untuk meri. Ia mencium kening ibunya yang masih terdapat plaster dengan penuh cinta. Siapapun yang melihat itu pasti akan meleleh dengan besarnya cinta yang dimiliki anak itu untuk ibunya.
Perjuangan meri membesarkan junior, mendidik dan mencukupi semua keperluan putranya itu tidak sia-sia. Walau harus banting tulang hingga sendinya terasa lepas dari posisinya, semuanya berbuah manis dengan tumbuhnya sosok anak kecil dengan IQ tinggi, pikiran cerdas dan kepribadian yang luar biasa.
Menjadi seorang ibu dari anak kecil itu seakan sebuah karunia terbesar yang bisa di bayangkan setiap ibu di dunia. Dan meri menjadi salah satu ibu yang beruntung itu.
"apa kau alergi sesuatu?" ilham bertanya karena melihat ruam merah di pergelangan tangan dan lipatan tangan meri.
Selama mengenal meri, ia tidak pernah tahu bahwa meri memiliki alergi terhadap sesuatu karena meri bukanlah tipe wanita yang pemilih dalam hal makanan. Ia cenderung memakan apa saja yang di hidangkan selama rasanya enak. Dia tuan putri dari pasangan pengusaha kaya, tapi tidak lantas sakit perut hanya karena makanan pinggir jalan. Toleransi tubuhnya sangat baik.
"Mmm, asparagus dan kacang panjang" jawab meri lemah.
"ku rasa tadi kau tidak sengaja memakannya" ilham menarik junior mendekat "perlihatkan pergelangan tanganmu" ilham hanya ingin memastikan junior tidak memiliki alergi yang sama.
Dengan patuh ia mengulurkan kedua tangannya yang sejak tadi sibuk membelai ibunya. Tidak ada ruam ataupun tanda bahwa ia mengalami alergi.
"uuueeekkk" meri kembali mual dan segera bangun dari tidurnya untuk pergi ke dapur.
Ilham menahannya agar tidak perlu bangun dengan kondisi tubuh lemah "muntah saja di manapun kau mau, aku akan membersihkannya nanti"
Junior berlari ke dapur memanjat di meja dapur untuk mengambil wadah untuk muntahan ibunya yang ada di lemari bagian atas. Dia segera menyerahkannya pada ilham.
"letakkan di samping ibumu" tangan ilham penuh dengan muntahan meri karena itu ia hanya memberi kode kepada junior dengan bibirnya agar meletakkannya di samping meri dan menumpahkan muntahan di telapak tangannya ke wadah yang di bawa junior.
Ilham mencuci tangannya yang kotor dengan sabun serta kembali dengan tangan yang sudah bersih dan kotak obat di genggamannya.
"bantu dadi. Bawa ini dan ini ke kamar. Dadi akan memindahkan ibumu ke kamar" ilham memberikan kotak obat dan wadah muntahan di tangan kiri dan kanan junior.
Sedikit kesulitan karena wadah itu lumayan besar begitu pula dengan kotak obat. Tak hilang akal junior menyusun kotak obat dan wadah muntahan itu diatasnya kemudian memegang kotak obat yang berada di bagian bawah dengan dua tangan. Dengan begitu dia tidak khawatir akan menjatuhkan salah satunya.
Meri melingkarkan tangannya di leher ilham dan membenamkan wajahnya di dada bidang suaminya yang kini sedang menggendongnya ke dalam kamar.
Ilham akan bangkit meninggalkan meri di kasur saat memeriksa tidak ada obat untuk mengatasi alergi meri. Ia juga membutuhkan seperangkat alat infus untuk membantu asupan cairan ke tubuh yang lemah itu. Hanya ada sebagian dari yang ia butuhkan yang ada di kotak obat jadi dia harus membeli sisanya
Junior menahannya karena tidak ingin dadi nya meninggalkan ibunya di saat ibunya itu sedang terkulai tak berdaya "dadi mau kemana?"
"dadi akan ke apotek sebentar untuk membeli obat untuk ibu"
"biar aku saja. Dadi tetaplah di sini menemani ibu. Katakan padaku nama obatnya"
"biar dadi mencatatnya" ilham tidak berusaha menolak karena cukup yakin junior cukup pintar untuk melakukannya dan apotek tidak terlalu jauh dari rumahnya saat ini.
"tidak perlu, katakan saja aku akan mengingatnya dengan baik"
"cetirizine, epinefrin, abocath, transet, spuit wing needle, suntikan 20 ml, cairan ringer laktat. Dan ini kartu nama dadi, berikan pada apoteker kalau ia tidak mau memberikanmu obat-obat yang dadi sebutkan tadi" ilham menyerahkan kartu namanya.
(penjelasan: cetirizine adalah obat antihistamin atau anti alergen yang berbentuk kapsul atau tablet untuk menangani gelaja alergi ringan. Epinefrin adalah jenis obat suntik untuk mengatasi alergen yang di suntikan pada bagian paha atas, tujuannya untuk menghentikan proses histamin atau penyebaran alergi. Abocath itu nama medis dari jarum infus. Transet nama medis dari selang infus, spuit wing needle adalah tabung kecil tempat jarum melekat tipe wing needle di gunakan khusus untuk pemasangan infus, suntikan 20 ml itu berfungsi untuk memasukkan obat melalui jalur intra vena (urat) atau bisa juga melalui intra muskular (lengan) atau bisa juga intra kutan (bokong). Cairan ringet laktat itu cairan berisi natrium untuk mengembalikan cairan elektrolit yang hilang akibat muntah atau yang lainnya)
Junior segera pergi ke apotek yang berada tak jauh dari rumahnya dengan uang cash, kartu debit serta kartu nama ilham di tangannya.
Tiba di apotek, seorang wanita muda menanyakan apa yang sedang di butuhkan oleh junior.
"adik manis, kau mau membeli obat apa?" tanya wanita itu ramah.
"aku membutuhkan cetirizine, epinefrin, abocath, transet, spuit wing needle, suntikan 20 ml, dan cairan ringer laktat" junior mengulang ucapan dadi nya dengan fasih tanpa ada kesalahan nama atau perubahan pada susunan kata yang di katakan ilham.
Wanita itu terkejut karena anak sekecil ini bisa mengetahui nama obat dan istilah medis dari beberapa alat kesehatan. Terlebih dia menyebutkannya dengan fasih tanpa melihat catatan sebagai contekan.
"adik kecil, ada beberapa alat yang kau sebutkan tidak boleh di beli olehmu" ujarnya menjelaskan karena memang terdapat beberapa obat dan alat kesehatan yang memiliki syarat bagi calon pembeli.
Junior menyerahkan kartu nama milik ilham yang ada di tangannya. Melihat kartu nama itu, wanita itu terkejut. Alisnya berkerut hingga hampir tersambung antara kiri dan kanan. Senyum ramah yang sejak tadi terpancar berubah menjadi ekspresi heran.
"bisa ku tanyakan, apa hubunganmu dengan dokter ilham?" tanya wanita muda itu
"dia dadi ku" jawab junior singkat
"dadi? Maksudmu daddy? Ayah?" tanya nya lagi untuk memastikan panggilan junior benar bermakna ayah.
"iya. Bisa berikan obatnya secepatnya, ibuku sedang kesakitan dan dadi pasti menungguku" junior menuntut agar cepat di layani.
Wanita itu dengan cepat menuju etalase sambil meminta junior mengulangi setiap nama obat dan peralatan yang ingin di belinya satu per satu. Wanita itu sedikit kesulitan mengingatnya karena junior mengatakannya sekaligus.
Setelah memperoleh pesanan dadi nya dan membayar menggunakan uang cash karena masih cukup, junior berlari dengan cepat kembali ke rumahnya.
Wanita di apotek itu bertanya-tanya sendiri "apa dokter tampan itu benar-benar tinggal di lingkungan ini? Sangat wajar jika anak kecil tadi bisa mengingat nama obat itu dengan baik, ayahnya cukup mengerikan dalam hal ilmu medis"
Di rumah, junior dengan nafas yang memburu segera memberikan kantong berisi obat-obatan itu kepada ilham beserta kartu nama, kartu debit dan sisa uang kembalian. Dia anak kecil yang jujur dan tidak akan mengambil satu sen pun uang tanpa persetujuan ibunya.
Meri masih berbaring lemah dengan mata sayu memandang dua pria di sampingnya. Matanya membelalak saat melihat ilham mengeluarkan jarum suntik dan epinefrin dari kantong itu, di ikuti dengan peralatan infus.
"aku tidak mau di suntik" tolak meri dengan suara serak tak bertenaga.
"tidak akan terlalu sakit. Hanya sebentar saja" ilham merayu istrinya itu.
Dia bukannya tidak tahu kebencian meri terhadap jarum suntik, ia hanya tidak punya pilihan lain. Awalnya ia hanya akan memberikan cetirizine untuk mengatasi gejala alergi, tapi ketika menunggu junior kembali meri tidak juga berhenti mual, pemberian obat melalui mulut tidaklah efektif. Karena itu jalan satu-satunya adalah melalui suntikan atau jalur infus.
"tidak akan sakit bu. Hanya seperti di gigit semut" junior menambahkan rayuan untuk ibunya.
"bukan semut, tapi lebah" ralat meri.
Ilham dan junior tersenyum menerima interupsi dari wanita yang dengan keras tidak ingin di suntik itu. Berkat junior meri akhirnya mengalah dan bersedia di suntik.
"suntik dengan benar. Aku akan menghajarmu kalau sampai suntikanmu salah dan harus di ulangi" ancam meri.
"tenang saja" jawab ilham
Dalam sekejap cairan infus sudah terpasang dan mengalir di tubuh meri melalui tangan putih mulus yang kini sedikit memerah karena abocath yang menusuknya. Ilham melakukannya dengan satu kali percobaan tapi tetap saja kulit yang terlalu putih dan sensitif itu menampakkan reaksi kemerahan.
Ilham mengusap lembuh punggung tangan yang kini terlihat rumit dengan selang infus melingkar di atasnya.
"junior, tolong ambilkan segelas air untuk ibu" ilham bukannya benar-benar meminta hal itu, ia hanya mencari cara mengusir anak itu keluar karena ia masih harus menyuntikkan epinefrin pada bagian paha atas meri.
Setelah junior tidak terlihat lagi, ilham menyingkap dress mini yang di kenakan meri.
"apa yang kau lakukan?" tanya meri terkejut dengan tindakan suaminya.
"aku masih belum menyuntikkan epinefrin di pahamu" jawab ilham dengan ekspresi datar.
Melihat paha mulus itu di saat seperti ini tidak bisa membuat ia bernafsu. Istrinya sedang sakit, jadi mana mungkin otaknya sempat memikirkan hal-hal seperti itu. Isi kepalanya hanya kesehatan meri.
Tepat saat ia sudah selesai menyuntikkan epinefrin itu, junior masuk dengan segelas air di tangannya. Ilham membantu meri untuk minum kemudian membantunya berbaring kembali.
Junior masih enggan meninggalkan ibunya yang sakit. Ia bersikeras ingin tetap tinggal di kamar itu menemani ibunya.
"mengapa kalian tidak bermain catur. Aku bosan melihat infus" ujar meri memberi ide karena mualnya sudah mulai berhenti. Ia sebenarnya juga ingin tahu sampai di mana keahlian suaminya dalam bermain catur.
"apa aku harus melawan junior?" ilham sedikit meremehkan.
"dia cukup baik dalam bermain catur. Tahun lalu ia menjadi juara catur di sekolahnya"
"ibu bisa membantuku mengalahkan ayah" kata junior memotong.
"jadi kalian ingin melawanku? Aku tidak yakin akan membiarkan kalian tersenyum menang" ilham mulai menyombongkan dirinya di hadapan ibu dan anak yang akan berkoalisi melawannya itu.
"dadi, kepercayaan diri bisa melemahkanmu" ujar junior memperingatkan.
"oke. Mari kita lihat siapa yang akan menjadi pemenangnya" ilham percaya diri karena yakin dengan kemampuannya dan tidak memperhitungkan kemampuan meri dan gabungan kecerdasan junior.
Ia tidak tahu bahwa meri adalah juara dalam catur di rumahnya tentu setelah ayahnya karena tidak pernah melihatnya bermain catur atau mendengar mengenai kehebatannya dari oranglain. Meri di posisi kedua setelah ayahnya dalam hal permainan catur tapi itu jika hanya menggunakan otaknya, jika di gabungkan dengan otak jenius putranya, entah kehebohan apa yang bisa ibu dan anak itu ciptakan.